Wakil Ketua MPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) menekankan peran strategis Indonesia sebagai jembatan peradaban dunia. Caranya melalui kolaborasi global, penguatan nilai-nilai kemanusiaan, dan pembangunan ekonomi inklusif.
Hal itu ia sampaikan dalam acara pembukaan World Peace Forum ke-9 yang bertema ‘Considering Wasatiyyat and Tionghoa for Global Collaboration’ di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11).
Dalam sambutannya, Ibas menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya forum internasional yang telah menjadi wadah penting bagi para pemimpin, cendekiawan, dan aktivis perdamaian sejak 2006.
“Indonesia adalah rumah bagi lebih dari 1.300 kelompok etnis dan ratusan bahasa, namun kami berdiri sebagai satu bangsa dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Kami berkomitmen menjembatani perbedaan demi perdamaian dan kemanusiaan,” ujar Ibas dalam keterangannya, Selasa (11/11/2025).
Ketua Fraksi Partai Demokrat ini menyoroti pentingnya menjadikan dialog antarbangsa tidak hanya sebagai ajang pertukaran ide, tetapi juga sebagai dasar aksi nyata untuk mengatasi tantangan global seperti disinformasi, krisis kemanusiaan, perubahan iklim, dan ketidakadilan sosial.
Lebih lanjut, Ibas menegaskan Indonesia terus mengedepankan politik luar negeri ‘seribu teman, nol musuh’ sebagai bentuk diplomasi aktif dan terbuka terhadap semua pihak.
Dalam kesempatan tersebut, Ibas juga menyebutkan pertemuan Indonesia dengan Sekretaris Jenderal Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) di Jeddah pada Desember 2024 lalu, yang menandai komitmen Indonesia dalam memperkuat nilai-nilai moderasi Islam, keadilan, dan kerja sama global.
“Kemajuan nyata hanya dapat dicapai jika kita bekerja sama melalui pendidikan, green technology, dukungan kemanusiaan, dan pembangunan ekonomi yang inklusif,” tambahnya.
Ibas juga mengatakan pentingnya memperkuat nilai-nilai dasar yang menjadi panduan bersama, termasuk Pancasila, moderasi Islam, serta nilai-nilai budaya Timur yang menekankan harmoni dan tanggung jawab.
Selain itu, ia juga mengajak seluruh peserta untuk menjadikan World Peace Forum ke-9 ini sebagai momentum memperkuat kerja sama antarbangsa demi mewujudkan dunia yang damai, adil, dan sejahtera.
“Mari kita bangun dunia yang berlandaskan kepercayaan, keadilan, dan harmoni. Indonesia siap menjadi jembatan peradaban dan mitra perdamaian bagi dunia,” pungkasnya.
Sementara itu, Ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), Prof Din Syamsudin, menyampaikan pentingnya konsep Wasatiyyat Islam atau Islam jalan tengah sebagai prinsip yang dapat menjadi dasar bagi perdamaian dunia.
Menurutnya, Wasatiyyat Islam bukan sekadar ajaran tentang moderasi, melainkan juga mencakup nilai-nilai keadilan, keseimbangan, dan toleransi.
Din Syamsudin juga mengingatkan perdamaian sejati tidak hanya dapat dicapai melalui kesepakatan politik, tetapi harus berakar pada nilai-nilai moral dan spiritual. Ia mengajak semua pihak untuk memperkuat kolaborasi lintas agama dan budaya guna menjawab tantangan global yang semakin kompleks.
“Kita semua memiliki tanggung jawab bersama untuk menjaga perdamaian dan keadilan. Mari jadikan forum ini sebagai langkah nyata menuju dunia yang harmonis,” ujarnya.
Lalu, Pendiri Cheng Ho Multi Culture Education Trust, Tan Sri Lee Kim Yew juga menegaskan bahwa perdamaian bukan sekadar cita-cita, melainkan kebutuhan mendasar bagi keberlangsungan umat manusia.
“Masalah perdamaian dunia bukan hanya penting, tetapi sangat diperlukan. Perdamaian adalah pelajaran dari belas kasih, pemahaman, dan keadilan,” ujarnya.
Tan Sri Lee Kim Yew juga menyoroti peran penting Indonesia sebagai simbol persatuan dalam keberagaman. Menurutnya, Indonesia telah membuktikan bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya dapat menjadi sumber kekuatan moral dalam menjaga keharmonisan dan menjadi inspirasi bagi kawasan ASEAN maupun dunia.







