Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah daerah (Pemda) harus membuat kebijakan untuk melindungi persawahan yang ada di wilayah masing-masing. Ia menyampaikan bahwa pelindungan lahan sawah merupakan syarat utama dalam mendukung ketahanan pangan nasional. Hal pertama yang harus dipastikan adalah luas lahan tidak berkurang, sehingga ditetapkan konsep Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
Hal ini ditegaskan Mendagri saat memimpin Rapat Koordinasi Pembahasan Penataan Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Alih Fungsi Lahan, Lahan Baku Sawah (LBS), Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), dan Mitigasi Bencana Hidrometeorologi Tingkat Provinsi, Kabupaten, dan Kota secara hybrid dari Ruang Sidang Utama, Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Selasa (18/11/2025).
“Inti dasar rapat ini adalah tentang penataan ulang, rencana tata ruang wilayah, yang terkait dengan Lahan Baku Sawah, Lahan Pertanian Pangan Berlanjutan Kawasan, Pertanian Pangan Berlanjutan. Ini intinya adalah itu, follow up-nya adalah daerah-daerah harus membuat kebijakan untuk melindungi persawahan yang sudah ada,” katanya.
Mendagri menjelaskan bahwa salah satu visi utama Presiden Prabowo Subianto adalah mewujudkan swasembada pangan. Presiden berulang kali menegaskan bahwa kemerdekaan sebuah negara tidak hanya diukur dari lepasnya kolonialisme, tetapi juga dari kemampuannya memberi makan rakyatnya sendiri tanpa bergantung pada impor. Karena itu, berbagai upaya pendorong produksi pangan terus dilakukan, termasuk penguatan lahan, irigasi, pupuk, hingga alat dan mesin pertanian.
Lebih lanjut, Mendagri menyampaikan bahwa penguatan sektor lahan dilakukan melalui dua pendekatan: mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada serta membuka sawah baru di wilayah yang sebelumnya bukan persawahan. Optimalisasi menjadi fokus penting dalam meningkatkan produksi beras dalam negeri dan sejalan dengan arahan Presiden agar pasokan pangan nasional tetap aman. Dalam konteks itu, penataan tata ruang menjadi langkah krusial untuk memastikan seluruh kebijakan berjalan efektif.
“Kita harus bisa pahami betul, dan ini ada follow up lagi. Follow up yang perlu dilakukan di antaranya adalah revisi RTRW, apresiasi kepada [daerah] yang sudah melakukan revisi,” tuturnya.
Mendagri meminta Pemda memastikan luas lahan sawah tidak berkurang akibat alih fungsi yang tidak terkendali. Lahan yang sudah ada harus dipertahankan dan jangan dikonversi menjadi komersial atau industri. Karena itu, revisi RTRW harus memberikan porsi yang jelas bagi KP2B, termasuk memastikan LBS tervalidasi dengan baik melalui data lapangan maupun citra satelit.
“Citra satelit ini akan bisa membuat peta dan bisa mungkin di-zoom dengan lebih detail. Peran BIG menjadi sangat penting untuk kita melakukan rekonsiliasi data, sekaligus verifikasi. Tidak hanya berdasarkan survei lapangan saja atau peta yang dibuat oleh rekan-rekan berdasarkan peta lapangan di daratan,” jelasnya.
Untuk mempercepat proses tersebut, Kemendagri bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Pertanian, Badan Informasi Geospasial (BIG), dan instansi terkait akan membentuk satgas gabungan guna mengawal revisi tata ruang daerah. Mendagri juga mendorong terciptanya iklim kompetitif antardaerah. Pemerintah pusat akan memberikan penghargaan dan insentif bagi daerah yang cepat menyelesaikan revisi tata ruang dan menunjukkan komitmen terhadap pelindungan lahan sawah.
“Nanti daerah-daerah mana yang belum melakukan revisi pasti akan kita kejar, dan kita akan membuat iklim kompetitif di antaranya, ya mungkin awal tahun depan kita bisa memberikan penghargaan kepada daerah-daerah yang cepat melakukan, dan provinsi yang paling banyak bisa menyelesaikan,” tegasnya.
Sebagai informasi, acara ini turut dihadiri oleh Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Teuku Faisal Fathani, Kepala BIG Muh. Aris Marfai, dan Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari.
