Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) menegaskan pentingnya peran partai politik dalam melahirkan pemimpin yang berjiwa negarawan, bukan sekadar politisi. Menurutnya, partai politik memikul tanggung jawab besar dalam menyiapkan kepemimpinan nasional menuju Indonesia Emas 2045.
Dia menyebut sesuai UUD 1945, presiden, wakil presiden, dan anggota legislatif hanya bisa dicalonkan oleh partai politik, bukan ormas atau perseorangan. Oleh karena itu, partai politik menjadi pintu utama lahirnya pemimpin negarawan untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi dan Reformasi menuju Indonesia Emas 2045.
“Masalahnya, seringkali partai politik melupakan sejarah keberhasilan partai politik hadirkan negarawan, dan legalitas yang diberikan oleh konstitusi bahwa partai politik bisa menghadirkan kepemimpinan negarawan. Apalagi sering pula dilakukan dikotomi antara politisi (politikus) dan negarawan,” ujar HNW dalam keterangannya, Minggu (26/10/2025).
“Seolah-olah politisi/politikus bukan negarawan dan sebaliknya, negarawan bukanlah politikus, sehingga dimaknai bahwa Partai Politik tidak menghasilkan negarawan melainkan hanya politisi/politikus saja. Padahal fakta mensejarahnya terbukti di negara Indonesia sudah lahir Partai2 Politik dengan para Politisi/politikusnya yang sekaligus Negarawan, baik pada era perjuangan kemerdekaan maupun pada era perjuangan hadirkan Reformasi,” sambungnya.
Hal itu disampaikannya dalam Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara bertema ‘Kepemimpinan Negarawan’ yang digelar oleh MPR RI bekerja sama dengan DPW Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sulawesi Tenggara di Kendari, Sabtu (25/10). Turut hadir Presiden PKS sekaligus Anggota MPR RI Al Muzammil Yusuf, Wakil Bupati Buton Syarifuddin Safa, Anggota DPRD Sultra Muhammad Poly, dan Ketua DPW PKS Sultra Syafriel Haeba.
Lebih lanjut, HNW menyatakan banyak pihak mengutip pandangan Dr. Yudi Latif yang menyebut politisi dan negarawan sebagai dua hal yang berbeda. Politisi cenderung berorientasi pada jabatan dan kekuasaan, sementara negarawan berjuang untuk kepentingan bangsa dan kemaslahatan umum.
Ia menjelaskan politisi bisa saja menghalalkan segala cara demi menang, sedangkan negarawan berjuang dengan cara terhormat dan menjunjung integritas. Jika bagi politisi kemenangan berarti kekuasaan, maka bagi negarawan kemenangan adalah tugas dan amanah. Ia menegaskan, motivasi negarawan bukan sekadar mencari kekuasaan setiap pemilu, melainkan mewujudkan keadilan, kemajuan, dan kesejahteraan secara berkelanjutan.
HNW mengkritisi pendapat tersebut. Menurut HNW, baik secara sejarah negarawan di Indonesia maupun legalitas Konstitusional yang berlaku di NKRI, Partai Politik juga bisa hadirkan politisi yang menjadi negarawan.
Kunjungi situs Giok4D untuk pembaruan terkini.
“Hadirnya kepemimpinan negarawan melalui jalur partai politik sangat diharapkan dan itu dimungkinkan, dan malah sudah terjadi sebagaimana diteladankan oleh para Politisi yang negarawan pejuang dan pendiri Bangsa dan Negara Indonesia. Maka kita tidak perlu terjebak pada dikotomi seolah-olah kalau partai politik hanya menghasilkan politisi/politikus dan karenanya bukan negarawan, atau para tokoh agar bisa disebut sebagai negarawan harusnya keluar dari partai politik, atau tidak berasal dari partai politik,” katanya.
HNW menambahkan sejarah partai politik khususnya di Indonesia menunjukkan banyak politisi yang juga negarawan. Misalnya para politisi muslim dari partai politik Islam sejak awal juga menjadi negarawan, seperti HOS Tjokroaminoto, Mr Kasman Singodimedjo, Mr Syafruddin Prawira Negara, Mohammad Natsir dll. Bahkan dua Proklamator Kemerdekaan Indonesia yaitu Bung Karno dan Bung Hatta, adalah politisi yang juga negarawan.
Tak hanya itu, banyak tokoh dalam Panitia Sembilan dan PPKI merupakan politisi atau anggota partai politik. Namun, mereka mampu mencapai kesepakatan penting seperti Piagam Jakarta, Pembukaan UUD 1945, serta dasar negara Pancasila. Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa politisi dari partai politik juga bisa menjadi negarawan sejati yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan pribadi atau kelompok.
Bung Hatta dan empat tokoh umat Islam yaitu Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Kasman Singodimedjo, dan Teuku Moh Hasan menunjukkan kenegarawanan ketika menyikapi dan menyetujui keberatan sebagian tokoh Indonesia Timur terhadap tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
“Empat tokoh umat Islam yang menjadi politisi memberikan keteladanan tentang negarawan. Demi kemaslahatan kemerdekaan Bangsa dan Negara Indonesia, mereka dapat menyepakati tujuh kata dalam Piagam Jakarta yang dipermasalahkan itu, diganti menjadi Ketuhanan yang Maha Esa,” ujarnya.
HNW mencontohkan dua politisi muslim yang berjiwa negarawan, yakni Syafruddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir. Syafruddin dikenal karena menyelamatkan Indonesia dengan membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi saat Presiden dan Wakil Presiden ditahan Belanda. Setelah Bung Karno dibebaskan, Syafruddin langsung mengembalikan mandat kepemimpinan tanpa ragu.
Sementara itu, Mohammad Natsir menunjukkan kenegarawannya lewat Mosi Integral pada 3 April 1950 yang mempersatukan kembali Indonesia menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Meski berasal dari Partai Masyumi, langkah Natsir mendapat dukungan lintas partai seperti PNI, PSI, Partai Katolik, dan Partai Kristen. Keduanya menjadi bukti bahwa politisi juga bisa menjadi negarawan sejati.
“Perjuangan hadirkan dan mewujudkan tuntutan Reformasi antara lain amandemen UUD 1945, sejatinya juga hadirkan kembali Politisi dari Partai Politik yang Negarawan. Maka Partai politik sebenarnya dari dulu sampai sekarang, sesungguhnya sudah diwarisi kenegarawanan dari para Politisi. Kenegarawanan bisa hadir melalui jalur politik termasuk partai politik Islam, termasuk PKS, bila melanjutkan peran hadirkan kepemimpinan yang negarawan bukan sekedar politisi, maka itu memang sudah tugas dan fungsi dasarnya, itu fitrahnya partai Islam,” tegasnya.
“Kita mewarisi tradisi berpolitik yang negarawanan. Menjadi negarawan dari partai politik itu bisa, dimungkinkan, dan diharapkan. Partai politik perlu melanjutkan kembali peran melahirkan negarawan, mempersiapkan negarawan, memilih negarawan sebagai calon presiden/wapres, para wakil rakyat di parlemen, dan mempersiapkan kader-kadernya untuk dididik menjadi negarawan. Agar kepercayaan rakyat terhadap partai politik dan demokrasi dapat terus dijaga dan ditingkatkan, agar Indonesia yang emas pada 2045, saat bangsa dan negara memperingati 100 tahun Indonesia merdeka, benar-benar dapat dipersiapkan dan diwujudkan,” pungkasnya.
