Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian menyoroti kasus perundungan terhadap seorang siswa di yang berujung bunuh diri. Lalu mendorong evaluasi kurikulum pendidikan.
“Terkait kekerasan di SMA Garut ini, kami mendorong pendekatan restorative justice dan pemulihan psikososial bagi korban serta keluarga korban,” kata Lalu kepada wartawan, Rabu (22/7/2025).
“Sosialisasi intens tentang bahaya bullying dan penguatan peran masyarakat, termasuk orang tua dan media, harus terus digalakkan untuk menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman,” sambungnya.
Selain itu, Lalu menilai evaluasi kurikulum pendidikan perlu dilakukan. Menurut dia, pendidikan antikekerasan perlu diterapkan untuk mencegah peristiwa serupa terulang.
“Langkah-langkah ini juga dibarengi dengan evaluasi pelaksanaan kurikulum pendidikan, untuk memastikan nilai-nilai antikekerasan dan Pancasila tertanam kuat di kalangan siswa,” ujarnya.
Lebih lanjut, Lalu menyoroti implementasi dari regulasi Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Dia juga menilai perlu pembentukan dan penguatan Satgas Anti Bullying di setiap sekolah.
“Kasus kekerasan di sekolah, tentu harus ditangani dengan kolaborasi berbagai pihak, dengan KPAI dan pemerintah daerah. Pengawasan dan respons terhadap kasus kekerasan terhadap anak sekolah, harapan kita dapat dimaksimalkan dengan kerja sama itu,” tuturnya.
Sebelumnya, kasus seorang siswa SMAN 6 Garut, Jawa Barat, yang bunuh diri setelah diduga menjadi korban perundungan atau bullying berbuntut panjang. Kepala SMAN 6 Garut kini dinonaktifkan sementara.
Surat itu diterbitkan oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XI atas rekomendasi dari BKD Jawa Barat. Selama proses ini berlangsung, Dinas Pendidikan Jabar akan menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Sekolah sebagai pengganti sementara.
“Untuk proses pendalamannya ditargetkan selama kira-kira satu minggu, dan Tim Disiplin Pegawai dari BKD Jabar juga sudah mulai bekerja untuk mendalami administrasi kepegawaiannya sejak kemarin,” kata Kepala BKD Jabar Dedi Supandi, dilansir infoJabar, Sabtu (19/7).
Penonaktifan tersebut dilakukan untuk mempercepat proses pendalaman dan pemeriksaan internal. Dedi menyebutkan ada beda pendapat antara pihak orang tua dan sekolah terkait perundungan.