Direktorat Kepolisian Perairan (Ditpolair) Korps Kepolisian Perairan dan Udara (Korpolairud) Baharkam Polri mengungkap 72 kasus destructive fishing. Kerugian negara akibat perbuatan itu ditaksir mencapai Rp 45 miliar.
Dirpolair Korpolairud Baharkam Polri Brigjen Pol Idil Tabransyah 72 kasus destructive fishing itu ditemukan dari berbagai perairan Indonesia. Kasus tersebut kini tengah diusut.
“Hasil penegakan hukum yang telah diungkap itu seluruhnya sebanyak 72 kasus, yang kasus 72 ini sudah kita tuangkan dalam bentuk laporan polisi dan diproses lanjut untuk proses penyidikan,” tutur Brigjen Idil dalam konferensi persnya di Mako Korpolairud, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (25/4/2025).
Destructive fishing adalah kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan alat atau bahan dengan cara yang merusak sumber daya ikan dan lingkungannya. Misalnya menggunakan peledak, bahan beracun, atau alat tangkap ikan lain yang tidak ramah lingkungan.
Dari 72 kasus itu telah diamankan total tersangka 101 orang dari seluruh perairan Indonesia. Kerugian yang ditaksir akibat destructive fishing itu mencapai Rp 45 miliar.
“Dengan total tersangka seluruhnya di seluruh Indonesia itu ada 101 orang, dan taksiran kerugian negara kurang lebih ada Rp45 miliar,” kata Brigjen Idil.
Ia mengatakan 72 kasus itu diungkap daam operasi Kegiatan Rutin Yang Ditingkatkan (KRYD) yang berlangsung selama 60 hari. Ditpolair menugaskan 45 kapala untuk beroperasi, serta melibatkan berbagai Polda pada dua zona perairan Indonesia.
Zona pertama merupakan prioritas sebagai area yang dianggap rawan dengan tingkat pelanggaran destructive fishing yang tinggi. Total ada 6 provinsi yang menjadi prioritas sebagai zona pertama dan zona kedua 3 provinsi.
“Polri telah melibatkan seluruh jajaran Ditpolairud Polda seluruh Indonesia yang terbagi dalam dua kategori, yaitu yang pertama, Polda yang kita anggap sebagai Polda Prioritas,” tutur Brigjen Idil.
“Polda Prioritas ini terdiri dari enam polda, yaitu dengan dua zona, yaitu zona pertama, Polda Jawa Timur, Polda NTB, dan Polda NTT. Kemudian untuk zona yang kedua, itu zona Polda Sulsel Polda Sulteng, dan satu lagi, Polda Sultra,” tambahnya.
Kombes Charles mengatakan KRYD dilakukan sebagai upaya mencegah kerusakan biota laut dan mendukung kebijakan ekonomi biru. Selain itu KRYD juga dilakukan untuk mencegah kebocoran kerugian negara.
“Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya kerusakan biota laut dan ekosistem di dalamnya. Yang kedua, mencegah kebocoran dan kerugian negara dari hasil laut itu sendiri. Kemudian, yang ketiga adalah untuk mendukung kebijakan ekonomi biru yang berkelanjutan,” tutur Brigjen Idil.