Polisi mengungkap sosok EF alias YA (40) atau yang kerap dipanggil korban dengan sebutan ‘Ayah Juna’ dalam kasus dugaan MK (7) yang ditemukan di Pasar Kebayoran Lama, . Disebutkan, EF bukanlah seorang pria melainkan merupakan pasangan sejenis dari ibu korban MK.
Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak, AKP M Prasetyo, menjelaskan bahwa kedua pelaku bukan pasangan suami istri, melainkan pasangan sesama jenis. Sebelumnya tersangka ‘Ayah Juna’ dikira merupakan seorang pria.
“Mereka pasangan sejenis dan pelaku EF ini mengaku bernama Yusuf Arjuna atau Ayah Juna,” kata Prasetyo melalui keterangannya, Sabtu (13/9/2025).
Sebelumnya diberitakan, polisi menetapkan dua orang tersangka terkait kasus itu. Kedua tersangka, yakni ibu kandung korban berinisial SNK (42) dan EF.
Adapun penyelidikan bermula saat korban ditemukan dalam kondisi mengenaskan oleh warga di Pasar Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, pada Rabu (11/6) lalu. Saat itu tubuh bocah MK penuh luka, mengalami patah tulang, hingga terdapat bekas luka bakar di wajahnya.
Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri. Korban mengaku pernah sekolah di TK Masyitoh di Balongbendo.
Bermodalkan informasi tersebut Bareskrim bersama Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Perak menyelidiki ke lokasi. Polisi akhirnya mendapat identitas korban dari tempat tersebut.
Polisi kemudian mencari informasi ke PT KAI. Di situ penyidik menemukan bukti manifest perjalanan kereta dari Stasiun Pasar Turi Surabaya menuju Jakarta yang mencatat keberangkatan EF atau Ayah Juna bersama korban.
Polisi kemudian mencari keberadaan para pelaku. Hingga akhirnya keduanya berhasil diamankan pada sebuah indekos di Desa Parengan, Sidoarjo, Jawa Timur.
“Kami amankan keduanya di tempat kos di Desa Parengan, Krian, Sidoarjo,” ucap Prasetyo.
Diketahui pelaku sering memukul, menendang, membanting, menyiram bensin dan membakar wajah korban MK di kebun tebu. Tak hanya itu, korban juga dipukul dengan kayu hingga tulangnya patah, membacok dengan golok, hingga menyiram tubuh korban dengan air panas.
“Saat ini proses penyidikan sedang dilakukan di Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri,” pungkas Prasetyo.
Sebelumnya, Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah menyebut korban mengaku sang ibu turut mengetahui perbuatan pelaku, bahkan setuju meninggalkan korban di Jakarta.
“Dalam kesaksiannya, korban dengan lirih berkata, ‘Aku tidak mau bertemu Ayah Juna, aku mau dia dikubur dan dikasih kembang’,” kata Nurul melalui keterangannya, Rabu (10/9/2025) malam.
Nurul menuturkan tersangka EF alias YA telah mengakui perbuatannya. Sementara SNK juga mengakui perannya dalam penelantaran korban.
Akibat perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan Pasal 76 B juncto 77 B dan Pasal 76 C juncto 80 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Serta Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta.
Pengasuhan MK kini telah dialihkan kepada Dinas Sosial (Dinsos). Pengalihan dilakukan untuk menjamin dan mencukupi hak MK menjalani pemulihan.
“Untuk menjamin keselamatan dan mencukupi hak korban, pengasuhan sementara dialihkan kepada Dinas Sosial melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau shelter yang telah terakreditasi,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko melalui keterangannya, Rabu (13/8/2025).
Dia mengungkap kondisi fisik MK saat ini sudah jauh lebih baik dari sejak awal ditemukan. Sebab, beberapa tindakan medis seperti operasi telah dilakukan.
Namun, hingga kini, pendampingan psikologis terhadap korban terus diberikan. Hal itu untuk memulihkan trauma korban secara menyeluruh.
“Yang bersangkutan masih menjalani perawatan medis lanjutan dan pendampingan psikososial oleh psikolog dan pekerja sosial, karena pemulihan fisik, psikologis, dan trauma belum sepenuhnya selesai,” jelas Trunoyudo.
Polisi kemudian mencari informasi ke PT KAI. Di situ penyidik menemukan bukti manifest perjalanan kereta dari Stasiun Pasar Turi Surabaya menuju Jakarta yang mencatat keberangkatan EF atau Ayah Juna bersama korban.
Polisi kemudian mencari keberadaan para pelaku. Hingga akhirnya keduanya berhasil diamankan pada sebuah indekos di Desa Parengan, Sidoarjo, Jawa Timur.
“Kami amankan keduanya di tempat kos di Desa Parengan, Krian, Sidoarjo,” ucap Prasetyo.
Diketahui pelaku sering memukul, menendang, membanting, menyiram bensin dan membakar wajah korban MK di kebun tebu. Tak hanya itu, korban juga dipukul dengan kayu hingga tulangnya patah, membacok dengan golok, hingga menyiram tubuh korban dengan air panas.
“Saat ini proses penyidikan sedang dilakukan di Direktorat Tindak Pidana PPA dan PPO Bareskrim Polri,” pungkas Prasetyo.
Sebelumnya, Direktur PPA dan PPO Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah menyebut korban mengaku sang ibu turut mengetahui perbuatan pelaku, bahkan setuju meninggalkan korban di Jakarta.
“Dalam kesaksiannya, korban dengan lirih berkata, ‘Aku tidak mau bertemu Ayah Juna, aku mau dia dikubur dan dikasih kembang’,” kata Nurul melalui keterangannya, Rabu (10/9/2025) malam.
Nurul menuturkan tersangka EF alias YA telah mengakui perbuatannya. Sementara SNK juga mengakui perannya dalam penelantaran korban.
Akibat perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan Pasal 76 B juncto 77 B dan Pasal 76 C juncto 80 UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Serta Pasal 354 KUHP tentang Penganiayaan Berat dengan ancaman hukuman maksimal 8 tahun penjara dan denda hingga Rp 100 juta.
Pengasuhan MK kini telah dialihkan kepada Dinas Sosial (Dinsos). Pengalihan dilakukan untuk menjamin dan mencukupi hak MK menjalani pemulihan.
“Untuk menjamin keselamatan dan mencukupi hak korban, pengasuhan sementara dialihkan kepada Dinas Sosial melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau shelter yang telah terakreditasi,” kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko melalui keterangannya, Rabu (13/8/2025).
Dia mengungkap kondisi fisik MK saat ini sudah jauh lebih baik dari sejak awal ditemukan. Sebab, beberapa tindakan medis seperti operasi telah dilakukan.
Namun, hingga kini, pendampingan psikologis terhadap korban terus diberikan. Hal itu untuk memulihkan trauma korban secara menyeluruh.
“Yang bersangkutan masih menjalani perawatan medis lanjutan dan pendampingan psikososial oleh psikolog dan pekerja sosial, karena pemulihan fisik, psikologis, dan trauma belum sepenuhnya selesai,” jelas Trunoyudo.