Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli, mengaku setuju dengan putusan (MK) yang meminta nasional dan daerah dipisah. Bahkan, Doli menilai pilpres dan pileg akan lebih ideal jika turut dipisah.
“Saya dalam posisi secara pribadi mendukung putusan MK itu, bahkan sebenernya kalau bicara tentang keserentakan, lebih ideal lagi juga kalau Pilpres dan Pileg-nya dipisah. Kalau saya, seperti 2004,” kata Ahmad Doli dalam acara diskusi Politics & Colleagues Breakfast di Sekretariat PCB, Jakarta Selatan, Sabtu (28/6/2025).
Menurutnya, pemilu serentak dapat memperkuat praktik pragmatisme. Selain itu, dia menilai skema pemilu serentak dapat membuat isu-isu daerah menjadi tenggelam.
“Jadi kampanye yang dilakukan kepala daerah ya berkaitan dengan apa yang harus dilakukan dalam 5 tahun ke depan, menjadi tidak ditanggapi serius oleh masyarakat. Bahayanya dampaknya adalah itu adalah bagian yang memperkuat praktik pragmatisme pemilu,” kata Doli.
“Jadi secara tidak langsung, model keserentakan yang seperti ini, kalau ditelusuri itu bisa memperdalam praktik pragmatisme di tengah masyarakat dalam secara politik,” imbuhnya.
Menurutnya, dengan putusan MK tersebut, pembentuk UU harus segera melakukan revisi UU Pemilu, Pilkada bahkan Partai Politik. Dia pun mendorong revisi tersebut dilakukan dengan metode omnibus law.
“Putusan ini secara tidak langsung meminta kita semua untuk merubah merevisi UU ini secara omnibus law. Semuanya. Jadi pelan-pelan putusan MK yang dicicil-cicil ini ya kan, ini mendorong pada akhirnya berkonsekuensi dengan pembahasan UU yang bermetodologi omnibus law. Makanya menurut saya, ini harus menjadi perhatian kita semua dan harus memang diubah,” tuturnya.
Doli khawatir MK seolah akan menjadi pembentuk UU ketiga dengan menjatuhkan putusan yang semakin progressive. Dia menilai hal itu dapat terjadi jika pembentuk UU tak kunjung merespons putusan MK terkait sistem pemilu.
“Jadi kenapa putusannya bertambah progressive oleh Mahkamah Konstitusi? Karena pembentuk UU tidak merespons putusan mereka,” kata Doli.
“Jadi kekhawatiran saya selama ini saya mengatakan bahwa MK seakan sebagai pembentuk UU ketiga, ya semakin kuat. Padahal UUD 1945 kita mengatakan pembentuk UU cuman dua, Pemerintah dan DPR. Nah, jadi ini yang saya kira menjadi catatan,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Doli mengatakan pemilu serentak memiliki konsekuensi kerumitan dalam penyelenggaraan dan kejenuhan masyarakat. Dia mendukung pemilu nasional dan daerah digelar terpisah.
“Saya termasuk orang yang setuju karena saya dari awal ya meminta kepada kita semua untuk mengkaji ulang soal keserentakan, jadi yang saya setujui itu judul besarnya adalah pengaturan keserentakan pemilu. Karena apa? Karena Pemilu tahun 2024 kemarin yang baru pertama kali kita lakukan, itu dilaksanakan secara bersamaan dan berdekatan antara tiga jenis pemilu,” ujarnya.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. MK mengusulkan pemungutan suara nasional dipisah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.