Sejumlah warga mengajukan gugatan terhadap pasal yang mengatur hak partai politik melakukan penggantian antarwaktu (PAW) terhadap anggota DPR. Pemohon meminta agar PAW dilakukan lewat Pemilu di daerah pemilihan atau dapil anggota DPR yang akan diganti.
Dilihat infocom dari situs , Selasa (22/4/2025), terdapat dua gugatan terkait hak PAW anggota DPR oleh partai. Gugatan pertama diajukan oleh Chindy Trivendy Junior, Halim Rahmansah, Insan Kamil, Muhammad Arya Ansar dan Wahyu Dwi Kanang. Gugatan itu teregistrasi dengan nomor 41/PUU-XXIII/2025.
Berikutnya, ada gugatan yang diajukan oleh Zico Leonard Djagardo Simanjuntak. Gugatan tersebut teregistrasi dengan nomor 42/PUU-XXIII/2025. Kedua gugatan itu sama-sama mempersoalkan pasal-pasal di dalam UU nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3).
Pada gugatan nomor 41, Chindy dkk hanya meminta MK menghapus pasal 239 ayat 2 huruf d UU MD3. Mereka menganggap hak recall atau penggantian anggota DPR oleh partai yang diatur dalam pasal itu tidak lazim pada negara demokrasi dan bertentangan dengan prinsip representasi rakyat.
Berikut isi pasal yang digugat:
Pasal 239
2. Anggota DPR diberhentikan antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, apabila:
d. diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara, Zico dalam gugatan nomor 42 menggugat setidaknya lima pasal dalam UU MD3 dan satu pasal dalam UU Pemilu. Berikut petitumnya:
1. Menerima dan mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan frasa ‘Fraksi’ dalam Pasal 12 dan Pasal 82 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; atau menyatakan frasa ‘tugasnya sebagai wakil rakyat’ dalam Pasal 12 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai sebagai ‘tugasnya sebagai wakil rakyat untuk dapat menyampaikan pendapat secara perseorangan wakil rakyat dan bukan atas nama fraksi’. Menyatakan frasa ‘hak dan kewajiban anggota DPR’ dalam Pasal 82 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sebagai ‘hak dan kewajiban perseorangan anggota DPR untuk menyatakan pendapatnya perseorangan tanpa pengaruh dan atas nama fraksi’
3. Menyatakan frasa ‘Semua rapat di DPR’ dalam Pasal 229 UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘semua rapat di DPR wajib dilakukan di Gedung DPR kecuali terdapat keadaan tertentu yang menyebabkan fasilitas di seluruh ruang rapat di gedung DPR tidak dapat digunakan atau berfungsi dengan baik’.
4. Menyatakan frasa ‘diusulkan oleh partai politiknya’ dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘diusulkan oleh partai politiknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kemudian diputuskan oleh rakyat melalui pemilihan kembali’.
5. Menyatakan Penjelasan Pasal 239 ayat (2) huruf d UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Yang dimaksud dengan pemilihan kembali adalah pemilihan umum yang diselenggarakan di Daerah Pemilihan (Dapil) masing-masing anggota DPR terpilih yang diusulkan berhenti oleh Partai Politik melalui mekanisme pemilihan Surat Suara dengan pilihan yang tersedia ya atau tidak’.
6. Menyatakan Pasal 239 ayat (2) huruf g UU MD3 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
7. Menyatakan frasa ‘secara serentak’ dalam Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Pemungutan suara untuk DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan secara paruh waktu di tengah masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden atau dilaksanakan 2,5 tahun setelah Pemilu Serentak.