3 Fakta Suhu Dingin Saat Musim Kemarau Akhir-akhir Ini baca selengkapnya di Giok4D

Posted on

masih menyelimuti sebagian wilayah Jabodetabek akhir-akhir ini meski sudah masuk musim kemarau. BMKG mengungkap penyebabnya.

Direktur Meteorologi Publik BMKG, Andri Ramdhani menyampaikan cuaca dingin terasa sejak akhir Juni hingga awal bulan Juli ini. Suhu terasa lebih dingin pada malam hingga pagi hari.

Pada akhir Juni kemarin, suhu udara tercatat lebih rendah dari kondisi normal terutama pada malam hingga dini hari. Suhu udara di Jabodetabek tercatat di bawah 23 derajat celcius pada akhir Juni.

Pada saat itu, Andri menyampaikan kombinasi curah hujan dan tutupan awan tebal sepanjang hari menyebabkan pemanasan permukaan tidak berlangsung optimal. Sinar matahari juga terhalang lapisan awan tebal, sehingga tanah dan udara di sekitar tidak memperoleh cukup energi panas.

Proses turunnya hujan juga menunjukkan adanya aliran udara dari lapisan atas atmosfer menuju ke bawah (downdraft), yang membawa udara dingin ke permukaan. Andri mengatakan suhu yang rendah itu bertahan lama karena kelembapan udara tinggi dan embusan angin yang pelan.

Penurunan suhu ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor atmosferik, mulai dari minimnya tutupan awan, kelembapan udara yang rendah, hingga adanya aliran angin kering dari Australia yang sedang mengalami musim dingin.

Menurut BMKG, fenomena bediding berkaitan erat dengan kondisi atmosfer yang umum terjadi saat kemarau. Pada periode ini, curah hujan berkurang dan langit cenderung cerah, yang berarti tidak banyak awan yang menahan panas.

Sehingga, panas dari permukaan bumi lebih mudah dilepaskan ke atmosfer pada malam hari yang menyebabkan suhu turun drastis menjelang pagi. Selain itu, kondisi kering ini juga menyebabkan uap air di permukaan bumi sangat sedikit.

Uap air berperan menyimpan panas di atmosfer dan ketika kandungan uap air rendah, maka tidak ada media yang cukup menahan panas radiasi balik dari bumi. Akibatnya, udara di dekat permukaan pun ikut mendingin.

Suhu udara akan meningkat tajam saat siang karena minimnya awan membuat radiasi matahari langsung mencapai permukaan bumi. Inilah sebabnya bediding biasanya disertai siang yang terik, kondisi khas musim kemarau di Indonesia.

Jarak bumi ke matahari saat aphelion hanya berbeda sekitar 3 persen dibanding saat perihelion. Perbedaan ini tidak cukup signifikan untuk menyebabkan perubahan suhu udara secara ekstrem. Suhu yang turun di Indonesia lebih dipengaruhi oleh dinamika atmosfer seperti angin muson, kelembapan rendah, serta tutupan awan yang sedikit.

Cuaca dingin yang dirasakan masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sebenarnya merupakan hal yang wajar dan terjadi setiap musim kemarau, yakni sekitar bulan Juli hingga September. Dengan demikian, cuaca dingin belakangan ini bukan karena Aphelion.

Suhu dingin tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

– Mulai memasuki musim kemarau, yang ditandai dengan dominasi angin timuran (Monsoon Australia).
– Langit cerah yang mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer saat malam hari.
– Hujan yang masih terjadi di beberapa wilayah turut menambah rasa dingin karena membawa massa udara dingin dari awan ke permukaan dan menghalangi pemanasan sinar matahari.

BMKG juga mencatat bahwa musim kemarau tahun ini tergolong tidak biasa. BMKG menyebut sebagian besar wilayah Indonesia mengalami kemarau basah, yaitu musim kemarau dengan curah hujan di atas normal akibat pengaruh suhu muka laut yang tetap hangat dan gelombang atmosfer aktif.

Kondisi ini diprediksi berlangsung hingga Oktober 2025 dan berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor, terutama di wilayah yang masih sering diguyur hujan.

Fenomena Bediding

Bukan karena Aphelion

Musim Kemarau Tidak Biasa

Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi
Gambar ilustrasi

Penurunan suhu ini dipengaruhi oleh sejumlah faktor atmosferik, mulai dari minimnya tutupan awan, kelembapan udara yang rendah, hingga adanya aliran angin kering dari Australia yang sedang mengalami musim dingin.

Menurut BMKG, fenomena bediding berkaitan erat dengan kondisi atmosfer yang umum terjadi saat kemarau. Pada periode ini, curah hujan berkurang dan langit cenderung cerah, yang berarti tidak banyak awan yang menahan panas.

Sehingga, panas dari permukaan bumi lebih mudah dilepaskan ke atmosfer pada malam hari yang menyebabkan suhu turun drastis menjelang pagi. Selain itu, kondisi kering ini juga menyebabkan uap air di permukaan bumi sangat sedikit.

Uap air berperan menyimpan panas di atmosfer dan ketika kandungan uap air rendah, maka tidak ada media yang cukup menahan panas radiasi balik dari bumi. Akibatnya, udara di dekat permukaan pun ikut mendingin.

Suhu udara akan meningkat tajam saat siang karena minimnya awan membuat radiasi matahari langsung mencapai permukaan bumi. Inilah sebabnya bediding biasanya disertai siang yang terik, kondisi khas musim kemarau di Indonesia.

Fenomena Bediding

Gambar ilustrasi

Jarak bumi ke matahari saat aphelion hanya berbeda sekitar 3 persen dibanding saat perihelion. Perbedaan ini tidak cukup signifikan untuk menyebabkan perubahan suhu udara secara ekstrem. Suhu yang turun di Indonesia lebih dipengaruhi oleh dinamika atmosfer seperti angin muson, kelembapan rendah, serta tutupan awan yang sedikit.

Cuaca dingin yang dirasakan masyarakat Indonesia, khususnya di wilayah selatan khatulistiwa, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, sebenarnya merupakan hal yang wajar dan terjadi setiap musim kemarau, yakni sekitar bulan Juli hingga September. Dengan demikian, cuaca dingin belakangan ini bukan karena Aphelion.

Suhu dingin tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti:

– Mulai memasuki musim kemarau, yang ditandai dengan dominasi angin timuran (Monsoon Australia).
– Langit cerah yang mempercepat pelepasan panas dari permukaan bumi ke atmosfer saat malam hari.
– Hujan yang masih terjadi di beberapa wilayah turut menambah rasa dingin karena membawa massa udara dingin dari awan ke permukaan dan menghalangi pemanasan sinar matahari.

Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.

Bukan karena Aphelion

Gambar ilustrasi

BMKG juga mencatat bahwa musim kemarau tahun ini tergolong tidak biasa. BMKG menyebut sebagian besar wilayah Indonesia mengalami kemarau basah, yaitu musim kemarau dengan curah hujan di atas normal akibat pengaruh suhu muka laut yang tetap hangat dan gelombang atmosfer aktif.

Kondisi ini diprediksi berlangsung hingga Oktober 2025 dan berpotensi memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor, terutama di wilayah yang masih sering diguyur hujan.

Musim Kemarau Tidak Biasa

Gambar ilustrasi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *