Di kawasan Eropa dan Asia Tengah, rata-rata tingkat vaksinasi anak-anak mengalami stagnasi, atau bahkan menurun sebesar 1%, ungkap WHO dan UNICEF dalam laporan bersama mereka yang isinya sarat dengan kekhawatiran.
Para pejabat menyerukan kewaspadaan sekaligus memperingatkan, disinformasi secara masif yang menyebar luas, dan pemangkasan drastis bantuan internasional, semakin memperlebar kesenjangan cakupan vaksinasi — dengan dampak mempertinggi risiko bagi anak-anak.
Di daratan Eropa, jumlah kasus pertusis (batuk rejan) melonjak tiga kali lipat menjadi hampir 300.000 kasus pada tahun 2024, sementara infeksi campak meningkat dua kali lipat, menjadi lebih dari 125.000, terang WHO, menyusul menurunnya cakupan vaksinasi yang kian mengkhawatirkan.
Sementara itu, disebutkan hanya sembilan negara saja — yakni Nigeria,India, Sudan, Republik Demokratik Kongo, Etiopia, Indonesia, Yaman, Afghanistan, dan Angola — sudah menyumbang kuota lebih dari separuh jumlah anak yang belum divaksinasi di seluruh dunia.
“Jutaan anak masih belum memiliki perlindungan terhadap penyakit-penyakit yang sebetulnya dapat dicegah,” ujar Direktur Eksekutif UNICEF, Catherine Russell, dalam sebuah pernyataan. “Itu seharusnya menjadi kegelisahan kita semua.”
Laporan kesehatan ini hadir di tengah kenyataan pahit, dua puluh lima tahun setelah WHO menyatakan campak telah berhasil dieliminasi dari Amerika Serikat, negeri itu kini menghadapi tahun terburuk dalam sejarah penyakit tersebut.
Amerika Serikat hingga saat ini, telah mencatat 1.288 kasus campak pada tahun 2025, demikian dilaporkan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada pekan lalu, seiring menyebarnya penyakit yang sesungguhnya dapat dicegah melalui vaksinasi.
Dikutip dari Antara, pada bulan April 2025, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah anak yang belum menerima satu dosis vaksin apapun (zerodose), meningkat menjadi sekitar 900 ribu anak. Angka ini pernah turun dari lebih satu juta pada 2022, menjadi 600 ribu pada 2023, namun pada 2024–2025 angkanya kembali naik.
Dalam laporan terbarunya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, Indonesia menempati peringkat ke-6 secara global dalam jumlah anak yang tergolong zero-dose—yakni mereka yang belum pernah menerima satu pun dosis vaksin DPT (difteri, batuk rejan, tetanus). Antara tahun 2019 hingga 2023, diperkirakan ada sekitar 1,3 juta anak di Indonesia yang tidak mendapat suntikan pertama vaksin ini. Angka tersebut menjadi cerminan bahwa masih ada tantangan besar dalam menjangkau kelompok masyarakat yang belum terlindungi sama sekali oleh imunisasi dasar.
Tahun 2024–2025, pemerintah meluncurkan kembali kampanye imunisasi kejar, seperti “Sepekan Mengejar Imunisasi”, imunisasi massal, dan digitalisasi data lewat aplikasi ASIK/SatuSehat.
Menurut PBB, vaksinasi mampu mencegah antara 3,5 hingga 5 juta kematian setiap tahunnya — angka yang menggambarkan betapa nyawa demi nyawa bisa diselamatkan, andaikata perlindungan dasar ini tak terampas.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Ayu Purwaningsih
Editor: Agus Setiawan
(ita/ita)