Gubernur DKI Jakarta berencana untuk mengganti nama rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi RS Internasional. Anggota Komisi E DPRD DKI Jakarta F-PKS menyebut syarat pemberian nama RS Internasional diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan.
“Kami apresiasi gagasan Guberbur DKI tersebut. Syarat untuk menjadi Rumah Sakit Internasional di Indonesia diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 30 tahun 2019 tentang rumah sakit,” kata Aziz kepada wartawan, Minggu (21/4/2025).
Aziz mengatakan pada pasal 55 UU 30/2019 itu dalam ayat (4) poin A disebutkan bahwa dilarang menambahkan kata internasional. Dia meminta Pramono mengikuti aturan itu.
Berikut bunyi pasalnya:
(4) Pemberian nama Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:
a. menambahkan kata internasional, international, kelas dunia, world class, global, dan/atau yang disebut nama lainnya yang bermakna sama;
“Gubernur harus mematuhi Permenkes tersebut terkait penamaan rumah sakit yang tercantum pada pasal 55 terlampir, tentang larangan nama rumah sakit menambahkan kata internasional,” tutur dia.
Pada Permenkes Nomor 3 Tahun 2020 larangan penggunaan kata internasional pada rumah sakit juga masih dilarang. Pemberian nama rumah sakit dijelaskan harus memperhatikan norma agama, sosial budaya, dan etika. Aturan tersebut termaktub pada pasal 54 ayat 4, berikut isinya:
(4) Pemberian nama Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang:
a. menambahkan kata internasional, international, kelas dunia, world class, global, dan/atau sebutan nama lainnya yang bermakna sama; dan/atau
b. menggunakan nama orang yang masih hidup
Aziz menilai memenuhi keinginan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang baik lebih utama daripada mengganti nama rumah sakti. Dia berharap pelayanan kesehatan di Jakarta ditingkatkan.
“Tapi menurut kami yang jauh lebih penting, lebih esensi sesuai keinginan masyarakat. DKI dari sekedar berganti nama adalah meningkatkan pelayanan dan kapasitas,” tutur dia.
Menurut Aziz, warga masih mengeluhkan pelayanan rumah sakit umum daerah di Jakarta. Salah satunya, kata dia, masih terjadi antrean panjang di Instalasi Gawat Darurat (IGD).
“Sampai saat ini masih terjadi antrean panjang di IGD RSUD kita dan masih banyak kita temui keluhan terkait pelayanan,” kata Aziz.
“Saran kami agar Pak Gubernur lebih fokus untuk segera meningkatkan pelayanan RSUD dan Puskesmas-Puskesmas di DKI daripada hanya memikirkan untuk mengganti nama RSUD,” imbuhnya.
Pramono Anung berencana mengganti nama rumah sakit umum daerah (RSUD) menjadi ‘rumah sakit internasional’. Menurutnya, penggunaan nama RSUD dapat menurunkan penilaian terhadap rumah sakit tersebut.
“Dalam rapat saya memutuskan ‘udah nggak boleh lagi pakai kata RSUD’ karena memakai kata RSUD itu mengecilkan diri sendiri,” kata Pramono dalam halalbihalal dengan Muhammadiyah DKI Jakarta di Salemba, Jakarta Pusat, Sabtu (19/4).
Ia pun mencontohkan pada saat ia mendaftarkan diri untuk mengikuti checkup sebagai syarat mencalonkan diri sebagai Gubernur Jakarta di RSUD Tarakan. Menurutnya, RSUD Tarakan memiliki fasilitas dan alat yang saat memadai untuk pasien.
“Contohnya RSUD Tarakan. Ketika saya mengajukan syarat menjadi gubernur, harus checkup di RSUD Tarakan. Fasilitasnya bagus banget, tempatnya bagus banget, begitu namanya menjadi RSUD, maka grade-nya menjadi turun,” ungkapnya.
“Kenapa nggak dinaikkan saja menjadi ‘Rumah Sakit Internasional Tarakan’. Pasti akan beda,” lanjutnya.