Kaum Kurdi, dengan jumlah populasi yang diperkirakan mencapai 25 hingga 30 juta jiwa, merupakan kelompok etnis terbesar di dunia yang belum memiliki negara sendiri. Mereka tersebar di Irak, Iran, Suriah, dan Turki. Fragmentasi dan kepentingan regional yang kompleks ini selalu menjadikan isu Kurdi di Timur Tengah sebagai isu yang sangat sensitif dan kerap kali bersifat eksplosif. Namun kini, sebuah titik balik tampaknya mulai tampak di cakrawala.
Partai Pekerja Kurdistan PKK di Turki, yang sejak tahun 1984 telah mengobarkan perjuangan bersenjata demi hak-hak Kurdi melawan negara Turki. Kini mereka menyatakan bahwa konflik tersebut kini telah berakhir dan mereka tengah memulai proses pelucutan senjata. Pada hari Jumat (11/07) , sebanyak 30 pejuang PKK—baik pria maupun perempuan—secara simbolis meletakkan senjata mereka dan menghancurkannya di Dukan, wilayah Kurdistan Irak.
Pemerintah Turki menyambut gembira langkah ini, menganggapnya sebagai tonggak sejarah penting dan peluang untuk masa depan yang bebas dari teror. Pemerintah menjanjikan dukungan terhadap proses pelucutan senjata, stabilitas, dan rekonsiliasi. Bahkan sebelumnya, Abdullah Öcalan, pemimpin PKK yang telah dipenjara sejak 1999, telah menyerukan kepada para pengikutnya agar mengakhiri perjuangan bersenjata, karena penolakan terhadap eksistensi kaum Kurdi yang menjadi akar konflik, menurutnya, kini sudah tidak relevan lagi.
Apakah ini akan menjadi awal dari sebuah era perdamaian baru bagi persoalan Kurdi yang telah lama menemui jalan buntu? Dan langkah-langkah apa yang diperlukan untuk mencapainya?
Dalam pernyataannya pada hari Kamis (10/7), PKK menegaskan bahwa pelucutan senjata hanyalah awal dari sebuah proses panjang, yang keberhasilannya sangat bergantung pada itikad baik dan respons konstruktif dari pemerintah Turki.
Aksi simbolik penyerahan senjata dianggap sebagai bukti nyata dari kehendak damai mereka, meskipun pihak Turki dinilai belum memenuhi “pekerjaan rumah” mereka. Untuk benar-benar melucuti dan membubarkan diri, PKK menyatakan bahwa langkah-langkah politik, hukum, dan sosial harus diambil oleh pemerintah Turki.
Secara konkret, PKK menuntut pembebasan pemimpin PKK Abdullah Öcalan sebagai syarat utama dalam proses perdamaian yang sejati. Mereka juga menyerukan perubahan dalam undang-undang pidana yang memungkinkan pembebasan ribuan tahanan politik Kurdi, terutama yang sudah lanjut usia dan sakit. Untuk para pejuang yang menyerahkan senjata, PKK menuntut amnesti dan peluang untuk beralih ke jalur politik legal.
Namun hingga kini, pemerintah Turki belum mengambil langkah-langkah konkret. Ankara ingin terlebih dahulu memastikan bahwa pelucutan senjata dan pembubaran PKK benar-benar serius.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdoan (dari Partai AKP) dan mitra koalisinya, Devlet Bahçeli, ketua Partai MHP yang ultranasionalis, juga harus mengamankan dukungan dari partai dan masyarakat. Setelah lebih dari 40 tahun konflik dengan korban jiwa mencapai lebih dari 40.000 orang, meyakinkan masyarakat bukanlah perkara mudah.
Direktur Institut Riset Politik dan Sosial di Diyarbakir, Vahap Cokun melihat pendekatan hati-hati ini sebagai sesuatu yang wajar. Dalam proses perdamaian yang sulit, kepercayaan timbal balik biasanya tumbuh secara perlahan, seiring dengan saling adanya keterbukaan dari kedua belah pihak. Hambatan pertama, yakni dimulainya proses pelucutan senjata, kini telah terlampaui.
Negosiasi dengan organisasi yang selama ini oleh negara dianggap sebagai “musuh nomor satu” merupakan tantangan luar biasa. Pemerintah Turki kini berada tepat dalam situasi seperti itu. Karena itulah Erdoan menekankan bahwa PKK harus membubarkan seluruh struktur organisasinya terlebih dahulu sebelum Ankara dapat mengambil langkah berikutnya.
Menurut Partai DEM yang pro-Kurdi, sebuah komisi di parlemen Turki akan dibentuk pada minggu depan. Setelah reses musim panas berakhir pada bulan Oktober, komisi ini akan mulai merancang proposal untuk “proses masyarakat demokratis dan damai”.
Dalam diskusi ini juga akan dibahas nasib pemimpin PKK Abdullah Öcalan dan para pejuang lainnya. Jumlah mereka tidak pasti, tetapi diperkirakan berkisar antara 2.500 hingga 5.000 orang. Sementara itu, jumlah pasti dan lokasi senjata mereka juga belum sepenuhnya diketahui.
Cokun memperkirakan bahwa dalam beberapa bulan mendatang, kelompok-kelompok kecil beranggotakan 40–50 pejuang akan turun dari pegunungan dan menyerahkan senjata mereka. Media yang dekat dengan pemerintah melaporkan bahwa lokasi tertentu akan ditetapkan untuk penyerahan senjata, yang akan diawasi bersama oleh pemerintah pusat Irak dan otoritas wilayah otonom Kurdistan.
Di tempat-tempat ini, senjata akan didata dan dihancurkan untuk mencegah agar tidak jatuh ke tangan kelompok Kurdi lainnya. Pemerintah otonom Kurdi di Irak mendukung proses pendekatan ini antara Ankara dan PKK.
Meski menyetujui rencana ini, PKK tidak ingin serta-merta melepaskan seluruh kendali mereka. Sebagian pejuang mereka mungkin akan bergabung dengan organisasi saudara seperti “Partai Kehidupan Bebas di Kurdistan” (PJAK) di Iran atau milisi Kurdi “Unit Perlindungan Rakyat” (YPG) di Suriah. Hal ini terungkap dalam sebuah pernyataan pekan ini. Ankara sendiri memandang YPG sebagai cabang PKK di Suriah dan bertekad untuk mencegah hal tersebut.
Cokun menaruh optimisme terhadap keberhasilan proses perdamaian ini. Ia meyakini bahwa pemerintah dan PKK telah belajar dari kegagalan-kegagalan pendekatan di masa lalu. Dulu, proses negosiasi sering kali berlarut-larut tanpa hasil yang jelas. Kali ini, pemerintah ingin mempercepat prosesnya. Mulai Oktober, ketika parlemen kembali bersidang, upaya untuk mencari solusi politik akan dimulai. “Untuk itu, perubahan dalam hukum pidana Turki, khususnya hukum antiterorisme dan pelaksanaan hukuman, sangatlah dibutuhkan,” jelas Cokun.
Partai DEM yang pro-Kurdi juga menuntut hak-hak yang lebih besar bagi rakyat Kurdi dan pengakuan atas identitas mereka, yang berarti perlunya perubahan dalam konstitusi Turki.
Proses perdamaian ini tidak hanya akan berdampak pada dinamika politik dalam negeri, tetapi juga pada hubungan internasional Turki. Cokun percaya bahwa hubungan Ankara dengan komunitas Kurdi di Irak dan Suriah bisa membaik. Hubungan Turki dengan Kurdi Irak pada dasarnya baik, namun kerap terganggu oleh aktivitas PKK di wilayah tersebut. Pemerintahan otonom Kurdi di Suriah juga selama ini dipandang Turki sebagai ancaman besar karena hubungan erat mereka dengan PKK. Namun kini, situasi itu bisa berubah.
Selain itu, isu Kurdi juga kerap dijadikan alat tekanan terhadap Turki oleh pihak luar. Cokun meyakini bahwa penyelesaian konflik Kurdi dapat memberi Ankara ruang gerak lebih besar dalam politik luar negeri. Hal ini berpotensi menjadikan Turki pemain yang lebih penting di kawasan Timur Tengah.
Sebuah pernyataan bersejarah dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdoan dijadwalkan akan diumumkan pada hari Sabtu ini. Namun masih belum jelas apakah pernyataan tersebut benar-benar akan mendorong proses perdamaian muda ini ke arah kemajuan dan apakah pelucutan senjata serta kemungkinan pembubaran PKK akan membawa ketenangan di kawasan Timur Tengah yang telah lama dilanda konflik.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman.
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Hendra Pasuhuk
Lihat juga Video ‘Turki Balas Aksi Teror dengan Menyerang Markas Militan Kurdi’: