Mantan Bendahara Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Tauhid Hamdi, selesai diperiksa KPK terkait kasus korupsi kuota haji. Tauhid mengaku dicecar soal hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Saya lebih pendalaman tentang verifikasi data dengan BPK, dengan KPK. Iya, terkait itu ya dengan audit-audit semua,” kata Tauhid usai diperiksa di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025).
Dirinya menyebut, kerugian negara dalam kasus ini berdasarkan berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) BPK pada Semester I 2025 senilai Rp 596 miliar. Tauhid mengatakan pemeriksaan dilakukan oleh penyidik KPK dan pihak BPK.
“IHPS BPK itu cuma Rp 596 miliar,” ucap sebutnya.
Jubir KPK Budi Prasetyo sebelumnya mengatakan Tauhid diperiksa hari ini. Pemeriksaan dilakukan untuk menghitung kerugian keuangan negara akibat korupsi kuota haji.
“Betul. Pemeriksaan kali ini untuk penghitungan KN (kerugian negara)-nya,” kata Budi, Selasa (16/12).
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Dengan begitu, Tauhid sudah 4 kali diperiksa KPK yaitu pada Jumat (19/9), Kamis (25/9), Selasa (7/10), dan Selasa (16/12) hari ini.
Kasus dugaan korupsi yang diusut KPK ini terkait pembagian tambahan 20 ribu jemaah untuk kuota haji pada 2024 atau saat Yaqut menjabat Menteri Agama. Kuota tambahan itu didapat Indonesia setelah Presiden RI saat itu, Joko Widodo (Jokowi), melakukan lobi-lobi ke Arab Saudi.
Kuota tambahan itu ditujukan untuk mengurangi antrean atau masa tunggu jemaah haji reguler Indonesia, yang bisa mencapai 20 tahun, bahkan lebih.
Sebelum adanya kuota tambahan, Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221 ribu jemaah pada 2024. Setelah ditambah, total kuota haji RI tahun 2024 menjadi 241 ribu. Namun kuota tambahan itu malah dibagi rata, yakni 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Padahal, UU Haji mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Akhirnya Indonesia menggunakan kuota 213.320 untuk jemaah haji reguler dan 27.680 untuk jemaah haji khusus pada 2024.
KPK menyebut kebijakan era Yaqut itu membuat 8.400 orang jemaah haji reguler yang sudah mengantre lebih dari 14 tahun dan seharusnya bisa berangkat setelah ada kuota tambahan tahun 2024 malah gagal berangkat. KPK pun menyebut ada dugaan awal kerugian negara Rp 1 triliun dalam kasus ini. KPK telah menyita rumah, mobil, hingga uang dolar terkait kasus ini.







