Birunya laut Ternate menyimpan kisah pilu bagi Jannatul Zahra Umamit (13) saat ayahnya yang bekerja sebagai nelayan dikabarkan tenggelam. Perahu yang ditumpanginya terjebak badai di tengah laut, dan hingga kini jasad sang ayah tak pernah ditemukan.
“Rara ingat sekali, waktu itu hari Minggu. Kami dapat kabar ketika jelang Subuh kalau kapal Ayah sudah terbalik,” kata Rara, sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulis, Minggu (14/12/2025).
Seperti anak-anak pesisir lainnya, Rara dulu gemar berenang, menyelam, dan mengeksplorasi Pantai Dufa-Dufa, baik untuk bermain maupun sekadar melepas penat sepulang sekolah. Namun kini, hari-harinya lebih banyak dihabiskan untuk membantu sang ibu mencari dan menjual ikan ke pasar demi menghidupi keluarga kecil mereka.
“Mama kerja jual ikan, tapi kalau tidak ada ikan, mama jadi tukang cuci,” katanya.
Tinggal bersama ibu dan dua adik kecilnya, Rara memahami betul tanggung jawab yang kini dipikulnya. Sebagai anak sulung, ia tak bisa larut dalam kesedihan. Adik-adiknya masih membutuhkan sandaran, dan ia harus tetap kuat agar sang ibu mampu bertahan di tengah hidup yang serba pas-pasan.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Semilir angin pesisir Ternate seakan mengantarkan doa Rara untuk kembali bersekolah. Harapan itu menemukan jalannya saat ia mendengar kabar tentang kehadiran Sekolah Rakyat, program pendidikan gratis yang digagas Presiden RI Prabowo Subianto bersama Kementerian Sosial.
“Waktu itu aku ditanya, mau enggak sekolah di Sekolah Rakyat? Awalnya aku dan mama kaget karena dibilang sekolah ini gratis, soalnya sekolah lain harus bayar mahal. Jadi aku mau meringankan beban mama,” ujarnya.
Hari ketika Rara pertama kali menginjakkan kaki di Sekolah Rakyat menjadi momen yang tak akan ia lupakan. Tangannya menggenggam erat tangan sang ibu. Dengan langkah kecil yang sarat harapan dari pesisir, ia melangkah melewati gerbang Sekolah Rakyat dan memutuskan untuk mengadu nasib di sekolah berasrama tersebut.
Gadis yang terbiasa berjalan kaki berpuluh kilometer sepulang sekolah kini merasakan kenyamanan tinggal di asrama. Lingkungan itu membuat Rara lebih leluasa untuk fokus belajar dan menggapai mimpinya menjadi seorang tentara wanita.
Pengalaman menyenangkan lainnya datang saat Rara menikmati Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disediakan Sekolah Rakyat. Ia tersenyum malu-malu ketika bercerita tentang menu makanan yang diterimanya, hidangan yang jarang dijumpai di rumah.
“Hari-hari di rumah makan ikan saja kalau tidak ya makan bubur, makan ayam kalau ada uang lebih. Sekarang bisa makan sayur, ikan, ayam setiap hari, senang banget,” jelasnya.
Dia juga mengucapkan terima kasih tulus kepada para penggagas Sekolah Rakyat.
“Pak Prabowo, terima kasih sudah masukkan kami ke Sekolah Rakyat. Kami berterima kasih sangat banyak karena tidak perlu dibayar, gratis semua. Semoga Pak Prabowo dan Menteri Sosial sehat-sehat selalu dan diberi rezeki banyak-banyak. Semoga di Sekolah Rakyat ini bisa terus senang dan gembira,” ungkapnya.
“Mama, terima kasih sudah izinkan Rara belajar di Sekolah Rakyat. Sekarang Mama enggak perlu khawatir soal biaya,” tambahnya.
Titi Finarti, ibu Rara, mengaku kagum dengan keteguhan putri sulungnya.
“Penghasilan sehari-hari saya tidak menentu, apalagi semenjak ditinggal Ayah Rara, keuangan terasa semakin pelik. Saya tahu dia paham kondisi di rumah meski nggak banyak bicara,” kata Titi.
Sekolah Rakyat dinilainya benar-benar membantu Rara untuk tetap melanjutkan pendidikan di tengah situasi yang serba sulit. Sejak ditinggal sang suami, kehidupan keluarga mereka kian berat. Ia sempat berniat menyekolahkan Rara ke pesantren, tetapi biaya asrama dan seragam tak sanggup ia penuhi.
Simak juga Video ‘Kementerian Sosial Raih Sutami Award 2025 Berkat Program Sekolah Rakyat’:







