Ancaman Terbaru Trump ke Hamas

Posted on

Jalan menciptakan perdamaian di masih berliku. Baru sepekan kesepakatan gencatan senjata, tensi tinggi melibatkan Israel, Amerika Serikat (AS), dan Hamas kembali terjadi.

Ketegangan terbaru berasal dari pernyataan Presiden AS Donald Trump yang bersumpah akan menghabisi Hamas. Ancaman keras ini dilontarkan Trump menyusul tudingannya bahwa kelompok Palestina itu masih melakukan penembakan mematikan di Jalur Gaza selama gencatan senjata berlangsung.

“Jika Hamas terus membunuh orang-orang di Gaza, yang bukan merupakan bagian kesepakatan, kita tidak memiliki pilihan selain masuk dan menghabisi mereka,” kata Trump dalam pernyataan terbaru via media sosial Truth Social, seperti dilansir AFP, Jumat (17/10/2025).

Dia tidak menjelaskan lebih lanjut soal maksud pernyataannya tersebut. Namun pada Rabu (15/10) waktu setempat, Trump mengatakan “kita tidak membutuhkan militer AS” untuk terlibat di Jalur Gaza.

Pernyataan terbaru Trump itu disampaikan beberapa hari setelah dia mengatakan bahwa penembakan yang dilakukan Hamas, termasuk eksekusi mati di depan umum, “tidak terlalu mengganggu saya” dan menggambarkannya sebagai pembunuhan anggota-anggota geng.

Sejak penarikan awal pasukan Israel di Jalur Gaza berdasarkan kesepakatan gencatan senjata yang didukung AS, Hamas telah memperketat cengkeramannya di kota-kota yang hancur, melancarkan penindakan keras, dan mengeksekusi orang-orang, yang dituduh menjadi kolaborator Israel, di jalanan.

Komandan Komando Pusat AS, Laksamana Brad Cooper, yang memimpin pasukan AS di Timur Tengah, pada Rabu (15/10) menuntut Hamas agar berhenti menembaki warga sipil Palestina dan mematuhi kesepakatan gencatan senjata Gaza.

Trump sebelumnya menunjukkan sikap santai terhadap praktik pembunuhan di luar hukum yang dilakukan Hamas saat gencatan senjata Gaza berlangsung.

“Sejujurnya, itu tidak terlalu mengganggu saya. Tidak apa-apa. Ini adalah beberapa geng yang sangat jahat. Sangat berbeda dengan negara lain,” kata Trump dalam rapat kabinet di Gedung Putih pada Selasa (14/10).

Saat berkunjung ke Israel dan Mesir pada Senin (13/10), Trump bahkan mengakui telah memberikan izin kepada Hamas untuk melakukan operasi keamanan internal di Jalur Gaza. “Mereka telah terbuka tentang hal itu. Dan kami memberikan mereka izin untuk jangka waktu tertentu,” ucapnya pada saat itu.

Israel dan Hamas saling menyalahkan atas pelanggaran gencatan senjata di Jalur Gaza. Tel Aviv mengeluhkan Hamas yang tidak mematuhi kesepakatan soal penyerahan jenazah semua sandera, sedangkan Hamas menuding Israel melanggar gencatan dengan melepas tembakan yang menewaskan puluhan orang.

Pertikaian mengenai penyerahan jenazah sandera, seperti dilansir Reuters, Jumat (17/10/2025), berpotensi menggagalkan gencatan senjata Gaza dan elemen-elemen lainnya yang belum terselesaikan, termasuk perlucutan senjata Hamas dan tata kelola Gaza di masa depan.

Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, harus menyerahkan total 48 sandera, yang terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup pada Senin (13/10). Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

Juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, mengatakan bahwa Israel tetap berkomitmen pada perjanjian tersebut dan terus memenuhi kewajibannya, serta menuntut Hamas mengembalikan 19 jenazah sandera sesuai kesepakatan.

Hamas, dalam pernyataannya, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian Gaza dan mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Hamas mengakui bahwa mereka membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

Pada Kamis (16/10), seorang pejabat senior Hamas menuduh Israel melanggar gencatan senjata dengan menewaskan sedikitnya 24 orang dalam rentetan penembakan sejak Jumat (10/10) lalu. Pejabat Hamas itu mengatakan daftar pelanggaran oleh Tel Aviv telah diserahkan kepada mediator.

“Negara pendudukan bekerja siang dan malam untuk melemahkan perjanjian melalui pelanggaran-pelanggaran di lapangan,” kata pejabat senior Hamas yang tidak disebut namanya tersebut.

Militer Israel belum menanggapi tuduhan tersebut. Namun Tel Aviv sebelumnya mengklaim pasukannya “melepaskan tembakan untuk meredakan ancaman” ketika sejumlah warga Palestina mengabaikan peringatan untuk tidak melanggar garis gencatan senjata di Jalur Gaza.

AS Mintah Hamas Hormati Kesepakatan Gencatan Senjata

Israel dan Hamas Saling Tuding Langgar Gencatan Senjata

Berdasarkan kesepakatan gencatan senjata Gaza yang berlaku sejak 10 Oktober, harus menyerahkan total 48 sandera, yang terdiri atas 20 sandera yang masih hidup dan 28 sandera yang sudah tewas.

Hamas telah menyerahkan semua 20 sandera yang masih hidup pada Senin (13/10). Sebagai imbalan, Israel membebaskan sebanyak 1.968 tahanan dan narapidana Palestina pada hari yang sama.

Namun dari 28 jenazah sandera yang masih ada di Jalur Gaza, Hamas baru menyerahkan sembilan jenazah sandera kepada Israel. Satu jenazah di antaranya yang diserahkan Hamas telah dipastikan oleh Tel Aviv, bukanlah sandera. Ini berarti masih ada 19 jenazah sandera yang belum diserahkan oleh Hamas.

Juru bicara pemerintah Israel, Shosh Bedrosian, mengatakan bahwa Israel tetap berkomitmen pada perjanjian tersebut dan terus memenuhi kewajibannya, serta menuntut Hamas mengembalikan 19 jenazah sandera sesuai kesepakatan.

Hamas, dalam pernyataannya, menegaskan pihaknya tetap berkomitmen pada perjanjian Gaza dan mengklaim telah menyerahkan semua jenazah sandera yang bisa ditemukan sejauh ini. Hamas mengakui bahwa mereka membutuhkan waktu karena beberapa jenazah terkubur di terowongan yang dihancurkan Israel, dengan yang lainnya tertimbun reruntuhan di Jalur Gaza.

Sayap bersenjata Hamas, Brigade Ezzedine Al-Qassam, mengatakan bahwa penyerahan lebih banyak jenazah sandera akan membutuhkan alat berat dan peralatan penggalian yang harus dibawa masuk ke Jalur Gaza, yang diblokade Israel.

Pada Kamis (16/10), seorang pejabat senior Hamas menuduh Israel melanggar gencatan senjata dengan menewaskan sedikitnya 24 orang dalam rentetan penembakan sejak Jumat (10/10) lalu. Pejabat Hamas itu mengatakan daftar pelanggaran oleh Tel Aviv telah diserahkan kepada mediator.

“Negara pendudukan bekerja siang dan malam untuk melemahkan perjanjian melalui pelanggaran-pelanggaran di lapangan,” kata pejabat senior Hamas yang tidak disebut namanya tersebut.

Militer Israel belum menanggapi tuduhan tersebut. Namun Tel Aviv sebelumnya mengklaim pasukannya “melepaskan tembakan untuk meredakan ancaman” ketika sejumlah warga Palestina mengabaikan peringatan untuk tidak melanggar garis gencatan senjata di Jalur Gaza.