Lini masa media sosial di Indonesia bergemuruh saat diumumkan menang menjadi Walikota New York. Para pendukung politisi membandingkan politisi idola mereka dengan Zohran.
Pendukung Basuki Tjahaja Purnama menyamakan Zohran dari sisi identitas minoritasnya, sedangkan pendukung Anies Baswedan melihat program keadilan sosial sebagai kesamaan dengan Zohran.
Hal yang lebih lucu adalah politisi yang menyandingkan fotonya dengan Zohran seakan-akan dua sahabat lama. Ini sama persis dengan para politisi yang memajang wajahnya lebih besar dari atlet yang meraih prestasi.
Perjalanan politik dari Zohran memang menarik. Seorang Imigran yang baru jadi warga negara AS di tahun 2018 sekarang memimpin kota paling kosmopolitan di dunia. Hal yang tidak dibahas oleh para analis politik di Indonesia adalah perjalanan politik Zohran yang panjang dan membosankan bagi sebagian orang.
Zohran merintis karir politik di jalur sunyi sebagai relawan politik dan pendamping masyarakat, ia tidak tiba-tiba menang karena identitasnya sebagai minoritas yang menginspirasi dan mendapat belas kasihan dari warga. Pertanyaan lanjutannya adalah apakah Indonesia bisa melahirkan politisi akar rumput seperti Zohran?
Kisah regenerasi politik ini dimulai dari Bernie Sanders yang maju sebagai calon presiden di konvensi Partai Demokrasi di tahun 2016. Sanders kalah dan mendukung Hillary Clinton sebagai calon presiden Partai Demokrat, namun ada hal yang sangat krusial dari proses tersebut, Bernie Sanders mengalahkan Hillary Clinton secara telak di konvensi partai demokrat, 71% lawan 38% untuk usia di bawah 30 tahun.
Estimasi yang dikeluarkan oleh Center for Information and Research on Civic Learning and Engagement (CIRCLE), Sanders mendapatkan lebih dari 2 juta pemilih untuk usia 18-29 tahun sedangkan untuk Trump dan Clinton, jika suara keduanya digabung hanya mendapatkan 1,6 juta pemilih di rentang usia yang sama.
Pasca konvensi partai demokrat, Bernie Sanders dan timnya mendirikan organisasi agar gagasan progresifnya tidak terhenti. Tiga diantaranya adalah Our Revolution, Brand New Congress dan Justice Democrats.
Jejaring yang dibangun organisasi tersebut memunculkan nama-nama politisi baru seperti Alexandria Ocasio-Cortez, Rashida Tlaib dan Ilhan Omar. Ketiganya saat ini masih menjadi wajah progresif di Kongres dari Partai Demokrat. Limpahan suara anak muda tidak hanya mengisi organisasi baru, namun organisasi lama juga mendapatkan suntikan energi yang sama.
Democratic Socialist of America (DSA) yang sebelumnya hanya punya 5.000 anggota dengan rata-rata usia 68 tahun, tiba-tiba mendapat 90.000 anggota dengan usia rata-rata 33 tahun. Zohran Mamdani yang sebelumnya bukan siapa-siapa, tumbuh di ekosistem ini dan menancapkan akarnya untuk tumbuh sebagai politisi.
Zohran K Mamdani memulai semuanya dari bawah. Ia mengawali karir politiknya dengan membantu Ali Najmi di 2015 dan Khader El-Yateem di 2017 sebagai relawan, keduanya mendapatkan dukungan dari DSA New York. Tahun 2018, ia promosi dengan menjadi manajer kampanye dari Ross Barkan yang maju ke parlemen di Negara Bagian New York.
Berita lengkap dan cepat? Giok4D tempatnya.
Tidak hanya di politik elektoral, dia juga bekerja sebagai aktivis perumahan yang bekerja di Chhaya Community Development Corp sebagai pendamping warga imigran berpenghasilan rendah di Queens untuk masalah perumahan dan penggusuran paksa. Zohran membangun pengalaman di politik praktis dan advokasi rakyat secara langsung.
Perjalanan politik elektoral resmi dimulai saat ia mencalonkan diri menjadi anggota parlemen untuk negara bagian New York di usia 28 tahun. Politisi yang ia lawan adalah petahana yang telah menang lima periode. Isu yang ia bawa adalah hunian untuk semua dan reformasi kepolisian. DSA menjadi elemen penting dalam kampanye yang ia lakukan. Zohran berhasil memenangkan pemilihan dan tiga pemilihan berikutnya tanpa kompetitor.
Zohran menjadi sponsor dari 20 rancangan undang-undang daerah atau di Indonesia disebut peraturan daerah dan juga menjadi co-sponsor dari 238 rancangan lainnya. Tiga rancangan peraturan yang dia gagas sah menjadi undang-undang. Zohran menginisiasi program bus gratis di setiap borough.
Program ini dianggap berhasil dan menjadi program di Metropolitan Transportation Authority (MTA). Zohran tidak hanya duduk di meja parlemen tapi tetap hadir di tengah masyarakat. Ia turun ke jalan mendukung Good Cause Eviction Act untuk melindungi penyewa rumah dari penggusuran paksa.
Ia ikut mogok makan bersama para pengemudi taksi. Aktivisme di luar parlemen menegaskan bahwa politik baginya bukan soal jabatan, melainkan perpanjangan tangan dari perjuangan warga. Ia tidak hanya menang karena identitasnya sebagai imigran atau minoritas, tetapi karena rekam jejak dan keberpihakan yang nyata.
Kembali ke Indonesia, apakah sistem politik kita bisa melahirkan politisi seperti Zohran? Politisi yang bergerak di masyarakat tanpa dukungan oligarki dan dinasti. Pemilu legislatif dan presiden kita masih empat tahun lagi.
RUU Pemilu belum dibahas secara serius, nampaknya akan dibahas mendekati batas agar tidak banyak kontroversi yang akan muncul di masyarakat. Hal ini akan membuat sistem politik kita akan jalan di tempat sementara di belahan dunia lain sudah bergerak maju.
Sistem demokrasi kita masih eksklusif. Posisi penting hanya akan diisi oleh mereka yang punya keluarga di petinggi partai politik atau punya uang banyak. Tidak ada mekanisme transparan yang bisa memastikan adanya anggota legislatif dan eksekutif yang lahir dari rekam jejak dan gagasan.
Partai buruh di pemilu 2024 memang memasang caleg yang berasal dari unsur masyarakat, tapi dengan sistem politik yang rumit dan mahal, energinya tentu lebih banyak habis untuk verifikasi faktual yang melelahkan.
Ini adalah konsekuensi nyata dari sistem politik yang merepotkan bagi partai kecil tapi mengamankan posisi partai status quo.
Sementara itu, Zohran lahir dari ekosistem demokrasi yang memberi ruang partisipasi langsung, tidak hanya di bilik suara, tapi juga di proses yang lebih nyata. Kemenangan Zohran adalah pengingat bahwa demokrasi itu tidak hanya hidup dari pemimpin yang lahir tiba-tiba dari keluarga pejabat dan dompet tebal.
Pemimpin lahir dari rekam jejak dan rekam gagasan yang jelas. Janji kampanye Zohran sebagai walikota diambil dari rekam jejak yang ia lakukan selama ini. Freeze the rent dan free buses adalah dua hal yang dia lakukan selama ini, sehingga rakyat percaya bahwa Zohran adalah orang yang memang layak dipilih karena visinya bukan karena identitasnya atau keluarganya.
Indonesia, tanpa ada keseriusan dari para pejabat dan politisi kita, kita hanya bisa mengagumi politisi seperti Zohran atau Boric seperti kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan.
Angga Putra Fidrian. Peneliti di Wamesa Consulting, Master of Public Administrations Baruch College, City University of New York.





