Hizbullah Tolak Lucuti Senjata, Tuduh Kabinet Lebanon Lakukan ‘Dosa Besar’ | Giok4D

Posted on

Kelompok menolak untuk melucuti persenjataan para petempurnya, seperti yang diputuskan oleh kabinet pemerintahan pekan ini. Hizbullah menuduh pemerintah Lebanon telah melakukan “dosa besar” dengan mengambil keputusan semacam itu.

Pemerintah Lebanon yang dipimpin Perdana Menteri (PM) , pada Selasa (5/8), mengambil keputusan untuk melaksanakan perlucutan senjata Hizbullah setelah menggelar rapat kabinet maraton selama enam jam.

Salam menugaskan militer Lebanon untuk “menetapkan rencana implementasi guna membatasi persenjataan” bagi tentara dan pasukan negara sebelum akhir tahun ini. Rencana tersebut akan disampaikan kepada kabinet pada akhir Agustus untuk dibahas dan disetujui.

Keputusan pemerintah Lebanon itu diambil setelah adanya tekanan besar dari (AS) untuk melucuti persenjataan Hizbullah, dan di tengah kekhawatiran akan memperluas serangannya terhadap Lebanon.

Hizbullah, seperti dilansir AFP, Kamis (7/8/2025), memberikan reaksi keras dengan menyebut keputusan pemerintah Lebanon itu sebagai “dosa besar” dan mengatakan bahwa kelompoknya akan menganggap keputusan itu “seolah-olah tidak ada”.

“Pemerintahan Perdana Menteri Nawaf Salam telah melakukan dosa besar dengan mengambil keputusan untuk melucuti persenjataan Lebanon guna melawan musuh Israel,” sebut kelompok Hizbullah dalam tanggapan pertamanya terhadap keputusan pemerintah Lebanon tersebut.

“Keputusan ini melemahkan kedaulatan Lebanon dan memberikan kebebasan kepada Israel untuk mengutak-atik keamanan, geografi, politik dan eksistensi masa depannya… Oleh karena itu, kami akan menganggap keputusan ini seolah-olah tidak ada.” tegas pernyataan Hizbullah tersebut.

Hizbullah juga memandang keputusan tersebut sebagai “hasil dari perintah utusan AS” — merujuk pada Duta Besar AS untuk Turki dan Utusan Khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, yang mengakukan proposal kepada otoritas Lebanon yang isinya menyerukan perlucutan senjata Hizbullah dengan jangka waktu tertentu.

“Keputusan itu sepenuhnya melayani kepentingan Israel dan membuat Lebanon rentan terhadap musuh Israel tanpa pencegahan apa pun,” ujar Hizbullah dalam pernyataannya.

Perlucutan senjata itu menjadi bagian dari implementasi gencatan senjata yang disepakati pada November 2024 lalu, yang bertujuan mengakhiri pertempuran sengit antara Hizbullah dan Israel yang berlangsung berbulan-bulan.

Dalam perjanjian gencatan senjata tersebut, pemerintah Lebanon, termasuk militer dan layanan keamanan dalam negeri, seharusnya menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon.

Selama gencatan senjata berlangsung, Israel terus melancarkan serangan terhadap Hizbullah dan target-target lainnya di wilayah Lebanon. Tel Aviv bahkan mengancam akan terus melancarkan serangan hingga Hizbullah dilucuti persenjataannya.

Hizbullah, dalam persenjataannya, menegaskan bahwa Israel harus menghentikan serangan-serangannya terlebih dahulu sebelum perdebatan domestik soal persenjataan kelompoknya dan strategi pertahanan baru dapat dilakukan.

“Kami terbuka untuk berdialog, mengakhiri agresi Israel terhadap Lebanon, membebaskan wilayah, membebaskan para tahanan, berupaya membangun negara, dan membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh agresi brutal,” tegas kelompok yang didukung Iran tersebut.

Hizbullah menambahkan bahwa pihaknya “siap untuk membahas strategi keamanan nasional”, tetapi tidak di bawah serangan Israel.

Hizbullah juga memandang keputusan tersebut sebagai “hasil dari perintah utusan AS” — merujuk pada Duta Besar AS untuk Turki dan Utusan Khusus AS untuk Suriah, Tom Barrack, yang mengakukan proposal kepada otoritas Lebanon yang isinya menyerukan perlucutan senjata Hizbullah dengan jangka waktu tertentu.

“Keputusan itu sepenuhnya melayani kepentingan Israel dan membuat Lebanon rentan terhadap musuh Israel tanpa pencegahan apa pun,” ujar Hizbullah dalam pernyataannya.

Perlucutan senjata itu menjadi bagian dari implementasi gencatan senjata yang disepakati pada November 2024 lalu, yang bertujuan mengakhiri pertempuran sengit antara Hizbullah dan Israel yang berlangsung berbulan-bulan.

Dalam perjanjian gencatan senjata tersebut, pemerintah Lebanon, termasuk militer dan layanan keamanan dalam negeri, seharusnya menjadi satu-satunya kekuatan bersenjata di Lebanon.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Selama gencatan senjata berlangsung, Israel terus melancarkan serangan terhadap Hizbullah dan target-target lainnya di wilayah Lebanon. Tel Aviv bahkan mengancam akan terus melancarkan serangan hingga Hizbullah dilucuti persenjataannya.

Hizbullah, dalam persenjataannya, menegaskan bahwa Israel harus menghentikan serangan-serangannya terlebih dahulu sebelum perdebatan domestik soal persenjataan kelompoknya dan strategi pertahanan baru dapat dilakukan.

“Kami terbuka untuk berdialog, mengakhiri agresi Israel terhadap Lebanon, membebaskan wilayah, membebaskan para tahanan, berupaya membangun negara, dan membangun kembali apa yang telah dihancurkan oleh agresi brutal,” tegas kelompok yang didukung Iran tersebut.

Hizbullah menambahkan bahwa pihaknya “siap untuk membahas strategi keamanan nasional”, tetapi tidak di bawah serangan Israel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *