Komisi Nasional Disabilitas (KND) mengingatkan para Petugas Penyelenggara Ibadah (PPIH) tahun 1446 H/2025 melayani dan memenuhi kebutuhan para jemaah disabilitas. KND mengatakan undang-undang telah menjamin para jemaah disabilitas mendapat pelayanan khusus.
Wakil Ketua KND Deka Kurniawan awalnya mengatakan WHO menyebut ada 16 persen penduduk dunia yang merupakan disabilitas. Dia mengatakan populasi disabilitas terus bertambah karena berbagai faktor seperti penyakit, perang dan faktor alami seperti bertambahnya usia (lansia) hingga menyebabkan menurunnya kemampuan fisik, pendengaran dan penglihatan.
Deka kemudian membahas stigma yang muncul terhadap para penyandang disabilitas dalam urusan haji. Dia mengatakan ada stigma penyandang disabilitas tidak perlu berhaji karena mengalami keterbatasan atau uzur.
“Ada stigma disabilitas sakit sehingga tak perlu berhaji karena ada uzur,” kata Deka dalam Bimtek Calon PPIH 2025 di Asrama Haji Jakarta, Pondok Gede, Jakarta Timur, Rabu (16/4/2025).
Padahal, katanya, UU Penyandang Disabilitas dan UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjamin hak penyandang disabilitas dalam urusan beragama. Termasuk, ujar Deka, dalam urusan haji.
Deka pun memuji Kementerian Agama (Kemenag) yang mengangkat tagline Haji Ramah Lansia dan Disabilitas dalam penyelenggaraan haji 2025. Dia mengatakan pelayanan yang diberikan kepada jemaah haji disabilitas harus berdasarkan pemenuhan hak.
“Haji ibadah yang kompleks. Mereka harus dipastikan mendapat kemudahan. Jangan sampai kesusahan, dan itu kewajiban kita,” ujarnya.
Dia mengatakan, berdasarkan pengalaman, banyak jemaah haji yang belum terdata sebagai penyandang disabilitas. Hal itu membuat para petugas harus siap membantu para jemaah haji disabilitas sesuai kebutuhannya.
Deka mengatakan UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjamin jemaah disabilitas mendapat layanan khusus. Dia juga meminta para petugas selalu mendengarkan dan bersabar saat melayani jemaah haji disabilitas.
Komisioner KND, Fatimah Asri Mutmainnah, mengatakan ada 457 penyandang disabilitas yang menjadi jemaah haji tahun ini. Dia mengatakan jumlah itu merupakan penyandang disabilitas yang terlihat secara fisik.
Fatimah mengingatkan ada disabilitas yang tidak terlihat, seperti disabilitas tuli dan disabilitas mental. Dia meminta petugas bersikap tanggap dan memahami cara melayani jemaah haji disabilitas.
“Selalu tanyakan lebih dulu apakah mereka membutuhkan bantuan,” ujar Fatimah.
Dia kemudian mencontohkan seorang yang mengalami anxiety atau cemas saat proses ibadah haji yang dikerjakan bersama banyak orang bisa memicu cemas. Dia mengatakan petugas harus sigap memperhatikan jika ada jemaah haji mengalami cemas. Dia mengatakan petugas harus bertanya ke jemaah tersebut apa yang dibutuhkannya dan selalu bersikap menenangkan.
“Apakah butuh minum atau butuh berdiam diri dulu. Itu penting, jangan biarkan dia sendiri,” ujarnya.
Fatimah mengatakan petugas haji tidak boleh langsung membantu seseorang yang menggunakan kursi roda. Dia menegaskan petugas harus bertanya lebih dulu apakah jemaah itu membutuhkan bantuan atau tidak.
“Memegang kursi roda sama seperti memegang anggota tubuhnya karena kursi roda adalah pengganti kakinya. Pastikan meminta izin dulu. Tanyakan ‘apakah ada perlu saya bantu?’,” ujarnya.