mendesak Amerika Serikat (AS) berhenti untuk menjual senjata ke negara tetangga Taiwan. China menyebut AS harus menghentikan tindakan yang disebutnya berbahaya itu.
Dilansir AFP, Kamis (18/12/2025) desakan itu disampaikan China setelah Taipei mengatakan Washington telah menyetujui penjualan senjata senilai US$11 miliar ke pulau tersebut.
“China mendesak Amerika Serikat untuk mematuhi prinsip satu-China… dan segera menghentikan tindakan berbahaya mempersenjatai Taiwan,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun dalam konferensi pers.
Dia menambahkan bahwa Beijing akan mengambil “langkah-langkah tegas dan keras” untuk menjaga integritas wilayahnya.
Pada Rabu (17/12) kemarin, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan bahwa Amerika Serikat menyetujui paket penjualan senjata ke Taiwan senilai hingga US$11 miliar. Persetujuan tersebut mencakup berbagai peralatan militer, mulai dari rudal, drone, hingga sistem artileri, yang ditujukan untuk memperkuat pertahanan Taiwan.
Paket penjualan itu mencakup High Mobility Artillery Rocket System (HIMARS) dengan nilai hingga US$4,05 miliar, serta howitzer swa-gerak (self-propelled howitzers) senilai sekitar US$4 miliar. Kesepakatan ini menjadi salah satu upaya paling signifikan Washington dalam beberapa tahun terakhir untuk memperkuat kemampuan militer Taiwan di tengah meningkatnya tekanan China.
Langkah tersebut menegaskan komitmen AS untuk terus mempersenjatai Taiwan, meskipun berisiko memperuncing hubungan yang sudah rapuh dengan Beijing.
Penjualan senjata ini menjadi salah satu yang terbesar sepanjang sejarah kerja sama pertahanan antara AS dan Taiwan. Meski demikian, Departemen Luar Negeri AS menyatakan nilai akhir transaksi bisa lebih rendah, bergantung pada otoritas anggaran dan kebutuhan militer.
Penjualan senjata ini masih membutuhkan persetujuan Kongres AS.
Ini akan menjadi penjualan senjata AS yang kedua ke Taiwan sejak Presiden Donald Trump kembali menjabat pada Januari lalu, setelah penjualan komponen senilai US$330 juta pada November.
“Ini adalah penjualan senjata kedua ke Taiwan yang diumumkan selama masa jabatan kedua pemerintahan Trump, sekali lagi menunjukkan komitmen kuat AS terhadap keamanan Taiwan,” kata Kementerian Luar Negeri Taiwan.
Seperti dilansir Deutsche Welle (DW), Beijing menerbitkan kecaman atas rencana penjualan senjata AS ke China itu. Kementerian Luar Negeri Cina menyebut penjualan senjata oleh AS bersifat “sangat merusak bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.” Cina menuntut agar Amerika Serikat menghentikan seluruh transaksi persenjataan dengan Taipei.
“Dengan mempersenjatai ‘kemerdekaan Taiwan’, pihak AS hanya akan membakar diri sendiri. Upaya menggunakan Taiwan untuk membendung Cina pasti gagal,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun, di Beijing.
Namun begitu, analis militer meyakini sistem persenjataan tersebut bernilai strategis tinggi bagi Taiwan. Rupert Hammond-Chambers, Presiden Dewan Bisnis AS-Taiwan, menilai HIMARS – yang digunakan luas oleh Ukraina melawan Rusia-punya daya rusak yang krusial terhadap kekuatan invasi Cina.
“Penjualan ini adalah rekor bantuan keamanan AS untuk Taiwan. Respons langsung terhadap ancaman Cina dan tuntutan Trump agar sekutu lebih serius membiayai pertahanan mereka sendiri,” ujarnya.
Hubungan Taiwan dan China akhir-akhir ini memanas. Pada awal Desember lalu, otoritas Taiwan mengklaim bahwa China telah mengerahkan kapal-kapal perangnya dalam “operasi militer” yang membentang ratusan kilometer dari Laut Kuning hingga Laut China Selatan. Taipei menyebut operasi semacam itu oleh Beijing menimbulkan “ancaman” bagi kawasan tersebut.
China, yang selalu mengklaim Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatannya, tidak membenarkan maupun membantah manuver tersebut.
Juru bicara kantor kepresidenan Taiwan, Karen Kuo, seperti dilansir AFP, Jumat (5/12), mengatakan bahwa Kementerian Pertahanan Taiwan dan badan-badan keamanan lainnya memantau aktivitas militer China dan memiliki “pemahaman penuh mengenai situasi tersebut”.
Kuo tidak menyebutkan berapa banyak kapal China yang dikerahkan dalam operasi militer tersebut. Namun, seorang sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa jumlahnya “signifikan”.
Operasi militer China tersebut, ujar Kuo, tidak terbatas pada Selat Taiwan, tetapi meluas dari Laut Kuning bagian selatan hingga ke Laut China Timur di dekat Kepulauan Diayou yang menjadi sengketa dengan Jepang, dan bahkan sampai ke Laut China Selatan, serta ke perairan Pasifik Barat.
“Ini memang menimbulkan ancaman dan berdampak bagi Indo-Pasifik dan seluruh kawasan,” ucap Kuo dalam pernyataannya.
Taiwan, sebut Kuo, mendesak China untuk “menahan diri”. “Kami juga meyakini dapat menangani masalah ini dengan baik,” imbuhnya.
Baik Angkatan Bersenjata China maupun media pemerintah setempat belum mengumumkan soal aktivitas militer terbaru di kawasan yang dilaporkan oleh Taiwan.
Kementerian Luar Negeri Beijing tidak memberikan jawaban langsung ketika ditanya apakah militer mengerahkan sejumlah besar kapal angkatan laut di perairan-perairan tersebut.
“Saya ingin menekankan bahwa China secara konsisten telah menjalankan kebijakan defensif,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers terbaru.
“Angkatan Laut dan Penjaga Pantai China beroperasi secara ketat di perairan yang relevan, sesuai dengan hukum domestik China dan hukum internasional,” sebutnya.
Lebih lanjut, Lin mendesak “pihak-pihak terkait” untuk tidak “bereaksi berlebihan atau … terlibat dalam propaganda yang tidak berdasar”.
Simak juga Video ‘Trump Klaim China Bakal Tingkatkan Pembelian Barang dari AS’:
AS Setujui Jual Paket Senjata ke Taiwan
China: AS Bermain Api
Panas Taiwan dengan China
Seperti dilansir Deutsche Welle (DW), Beijing menerbitkan kecaman atas rencana penjualan senjata AS ke China itu. Kementerian Luar Negeri Cina menyebut penjualan senjata oleh AS bersifat “sangat merusak bagi perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.” Cina menuntut agar Amerika Serikat menghentikan seluruh transaksi persenjataan dengan Taipei.
“Dengan mempersenjatai ‘kemerdekaan Taiwan’, pihak AS hanya akan membakar diri sendiri. Upaya menggunakan Taiwan untuk membendung Cina pasti gagal,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Guo Jiakun, di Beijing.
Namun begitu, analis militer meyakini sistem persenjataan tersebut bernilai strategis tinggi bagi Taiwan. Rupert Hammond-Chambers, Presiden Dewan Bisnis AS-Taiwan, menilai HIMARS – yang digunakan luas oleh Ukraina melawan Rusia-punya daya rusak yang krusial terhadap kekuatan invasi Cina.
“Penjualan ini adalah rekor bantuan keamanan AS untuk Taiwan. Respons langsung terhadap ancaman Cina dan tuntutan Trump agar sekutu lebih serius membiayai pertahanan mereka sendiri,” ujarnya.
Hubungan Taiwan dan China akhir-akhir ini memanas. Pada awal Desember lalu, otoritas Taiwan mengklaim bahwa China telah mengerahkan kapal-kapal perangnya dalam “operasi militer” yang membentang ratusan kilometer dari Laut Kuning hingga Laut China Selatan. Taipei menyebut operasi semacam itu oleh Beijing menimbulkan “ancaman” bagi kawasan tersebut.
China, yang selalu mengklaim Taiwan sebagai bagian wilayah kedaulatannya, tidak membenarkan maupun membantah manuver tersebut.
Juru bicara kantor kepresidenan Taiwan, Karen Kuo, seperti dilansir AFP, Jumat (5/12), mengatakan bahwa Kementerian Pertahanan Taiwan dan badan-badan keamanan lainnya memantau aktivitas militer China dan memiliki “pemahaman penuh mengenai situasi tersebut”.
Kuo tidak menyebutkan berapa banyak kapal China yang dikerahkan dalam operasi militer tersebut. Namun, seorang sumber keamanan mengatakan kepada AFP bahwa jumlahnya “signifikan”.
Operasi militer China tersebut, ujar Kuo, tidak terbatas pada Selat Taiwan, tetapi meluas dari Laut Kuning bagian selatan hingga ke Laut China Timur di dekat Kepulauan Diayou yang menjadi sengketa dengan Jepang, dan bahkan sampai ke Laut China Selatan, serta ke perairan Pasifik Barat.
“Ini memang menimbulkan ancaman dan berdampak bagi Indo-Pasifik dan seluruh kawasan,” ucap Kuo dalam pernyataannya.
Taiwan, sebut Kuo, mendesak China untuk “menahan diri”. “Kami juga meyakini dapat menangani masalah ini dengan baik,” imbuhnya.
Baik Angkatan Bersenjata China maupun media pemerintah setempat belum mengumumkan soal aktivitas militer terbaru di kawasan yang dilaporkan oleh Taiwan.
Kementerian Luar Negeri Beijing tidak memberikan jawaban langsung ketika ditanya apakah militer mengerahkan sejumlah besar kapal angkatan laut di perairan-perairan tersebut.
“Saya ingin menekankan bahwa China secara konsisten telah menjalankan kebijakan defensif,” tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dalam konferensi pers terbaru.
“Angkatan Laut dan Penjaga Pantai China beroperasi secara ketat di perairan yang relevan, sesuai dengan hukum domestik China dan hukum internasional,” sebutnya.
Lebih lanjut, Lin mendesak “pihak-pihak terkait” untuk tidak “bereaksi berlebihan atau … terlibat dalam propaganda yang tidak berdasar”.
Simak juga Video ‘Trump Klaim China Bakal Tingkatkan Pembelian Barang dari AS’:







