Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung penuh pernyataan Menteri Luar Negeri RI bersama 7 Menteri Luar Negeri negara Arab-Islam (Mesir, Yordania, Arab Saudi, Qatar, Uni Emirat Arab, Turki, dan Pakistan) yang tegas menolak adanya pengusiran rakyat Jalur Gaza, Palestina ke luar negeri. Ia mengingatkan keseriusan para pihak agar memastikan pengusiran tersebut benar-benar tidak terjadi di lapangan.
Pernyataan tersebut disampaikan untuk HNW merespons keputusan Israel yang membuka perbatasan Rafah hanya untuk akses keluar. Langkah ini dinilai sebagai pengusiran terselubung. Dugaan ini makin kuat setelah terungkapnya manuver pemindahan ilegal ratusan warga Palestina. Hal ini dicurigai sebagai upaya untuk mengosongkan Gaza dari penduduk aslinya, agar sepenuhnya mudah dikuasai untuk kepentingan pembentukan negara Israel Raya.
“Delapan Negara ini melalui menteri luar negerinya, termasuk Indonesia, melakukan langkah yang baik, menolak pengusiran warga Gaza/Palestina dengan cara apapun, tapi agar efektif, negara-negara tersebut perlu secara serius mengawal agar benar-benar tidak terjadi pengusiran Rakyat Palestina, termasuk dari Jalur Gaza dengan cara apa pun, seperti yang sudah dilakukan Israel dengan membuka pintu Rafah maupun menerbangkan warga keluar dari Gaza/Palestina ke Afrika Selatan tanpa dokumen apa pun,” ujarnya, dalam keterangannya, Minggu (7/12/2025)
HNW menekankan perlunya delapan negara tersebut bahu-membahu memastikan pelaksanaan perjanjian perdamaian tidak merugikan nasib bangsa Palestina. Jangan sampai hal ini justru menjauhkan mereka dari perjuangan berdirinya negara Palestina merdeka yang kini telah diakui oleh lebih dari 156 negara Anggota PBB. Apalagi, Israel terus melanggar kesepakatan damai melalui serangan militer dan pengusiran.
“Pengusiran rakyat Gaza/Palestina dengan alasan apa pun, sehingga kemudian mereka tidak bisa kembali ke negaranya, merupakan pelanggaran hak asasi manusia berat karena itu juga bentuk lain dari praktik genosida yang sangat jahat,” ujarnya.
Lebih lanjut, HNW mengingatkan perlunya lobi dan komunikasi intensif dengan Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu negara pengusul proposal perdamaian. Dibukanya perbatasan Rafah ke Mesir harus dipastikan murni untuk bantuan kemanusiaan dan proses rekonstruksi Jalur Gaza, bukan sebaliknya.
“Itu yang menjadi tujuan utama dibukanya perbatasan Rafah. Bukan justru untuk mengusir warga Gaza keluar dari wilayahnya agar kemudian wilayah tersebut dikuasai oleh Israel,” tuturnya.
Menurut HNW, delapan negara ini memiliki posisi tawar tinggi dalam mengimbangi proses perdamaian di Jalur Gaza. Tanpa keterlibatan mereka, mustahil proposal perdamaian AS bisa berjalan baik.
“Perdamaian di Jalur Gaza bukan hanya karena peran dari Amerika Serikat, tetapi juga ada peran penting dari delapan negara tersebut. Dan itu pun diakui oleh Presiden AS Donald Trump. Sehingga, delapan negara ini juga perlu memastikan bahwa perjanjian perdamaian tidak bergeser ke arah yang salah dengan pengusiran warga Palestina dan terus membiarkan Israel melakukan pelanggaran terhadap proposal perdamaian, karena jelas akan menjadi kontraproduktif dari upaya mewujudkan perdamaian dan keadilan dengan terlaksananya prinsip ‘two state solution’ yang juga menjadi salah satu Resolusi PBB,” jelasnya.
Ia menegaskan, bahwa skenario pengusiran terselubung ini adalah alarm bahaya bagi dunia internasional. Diperlukan konsolidasi kekuatan diplomasi yang solid antara Indonesia dengan negara-negara yang memiliki kepedulian sama untuk mematahkan strategi Israel.
“Oleh karena itu, Saya mendukung sikap Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Sugiono untuk terus bekerja sama maksimal, bahu membahu dengan Menlu dari negara-negara sahabat tersebut, untuk memastikan hal kontraproduktif yang melanggengkan pelanggaran perdamaian, menjauhkan Palestina menjadi negara merdeka, seperti manuver-manuver pengusiran yang dilakukan Israel, tidak terus terjadi, dan bisa dihentikan, agar segera terbayar lunas-lah hutang Indonesia terhadap Palestina berupa hadirnya negara Palestina yang merdeka dan berdaulat,” pungkasnya.







