Perang Menggila, 30 Juta Warga Sudan Butuh Bantuan

Posted on

Lebih dari separuh penduduk saat ini membutuhkan bantuan kemanusiaan di tengah pertempuran yang melanda negara Afrika timur laut itu.

Sejak pecah pada April 2023, perang antara tentara Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), telah menewaskan puluhan ribu orang. Perang tersebut juga telah membuat hampir 12 juta orang mengungsi, dan memicu salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.

“Kami melihat situasi di mana lebih dari 30 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Jumlah tersebut setara dengan separuh penduduk Sudan,” kata Sekretaris Jenderal Dewan Pengungsi Denmark, Charlotte Slente, setelah kunjungan ke wilayah perbatasan di negara tetangga, Chad.

“Penderitaan yang kami saksikan sungguh tak terbayangkan,” ujar kepala NGO tersebut, dilansir kantor berita AFP, Sabtu (15/11/2025).

Sudan memiliki populasi sekitar 50 juta jiwa pada tahun 2024, menurut Bank Dunia.

Komentar pejabat NGO tersebut muncul setelah kunjungan ke daerah di Chad yang berbatasan dengan wilayah di Sudan bagian barat, yang belakangan ini dilanda pertempuran sengit.

Kekerasan telah meningkat drastis dalam beberapa pekan terakhir. RSF menguasai kota penting El-Fasher — benteng terakhir tentara Sudan di Darfur — setelah pengepungan selama 18 bulan dan laporan kekejaman yang terus bertambah.

“Ada pelanggaran yang melanggar semua hukum kemanusiaan internasional,” imbuh Slente.

Slente mengatakan NGO tersebut telah melihat bukti dan kekerasan seksual di.

“Kami melihat penahanan, penculikan, pemindahan paksa, dan penyiksaan,” kata Slente.

Ia menuduh komunitas internasional tidak berbuat cukup.

Ia pun memperingatkan bahwa masih ada kota-kota lain yang masih dikepung dan tidak mendapatkan perhatian yang sama.

Kota Babanusa, benteng terakhir tentara di negara bagian Kordofan Barat, telah dikepung selama beberapa bulan, begitu pula ibu kota negara bagian Kordofan Utara, El-Obeid, serta Kadugli dan Dilling di Kordofan Selatan.

“Kami melihat penahanan, penculikan, pemindahan paksa, dan penyiksaan,” kata Slente.

Ia menuduh komunitas internasional tidak berbuat cukup.

Ia pun memperingatkan bahwa masih ada kota-kota lain yang masih dikepung dan tidak mendapatkan perhatian yang sama.

Kota Babanusa, benteng terakhir tentara di negara bagian Kordofan Barat, telah dikepung selama beberapa bulan, begitu pula ibu kota negara bagian Kordofan Utara, El-Obeid, serta Kadugli dan Dilling di Kordofan Selatan.