Ahli di bidang klasifikasi barang dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Sofyan Manahara, menyebut keuntungan importasi gula kristal putih (GKP) lebih tinggi dibanding gula kristal mentah (GKM). Sofyan menilai untuk mengejar kecepatan waktu importasi lebih tepat jika langsung ke GKP daripada GKM.
Hal itu disampaikan Sofyan Manahara saat dihadirkan sebagai ahli oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (17/6/2025). Duduk sebagai terdakwa, mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias .
“Terhadap adanya impor GKM yang diolah kemudian menjadi, oleh perusahaan gula rafinasi menjadi GKP, itu bagaimana ahli?” tanya jaksa.
“Tentu ketika ada satu kegiatan yang tidak sesuai dengan prosedur yang sebagaimana mestinya, menurut hemat kami, perlu dilakukan pengenaan sanksi,” jawab Sofyan.
“Biasa untuk sanksinya sendiri sanksi apa ahli? Apakah denda kah atau bagaimana?” tanya jaksa.
“Di dalam konteks kepabeanan bisa dikenakan sanksi berupa denda ataupun pengenaan kekurangan fiskal berdasarkan dari penelitian barang tersebut, artinya apakah barang tersebut memiliki perbedaan tarif yang lebih besar atau tidak. Tentu ketika perbedaan tarifnya lebih besar, maka akan terdapat potensi penagihan atas barang yang diimpor tersebut,” jawab Sofyan.
Jaksa lalu menanyakan pembebasan tarif bea masuk ke tiga perusahaan gula. Sofyan mengatakan fasilitas pembebasan tarif itu bisa dilakukan, namun tetap ada monitoring dan evaluasi pasca-importasi.
“Itu kan udah spesifik untuk hal apa pembebasan bea masuk tersebut diberikan, biasa terkait dengan uji coba pabrik, atau pabrik baru dan sebagainya. Memang untuk ini digunakan untuk impor yang mengubah GKM menjadi GKP ya ahli ya. Menurut pendapat ahli, bagaimana ahli? Apakah bisa dibenarkan terkait dengan adanya pembebasan bea masuk tersebut?” tanya jaksa.
“Tentu ketika suatu produk mendapatkan fasilitas berupa pembebasan bea masuk, itu dapat dilakukan tentu sesuai dengan ketentuan. Artinya proses itu bisa saja didapatkan pelaku usaha, namun tentu untuk kegiatan lebih lanjut pasca importasi,” kata Sofyan.
“Nah ini perlu ada monitoring dan evaluasi yang dilakukan, apakah skema pembebasan fasilitas bea masuk itu sudah sesuai ketentuan atau tidak. Ketika tidak sesuai dengan ketentuan, tentu perlu dilakukan tindak lanjut tindakan,” imbuhnya.
Jaksa lalu menanyakan mana yang lebih tepat antara langsung impor GKP atau GKM yang kemudian diolah menjadi GKP. Sofyan menilai lebih tepat jika importasi langsung ke GKP saat stok gula dalam negeri menipis untuk mengejar kecepatan waktu.
“Lanjut ahli ya, dalam konteks penugasan ketika mungkin harga gula tinggi atau stok dalam negeri menipis. Ini mana yang lebih tepat ahli ya, untuk impor GKP langsung atau impor GKM kemudian diubah menjadi GKP?” tanya jaksa.
“Dalam konteks kecepatan tentu saya berpendapat jika dilakukan importasi langsung sebagai GKP, karena kan proses untuk mengubah GKM menjadi GKP perlu waktu ya. Saya rasa untuk menjaga kestabilan tersebut, importasi yang lebih tepat adalah dilakukan importasi GKP,” jawab Sofyan.
Sofyan lalu menjelaskan jika tarif bea masuk untuk GKP lebih tinggi daripada GKM. Dia mengatakan tarif bea masuk untuk GKP sebesar Rp 790/kg sementara GKM sebesar Rp 550/kg.
“Selain itu, seperti yang telah kami sampaikan tadi, bahwa importasi GKP ini kan dikenakan bea masuk yang lebih tinggi daripada GKM sebagai bahan baku, di mana tujuan pengenaan bea masuk importasi GKP yang lebih tinggi ini tujuannya tadi, untuk proteksi petani tebu lokal, sehingga bisa terjamin produksi tebunya itu tersalurkan untuk memproduksi GKP,” ujar Sofyan.
“Nah, kalau kita perhatikan tadi nilai bea masuk untuk GKP di angka Rp 790/kg atau jika menggunakan A3 itu di kisaran 10 persen, sedangkan kalau importasi untuk GKM oleh perusahaan mungkin dilakukan dengan bea masuk Rp 550/kg atau 5 persen ketika menggunakan skema A3,” imbuhnya.
Sofyan mengatakan tarif bea masuk bisa 0 persen jika perusahaan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk. Dia mengatakan keuntungan bea masuk GKP lebih tinggi dibanding GKM.
“Bahkan tadi jika mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk melalui skema fasilitas BKPM, bahkan bisa sampai 0 persen. Nah berdasarkan hal tersebut, atas analisa kami, saya berpendapat terdapat beban fiskal yang dihindari sehingga dengan memasukkan, mengimpor gula kristal mentah,” ujar Sofyan.
“Kalau kita bicara dalam ranah pendapatan negara, penghasilan negara dari sisi importir ini, maka kemudian negara akan lebih diuntungkan kalau impornya GKP?” tanya Jaksa.
“Betul, karena nilai bea masuknya lebih tinggi,” ujar Sofyan.
Sebelumnya, jaksa mengungkap keterlibatan Tom Lembong dalam kasus dugaan impor gula yang merugikan negara Rp 578 miliar. Tom Lembong disebut menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait.
Tom Lembong pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.