Iptu Sri Ulva Agen Antikorupsi Bikin Inovasi Meja Tanpa Laci

Posted on

Iptu Andi Sri Ulva Baso menggagas inovasi Meja Tanpa Laci di ruang-ruang pelayanan publik Polsek Panakkukang, Unit PPA Polres Takalar dan Regident Polda Sulawesi Selatan (Sulsel). Tujuannya untuk transparansi pelayanan, serta meniadakan transaksi pungutan liar (pungli).

Koordinator Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Sulsel, Husaima ‘Ema’ Husain, mengatakan Ulva memiliki keberanian yang luar biasa dalam mengampanyekan pencegahan korupsi. Salah satunya dengan gerakan Meja Tanpa Laci.

“Kalau saya sih bilang anak ini cukup berani. Saya waktu awal-awal melihat gebrakannya Ulva, saya enggak pernah menyangka Ulva mampu membuat terobosan di sebuah lembaga yang -menurut kita waktu itu- agak sulitlah berbicara tentang pencegahan korupsi,” kata Ema kepada infocom pada Minggu (16/3/2025).

Ema merupakan mentor Ulva. Ema dan Ulva bertemu saat SPAK mengadakan Training of Trainers (ToT) SPAK di Sorong. Eva menilai Ulva adalah agen SPAK yang paling signifikan perubahan pola pikirnya.

“Jadi saya pun sebetulnya sama dengan Ibu Ulva ya, kita bergabung di gerakan SPAK ini karena ikut TOT. Awalnya saya aktivis perempuan murni, jebolan dari LBH, YLBHI. Kemudian saya Presidium Nasional Koalisi Perempuan Indonesia,” kata aktivis jebolan YLBHI ini.

Ema mengatakan munculnya Ulva sebagai agen SPAK tak lepas dari peran Kapolsek Panakukkang saat itu yang menyuruh UIva ikut kegiatan ToT. SPAK merupakan Gerakan Perempuan dalam pencegahan korupsi yang bermitra dengan KPK.

“Saya itu agen SPAK pertama untuk Indonesia timur. Kalau Ulva itu memang dia terrekrut setelah beberapa angkatan yang kita buat. Waktu itu masih eranya Pak Abraham Samad. Jadi sebetulnya gerakan ini juga adalah sebetulnya gerakan yang awalnya itu adalah program kerjasama Gerakan SPAK yang didanai pendonor dari Australia (Australia Indonesia Partnership for Justice) dengan KPK,” jelas Ema.

Ema mengaku pernah bertanya kepada Ulva soal respons lingkungan kerja terhadap sikap integritasnya. Ulva, kata Ema, mengaku tak memusingkan pandangan miring orang di sekitarnya.

“Katanya, ‘Bu kalau saya dipecat, nggak mungkin, saya bukan pelanggaran. Tapi kalau saya dipindahkan, boleh mungkin. Tapi saya ndak pusing Bu. Mau pindah ke mana yang penting masih tetap di Negara Republik Indonesia’, katanya waktu itu sambil bercanda sambil ketawa,” terang Ema.

“Kalau si Ulva memang prinsipnya gini, ‘Kalau saya dimutasi, mana yang akan capek? Pimpinan yang capek memutasi saya, atau saya yang capek dimutasi’ gitu,” lanjut dia.

Awal Mula ‘Meja Tanpa Laci’

Polwan yang menjabat sebagai Paur Fasmat SIM, BPB, STNK, TNKB (SBST) Subdit Regident Direktorat Lalu Lintas Polda Sulsel, mengatakan inovasi Meja Tanpa Laci dibuat usai dia mengikuti Training of Trainers (ToT) Saya Perempuan Anti Korupsi (SPAK) di Sorong, Papua Barat pada 2015, saat dia masih berdinas di Polsek Panakkukang.

“Awal mulanya itu pertamanya ikut SPAK waktu saya masih Bintara, di Polsek Panakukang Polrestabes Makassar. SPAK itu gerakan yang dibuat KPK. Jadi pencegahan korupsi melalui perempuan,” kata Ulva kepada infocom, Sabtu (14/3/2025).

Dia mengatakan kepergiaannya ke acara SPAK berdasarkan perintah kapolseknya kala itu. Dia mewakili kapolsek yang mendapat undangan aktivis antikorupsi.

“Jadi waktu tahun 2015 itu saya ikut ToT Saya Perempuan Anti Korupsi di Sorong, Papua. Kebetulan Kapolsek saya Pak Kompol Woro Susilo, saya ditunjuk Kapolsek untuk ikut SPAK. Saat itu beliau berhalangan hadir, ya sudah berangkatlah saya ke sana,” ujar Ulva.

Di acara tersebut, Ulva bertemu banyak peserta acara SPAK dari instansi lain seperti kejaksaan, permasyarakatan dan anggota PKK. Dia mengaku acara tersebut benar-benar menguras cara berpikirnya soal mencegah hingga menghapus ‘budaya’ korupsi.

“Di sana ikut pelatihan sama agen-agen SPAK di sana, ada yang dari KPK dari banyak instansilah. Ada ibu-ibu PKK, ada dari kejaksaan, lapas. Kurang lebih satu minggu. Saya waktu ke Sorong itu kiranya pelatihan biasa, yang lebih banyak jalan-jalannya. Ternyata tidak, betul-betul di-drill di sana otaknya,” masih aktif kita (sebagai agen SPAK),” ucap polwan yang kini aktif terdaftar sebagai agen SPAK.

Dia mengaku saat itu sendirian mewakili unsur kepolisian dalam acara SPAK. Setelah itu dia melaporkan kepada kapolseknya soal materi-materi pencegahan rupsi yang didapat dari SPAK.

“Saat itu dari kepolisian saya yang sendiri. Mungkin karena Kapolsek saya ada kenal aktivis-aktivis perempuan antikorupsi di Sulawesi Selatan, dan beliau dikasih kesempatan hadir, dan memang integritasnya beliau saat itu bagus juga,” ucap Ulva.

“Pulang dari sana saya lapor ke pimpinan, tapi saat itu kapolsek saya sudah berganti Pak Wahyudi Rahman. Mungkin karena materinya nyantol di otak saya, pulang dari sana, saya lapor ke pimpinan untuk berbuat inovasi yaitu Meja Tanpa Laci di ruang pelayanan Polsek Panakukkang pada 2016,” sambung dia.

Masukan Ulva soal inovasi Meja Tanpa Laci disetujui kapolsek. Lalu wujud meja pelayanan di ruang pelayanan satu atap Polsek Panakukkang pun berubah, tak berlaci.

“Di Polsek Panakkukang saja, karena saat itu saya dinas di sana. Semua (fungsi) disamakan (ganti pakai meja tanpa laci). Kita pelayanannya di ruang pelayanan satu atap itu, ada bagian laporan kehilangan, ada permohonan izin, SKCK, sidik jari,” jelas Ulva.

Inovasi Meja Tanpa Laci pun tersebar dari mulut ke mulut. “Kemudian ada cara raker untuk seluruh kapolres se-Indonesia. Karena banyak kapolres yang datang ke Sulsel, mereka meninjau ruangan itu,” imbuh Ulva.

Ulva mendapat penghargaan dari Jenderal Purnawirawan Tito Karnavian, yang saat itu menjabat Kapolri. Penghargaan yang diterima Ulva berupa tiket Sekolah Inspektur Polisi di Setukpa Lemdiklat Polri, Sukabumi, Jawa Barat (Jabar).

“Saya dapat penghargaan waktu itu, makanya saya sekarang perwira. Dapat penghargaan dari Pak Tito Karvanian saat beliau Kapolri,” tutur Ulva.

Lulus dari Setukpa dan telah menyandangpangkat perwira, Ulva menjadi Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Takalar pada 2017. Ulva pun menerapkan inovasi yang sama.

“Waktu di Takalar, di Unit PPA Reskrim saya buat juga semacam itu. Waktu saja masuk di lantas juga ada (Meja Tanpa Laci). Terakhir saya lihat (di Polse Panakkukang masih seperti itu (Meja Tanpa Laci). Kalau orang sini bilang, ‘rusak-rusak meja’, karena meja sudah bagus, kita bongkar lacinya,” jelas dia.

Ulva lalu ditunjuk SPAK untuk menjadi perwakilan di acara pegiat antikorupsi, Bangkok, Thailand pada 2017

Dicibir ‘KPK Tingkat Kecamatan’ dan Sok Suci

Ulva mengaku menerima sindiran dan cibiran dari rekan-rekannya sejak mencanangkan inovasi antikorupsi pada fungsi-fungsi pelayanan kepolisian. Hal itu tak menyurutkan niatnya untuk tetap menjalankan peran sebagai agen SPAK.

Alhamdulillah banyak cibiran. Tapi prinsipnya saya bekerja, pimpinan mendukung dan tidak menyalahi aturan, saya kerja. Saya dikasih gelar KPK tingkat kecamatan, ada yang bilang sok sucilah, sok bersih lah,” ungkap Ulva.

Dia pun sempat curhat ke komandannya soal penerimaan rekan-rekannya atas inovasi Meja Tanpa Laci. Komandannya pun sempat mempertanyakan kesungguhan Ulva.

“Waktu saya Kanit PPA Polres Takalar juga terapkan meja tanpa laci. Saya diomongin, sempat curhat-curhat begitu saja sama pimpinan. Pimpinan tanya, ‘Bu Ulva yakin mau kasih begini (Meja Tanpa Laci)? Tidak ada yang percaya Polri itu bersih, Bu Ulva’. Saya jawab, ‘Mau percaya atau tidak percaya, yang jelas saya jalankan, Pak’. Hidup itu hanya satu kali, jadi kita harus bermanfaat,” cerita dia.

Ancam Tersangkakan Warga yang Beri ‘Uang Terima Kasih’

Ulva menyampaikan beberapa contoh soal pencegahan korupsi. Semisal ada orang buat laporan kehilangan dan hendak memberi ‘uang terima kasih’, maka harus ditolak.

“Contoh, pernah ada saya buatkan laporan kehilangan sertifikat rumah dengan BPKB mobil. Dia mau kasih uang, saya bilang, ‘Jangan Bu’, saya tolak itu hari. Teman-teman mau dikasi juga tolak itu semua,” terang dia.

Ulva lalu menemukan amplop cokelat berisi uang senilai satu juta rupiah di meja pelayanan. Dia tahu uang tersebut berasal dari warga yang hari sebelumnya hendak memberi, namun dia tolak.

“Kan sore, saya sudah mau pulang. Besoknya saja lihat ada amplop isi satu juta. Tapi kan kita bisa analisis dan akhirnya tahu siapa yang mau kasih,” kata Ulva.

Lantas apa Langkah Ulva?

“Kita cari alamatnya di berkas, kita bawakan pulang lagi uangnya ke rumahnya. Sebenarnya tidak masuk di akal, tapi bisa kita laksanakan,” tambah dia.

Dia juga pernah mengancam warga yang hendak menyuap agar laporannya diproses cepat sesuai mau warga tersebut. Kejadian ini saat Ulva menjabat Kanit PPA Polres Takalar.

“Saat kami Kanit PPA, jadi ada kasus pelecehan. Pelapor mau cepat segera ditersangkakan terlapornya, tapi kan memang tidak terbukti,” ucap Ulva.

Ulva mengatakan uang suap yang hendak diberikan si pelapor senilai Rp 20 juta. Uang itu dititip melalui anggotanya. Ulva akhirnya memanggil pelapor.

“Itu hari dia lalu (pelapor) bawa uang sekitar 20 juta, lumayan toh. Tapi saya bilang, ‘Untuk apa ini? Bawa pulang semua’. Jadi dia titip anggota saya. Pada saat itu anggota saya sampaikan (uangnya) ke saya, saya suruh panggilkan orangnya ke sini,” ujar Ulva.

Dia lalu mengatakan kepada pelapor bahwa cara tersebut termasuk suap. Dia lalu mengatakan ada Unit Tindak Pidana Korupsi yang dapat menjerat pelapor.

“Saya ancam, ‘Yang mana Ibu/Bapak mau? Mau uang saya ambil, atau kasusnya saya gantung dan Bapak yang saya jadikan tersangka. Saya bilang, ‘Di sana ada pikor (Unit Tindak Pidana Korupsi), Bapak mau suap saya’. Jadi Bapak itu pulang,”jelasUlva.