Kejaksaan Agung menetapkan mantan Konsultan Teknologi di Kemendikbudristek era Mendikbudristek , Ibrahim Arief, sebagai salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook. Kejagung menyebut Ibrahim sempat menolak hasil kajian pengadaan laptop karena tak sesuai arahan Nadiem.
Hal tersebut disampaikan Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Kejagung pada Selasa (15/7/2025). Menurut Qohar, pengadaan laptop tersebut dilakukan pada tahun 2020-2022 dengan anggaran Rp 9,3 triliun yang bersumber dari APBN dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang tersebar di seluruh kabupaten kota di Indonesia dengan tujuan agar anak-anak di daerah terdepan, terluar dan tertinggal bisa menggunakan laptop.
Dalam proses pengadaan laptop itu, menurut Qohar, terdapat dugaan penyalahgunaan kewenangan oleh Ibrahim dan tiga tersangka lainnya. Ibrahim dan para tersangka lain diduga membuat petunjuk pelaksanaan atau juklak pengadaan laptop yang mengarahkan kepada produk tertentu, yakni Chrome OS.
Qohar mengatakan Ibrahim bersama Nadiem telah merencanakan penggunaan produk operating system tertentu sebagai satu-satunya operating system dalam pengadaan TIK tahun 2020-2022. Perencanaan itu diduga terjadi sebelum Nadiem resmi dilantik sebagai Mendikbud pada tahun 2019.
“Sebagai konsultan teknologi sudah merencanakan bersama-sama dengan NAM (Nadiem) sebelum menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menggunakan produk operating system tertentu sebagai satu-satunya operating system di pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan tahun 2022 dan mengarahkan tim teknis mengeluarkan hasil kajian teknis berupa Chrome OS,” ujar Qohar.
Dia mengatakan Ibrahim bersama Nadiem dan eks stafsus Nadiem, Jurist Tan, bertemu dengan pihak Google untuk membahas produk workspace Chrome OS untuk pengadaan TIK pada Kemendikbudristek. Qohar menyebut Ibrahim juga diduga mempengaruhi tim teknis Kemendikbud dengan cara mendemonstrasikan Chromebook saat rapat daring.
“Pada tanggal 6 Mei 2020, IBAM (Ibrahim) hadir bersama dengan JT (Jurist Tan), SW (Sri Wahyuningsih) dan MUL (Mulyatsyah) dalam rapat Zoom meeting yang dipimpin langsung oleh NAM (Nadiem), dan dalam rapat Zoom meeting tersebut NAM memerintahkan agar melaksanakan pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan 2022 menggunakan Chrome OS dari Google sedangkan saat itu pengadaan belum dilaksanakan,” ujarnya.
Qohar menyebut Ibrahim sempat menolak untuk menandatangani hasil kajian teknis pertama pengadaan laptop karena tak ada Chrome OS di dalamnya. Dia diduga menolak meneken hasil kajian teknis itu karena ada perintah dari Nadiem yang sebelumnya meminta laptop yang dibeli menggunakan sistem operasi Chrome OS dari Google.
“Oleh karena ada perintah dari NAM untuk laksanakan pengadaan TIK Tahun 2020-2022 dengan menggunakan Chrome OS dari Google sehingga IBAM tidak mau menandatangani hasil kajian teknis pertama yang belum menyebutkan Chrome OS dalam pengadaan TIK di Kemendikbudristek sehingga dibuatkan kajian yang kedua, yang sudah menyebutkan operating system tertentu serta diterbitkanlah buku putih atau review hasil kajian teknis yang sudah menyebutkan operating system tertentu yaitu Chrome OS menjadi acuan pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 sampai dengan 2022,” ujar Qohar.
Kejagung menduga pengadaan laptop itu menyebabkan kerugian negara Rp 1,9 triliun. Hal tersebut diduga terjadi karena laptop yang dibeli tak bisa digunakan maksimal.
Berikut empat tersangka dalam kasus ini:
1. Direktur SD pada Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikbudiristek tahun 2020-2021 sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Sri Wahyuningsih (SW),
2. Direktur SMP pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021, Mulyatsyah (MUL),
3. Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM),
4. Mantan staf khusus Mendikbudristek era Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS).