Mantan Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari menanggapi terkait dugaan penyalahgunaan yang dilaporkan ke KPK. Apa kata Hasyim?
“Yang pertama begini ya, situasinya itu kan ketika pengadaan logistik itu kan harus dilakukan kalau sudah ada calon ya, nah masa kampanye di Pemilu 2024 kemarin tuh singkat, 75 hari, dibandingkan dengan pemilu 2019, itu durasinya 263 hari, sehingga itu kan berpengaruh terhadap proses cetak dan distribusi logistik,” kata Hasyim Asy’ari usai menjadi saksi di sidang Hasto Kristiyanto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (16/5/2025).
“Sehingga kami memandang perlu untuk mengambil langkah-langkah operasional strategis, untuk memastikan bahwa apa namanya, distribusi logistik itu, sampai sesuai dengan sasaran dan juga tepat waktu,” imbuhnya.
Dia mengatakan private jet yang digunakan untuk distribusi logistik disewa. “Baik itu yang tempatnya jauh, maupun di daerah-daerah yang jumlah pemilihnya besar, pemilih besar berarti kan jumlah suaranya besar, itu yang pertama. Yang kedua, nyewa pesawat ini kan, maksudnya untuk istilah private jet itu dalam rangka untuk membedakan dengan pesawat komersil, yang kita persiapkan tiket dan seterusnya,” ujarnya.
Penggunaan pesawat komersil untuk mendistribusikan logistik ke berbagai daerah memiliki keterbatasan jam dan kesesuaian rute. Menurutnya, penyewaan private jet dirasa perlu dilakukan untuk memonitoring situasi distribusi logistik tersebut.
“Dalam pandangan kami situasi kalau pakai apa komersil kan ada keterbatasan jam, kesesuaian rute dan seterusnya, padahal yang kita akan jangkau, daerah daerah yang juga tidak selalu ada apa namanya, kalaupun aja juga jadwalnya tidak apa, tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Sehingga perlu menyewa pesawat jet untuk memonitoring situasi tentang situasi distribusi logistik,” ujarnya.
Dia mengatakan penyewaan private jet sudah masuk dalam rencana kerja anggran KPU. Penyewaan private jet, baginya, adalah pilihan operasional strategis.
“Secara anggaran sudah dimasukkan dalam rencana kerja Anggara KPU dan seingat saya ya dari segi nilai kontrak, nilai kontrak pesawat tersebut, angkanya di sekitar 65 miliar, dan kemudian ada adendum dari kontrak itu bahwa karena pesawat kan tidak digunakan sepenuhnya tapi apa namanya, yang dibayar itu yang sebagaimana digunakan saja, sehingga ada adendum kontrak yang dibayar itu Rp 46 miliar. Jadi angka Rp 65 miliar ya, yang dibayar itu Rp 46 miliar, jadi ada efisiensi Rp 19 miliar,” ujar Hasyim.
“Nah yang berikutnya, bahwa apa yang kami kerjakan tadi itu pilihan operasional strategis dengan menyewa pesawat pribadi itu, itu pada akhirnya terdapat efisiensi sekitar Rp 380 miliar untuk biaya cetak dan distribusi surat,” tambahnya.
Hasyim kemudian menegaskan penyewaan private jet dilakukan untuk memonitoring distribusi logistik Pemilu 2024. Dia membenarkan private jet itu digunakan oleh pimpinan KPU.
“Bukan distribusi, untuk monitoring. Itu monitoring untuk distribusi logistik, bukan untuk mengirim logistik,” ujarnya.
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi diketahui melaporkan dugaan penyalahgunaan private jet KPU ke KPK. Pengadaan jet itu diduga terkait perjalanan dinas pada 2024 lalu.
“Hari ini Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan penyalahgunaan private jet KPU yang dilakukan pada tahun 2024 kemarin,” kata peneliti TI Indonesia, Agus Sarwono kepada wartawan usai pelaporan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (7/5).
Mereka melapor usai mendapati sejumlah temuan. Yaitu salah satunya dugaan penggelembungan nilai kontrak dengan perusahaan private jet.
“Di proses pengadaannya kami melihat ada hal yang sangat janggal sebetulnya. Salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu. Nah informasi rencana pengadaannya juga sangat sederhana banget, artinya tidak ada yang detail lagi,” sebutnya.
“Detail pagunya itu di angka Rp 46 miliar. Sementara nilai kontraknya itu jika ditotal dari dua kontrak, Januari dan juga Februari (2024) itu Rp 65 miliar. Itu ada dua kontrak,” tambah dia.
Mereka juga melaporkan KPU karena dianggap kurang transparan terkait anggaran pengadaan jet tersebut. KPU juga dilaporkan karena private jet diduga dipakai untuk perjalanan dinas ke pulau yang sebenarnya bisa dijangkau pesawat komersil.
“Tetapi menurut analisa kami dari 100 persen perjalanan mereka, ada sekitar 59 trip, itu 60 persen ke daerah-daerah yang bukan terluar dan bukan tertinggal. Sehingga bisa digunakan pesawat-pesawat komersial. Contohnya ada yang ke Bali, ada yang ke Surabaya, ada yang ke Banjarmasin, ada yang ke Malang dan lain sebagainya,” kata peneliti Trend Asia Zakki Amali.