Kabareskrim Ungkap 68 Anak Terpapar Ideologi Neo-Nazi dan White Supremacy

Posted on

Polri Komjen Syahardiantono memaparkan capaian Densus 88 Antiteror Polri sepanjang 2025. Salah satunya yakni penanganan anak-anak yang terpapar ideologi kekerasan ekstrem seperti Neo-Nazi dan white supremacy.

Komjen Syahardiantono menyebut terdapat 68 anak yang tersebar di 18 provinsi terpapar ideologi tersebut. Anak-anak itu bahkan telah memahami penggunaan senjata api dengan sasaran lingkungan sekolah.

“Penanganan 68 anak di 18 provinsi yang terpapar ideologi kekerasan ekstrem melalui grup TCC (true crime community) seperti Neo-Nazi dan White Supremacy, di mana mereka ditemukan telah menguasai berbagai senjata berbahaya dengan rencana aksi yang menyasar lingkungan sekolah serta teman sejawat mereka,” kata Syahar dalam Rilis Akhir Tahun Polri 2025 di Gedung Utama Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (30/12/2025).

Selain itu, Densus juga mengungkap jaringan radikalisme pada anak di bawah umur dengan rekrutmen online yang melibatkan 5 tersangka teroris dengan target 110 anak di 23 provinsi.

Densus 88 juga berhasil menggagalkan empat rencana aksi terorisme oleh kelompok Anshor Daulah. Serta menggagalkan 20 rencana aksi serangan oleh anak di bawah umur.

Terpisah,Juru Bicara Densus 88 Polri, AKBP Maydra Eka menyatakan anak-anak yang terpapar paham ekstrem tersebut mengaku mengenal ideologi kekerasan dari berbagai platform digital, termasuk komunitas true crime dan permainan daring berbasis kekerasan.

“Terpapar dari Berbagai platform yg beraliran True Crime Community, game online berbasis kekerasan (Gore),” katanya kepada wartawan.

Maydra menjelaskan bahwa paham yang diadopsi anak-anak itu bukan merupakan keyakinan ideologis murni. Namun hanya digunakan untuk membenarkan tindakan kekerasan yang mereka lakukan.

“Berdasarkan interogasi yang dilakukan oleh tim, mereka mengaku bahwa paham-paham tersebut hanya sebagai legitimasi tindakan yang mereka lakukan dalam melampiaskan dendam/ketidaksukaan ataupun melampiaskan kekerasan,” jelas Mayndra.

Adapun, barang bukti berupa senjata yang ditemukan bersama para anak-anak bukanlah senjata sungguhan. Namun, senjata mainan itu dibeli secara daring.

“⁠Senjata mainan dan pisau kebanyakan dari pembelian online,” terang Mayndra.