Catatan CSIS soal Setahun Pemerintahan Prabowo-Gibran

Posted on

(CSIS) Indonesia memaparkan sejumlah catatan di satu tahun pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka. CSIS Indonesia menyampaikan ada program yang perlu dievaluasi, mulai program makan bergizi gratis hingga perihal permasalahan di Papua.

Catatan mengenai program MBG disampaikan Medelina K Hendytio selaku Wakil Direktur Bidang Operasional CSIS. Medelina mengatakan pihaknya melihat terjadi permasalahan dalam pelaksanaan MBG di daerah.

“Kita juga melihat persoalan-persoalan MBG yang tidak perlu saya sebutkan di sini, banyak terjadi di daerah-daerah karena negara kita yang besar ini lalu jarak yang jauh antara pusat dan daerah,” kata Medelina dalam diskusi CSIS Media Briefing dilihat di kanal YouTube CSIS Indonesia, Rabu (22/10/2025).

Medelina mengatakan permasalahan itu menimbulkan berbagai pertanyaan mengenai kesiapan di daerah. Medelina juga menyoroti aturan hukum mengenai MBG.

“Menimbulkan pertanyaan kesiapan dan dukungan daerah untuk mengimplementasikan kebijakan pusat. MBG payung hukum dibuatnya belakang, persoalan standar yang harusnya menjadi pegangan sehingga semua menjalankan dengan aturan dan kriteria yang jelas yang kemudian menjadi persoalan,” kata Medelina.

Di bidang politik, CSIS Indonesia juga membeberkan sejumlah catatan. Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial Arya Fernandes melihat ada policy trade off soal kabinet yang ramping atau gemuk.

“Saya melihat ada policy trade off, yang tidak mudah dilakukan pemerintah Prabowo-Gibran dan trade off terjadi di 3 aspek apakah pemerintah akan membangun kabinet yang ramping atau gemuk,” ujarnya.

“Sejak awal negosiasinya di situ terutama setelah Presiden terpilih sebelum ditetapkan sampai pemerintahan baru dilantik trade off-nya berapa jumlah kementerian yang dibentuk,” sambungnya.

Arya mengatakan pemerintahan Prabowo-Gibran ini juga terjadi policy switching di alokasi infrastruktur. Dia menyebutkan pemerintahan Prabowo terjadi pengurangan yang cukup besar di alokasi infrastruktur dari APBN.

“Kalau kita lihat yang kentara juga adalah policy switching, Switching-nya adalah terutama struktur fiskal, sebelumnya alokasi fiskal untuk infrastruktur program infrastruktur itu cukup besar ya sekarang terjadi pengurangan yang cukup dalam terutama dari alokasi anggaran APBN,” ujar Arya.

Tak hanya itu, CSIS juga menyoroti ada remiliterisasi ruang sipil. Peneliti Departemen Politik dan Perubahan Sosial D Nicky Fahrizal mengatakan remiliterisasi ruang sipil di era Prabowo Gibran meliputi ketahanan pangan, aspek infrastruktur, dan pendidikan.

Di bidang pangan, kata Nicky, militer dilibatkan dalam program makan bergizi gratis dan food estate. Sementara dalam aspek infrastruktur seperti Koperasi Merah Putih dan di bidang pendidikan melalui kegiatan pembinaan nilai-nilai kedisiplinan.

“Dalam aspek ketahanan pangan kita bisa melihat bahwa penguatan ketahanan pangan lokal itu fokusnya keterlibatan di dalam distribusi sumber daya contoh itu adalah program MBG dan food estate, sedangkan dalam aspek infrastruktur meliputi infrastruktur pembangunan sipil seperti Koperasi Merah Putih,” ujarnya.

“Dalam pendidikan juga berperan dalam bidang pendidikan dan sosialisasi melalui kegiatan pembinaan nilai-nilai kedisiplinan apabila kita melihat kasus dalam beberapa yang lalu mengenai program anak nakal, masuk ini program militer dalam pendidikan,” imbuhnya.

Kemudian, Nicky juga mengatakan sampai saat ini Prabowo belum mengumumkan Komite Reformasi Kepolisian. Nicky mengatakan Prabowo belum menyampaikan perkembangan mengenai rencana pembentukan komite tersebut.

“Komite Reformasi bentukannya Pak Prabowo tapi sampai dengan saat ini memang belum ada pengumumannya, kita perlu menagih kejelasan kepada Prabowo sejauh mana rencana pembentukan Komite Reformasi akan dijalankan, karena konsistensi Presiden menjadi penentu arah keberlanjutan reformasi agar inisiatif ini tidak mandek di tengah jalan atau sekadar berhenti sebagai wacana,” ujarnya.

Terakhir, catatan CSIS mengenai permasalahan di Papua. Vidhyandika D Perkasa selaku Peneliti senior Departemen Politik dan Perubahan Sosial menyoroti situasi keamanan dari konflik separatis tidak membaik.

“Akar permasalahan tidak ditangani, pembangunan fisik di Papua tidak mengurangi konflik karena mengabaikan masalah utama, keadilan, dialog sosial, dan akuntabilitas terhadap pelaku kekerasan negara masa lalu,” ujar Vidhyandika.

Vidhyandika mengatakan yang saat ini terjadi adalah penambahan wilayah operasi dari aparat justru membuat kelompok dari TPNPB-OPM juga bertumbuh. Dia menyebutkan dialog juga tidak terbentuk di Papua.

“Penambahan wilayah operasi dari aparat justru membuat kelompok dari TPNPB-OPM juga bertumbuh. Trust tidak ada karena masalah kekerasan itu. Dialog tidak terbentuk karena minim belum intensif. Pemerintah harus prioritaskan dialog inklusif dengan tokoh adat, agama, pemuda, dan kelompok terpinggirkan di Papua. Namun belum secara intensif dilakukan,” katanya.

Lebih lanjut, dia juga menyoroti dua lembaga HAM. Dia mengatakan dua lembaga HAM saat ini sangat lemah karena belum bisa berfungsi untuk melindungi kepentingan masyarakat sipil.

“Dampak pembangunan tidak inklusif tidak melibatkan masyarakat dan kita punya dua lembaga HAM, Kementerian HAM, dan Komnas HAM yang sama sekali menurut saya sangat lemah mereka belum bisa berfungsi untuk melindungi kepentingan masyarakat sipil,” katanya.

“Jadi sebagai kesimpulannya, saya melihat bahwa strategi keamanan Prabowo cenderung mengulang kesalahan pemerintah sebelumnya tanpa mengatasi akar permasalahan yaitu ketidakadilan, kesenjangan, dan trauma historis yang mendalam di masyarakat Papua,” tambahnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *