Keberadaan truk-truk kontainer di wilayah Jakarta, khususnya Jakarta Utara, masih menjadi persoalan serius yang belum sepenuhnya teratasi. Meski menjadi urat nadi logistik nasional karena kedekatannya dengan Pelabuhan Tanjung Priok, tingginya volume kendaraan berat setiap hari telah menimbulkan dampak negatif bagi warga sekitar.
Dari kemacetan parah, polusi udara, hingga kecelakaan lalu lintas, berbagai masalah muncul dan menuntut perhatian serius dari pemerintah pusat maupun daerah.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth menyikapi keberadaan truk-truk kontainer di Jakarta, yang hingga saat ini belum teratasi dengan baik. Meskipun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah memberlakukan pembatasan jam operasional truk berat.
“Meskipun Pemprov DKI Jakarta telah membuat Pergub Nomor 89 Tahun 2020 tentang Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Angkutan Barang, namun implementasinya kerap tidak konsisten. Saya menilai koordinasi antara Dishub, Kepolisian, dan Operator Pelabuhan belum optimal. Jam operasional truk di Jakarta harus dikunci dengan aturan yang tegas, jika hanya diberi teguran itu pasti akan dianggap angin lalu,” kata Kenneth dalam keterangannya, Sabtu (26/4/2025).
Pria yang akrab disapa Bang Kent itu meminta kepada Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, untuk menerapkan jam operasional truk pada malam hari. Hal itu guna mencegah kerusakan jalan, mengurangi kemacetan dan gangguan lalu lintas, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
“Jadi truk idealnya hanya boleh melintas di Jakarta antara pukul 22.00 WIB hingga 05.00 WIB. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak kerusakan jalan, kemacetan dan gangguan bagi pengguna jalan lainnya. Karena pada malam hari arus lalu lintas tidak terlalu ramai dan agak lenggang. Saya harap Pak Gubernur Pramono Anung bisa menerapkan jam operasional truk di Jakarta pada malam hari demi menurunkan angka kemacetan di pagi, siang dan sore hari,” bebernya.
Selain itu, Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta itu meminta kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta, untuk melakukan pengawasan terhadap truk yang melintas, khususnya yang melebihi dimensi dan kapasitas muatan (ODOL), yang harus dijadikan fokus utama untuk di tertibkan agar dapat meningkatkan keselamatan di jalan raya dan melindungi infrastruktur jalan.
“Dishub harus melakukan operasi serentak di berbagai wilayah di Jakarta untuk memeriksa truk yang melanggar aturan, baik secara administratif maupun teknis dengan melibatkan Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), dan berbagai pemangku kepentingan lain. Dan untuk mengatasi masalah truk ODOL dan harus bekerja sama lintas sektor seperti Kemenhub, Polri, dan Asosiasi Industri, demi menjaga keamanan serta kenyamanan pengguna jalan. Dalam hal ini pemerintah harus tegas agar aturan yang ada bisa berjalan dengan baik,” tuturnya.
Kent menambahkan, dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat ketentuan yang mengatur jam operasional kendaraan berat termasuk truk, dengan bertujuan untuk meningkatkan keselamatan jalan, mengurangi kemacetan, dan meminimalkan kerusakan jalan yang sering diakibatkan oleh beban berat truk.
“Kita bisa melihat negara-negara maju seperti kota-kota di Eropa, contoh Paris dan London, mereka telah menerapkan larangan atau pembatasan truk di wilayah pusat kota untuk untuk menciptakan lingkungan perkotaan yang lebih ramah dan nyaman bagi warga. Kita harus bisa mencontoh hal tersebut kalau memang Kota Jakarta mau menjadi Kota Global,” beber Ketua IKAL PPRA Lemhannas RI Angkatan LXII itu.
Menurutnya, larangan truk kontainer tersebut merupakan bagian dari kebijakan jangka pendek, sedangkan untuk jangka panjang, Pemprov DKI harus mempercepat pembangunan jalur logistik alternatif, termasuk optimalisasi pelabuhan dan jalur tol luar kota, guna mengurangi beban kendaraan besar di jalanan Jakarta.
“Dengan adanya pembangunan jalur logistik alternatif, optimalisasi pelabuhan, dan jalur tol luar kota diharapkan dapat mendorong para pelaku logistik untuk beralih ke sistem distribusi yang lebih efisien, seperti penggunaan kendaraan kecil atau sistem pergudangan terintegrasi di kawasan penyangga ibu kota,” tutur Kepala BAGUNA (Badan Penanggulangan Bencana) PDI Perjuangan DKI Jakarta itu.
Selain itu, Kent juga meminta kepada Dinas Perhubungan DKI Jakarta untuk melakukan edukasi kepada sopir-sopir truk untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya keselamatan di jalan raya. Langkah-langkah ini perlu dilaksanakan dengan kolaborasi antara pemerintah, operator logistik, dan pengemudi untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih aman.
“Pemprov bisa kembali memberikan sosialisasi terkait pentingnya keselamatan berkendara melalui kampanye ke pengemudi. Berikan mereka pemahaman tentang risiko hukum, kerugian material, dan potensi kecelakaan. Diperlukan sinergi kebijakan antara pemerintah daerah, pelaku industri logistik, dan masyarakat untuk menciptakan sistem transportasi yang lebih tertib, ramah lingkungan, dan aman,” pungkasnya.
Perlu diketahui sebelumnya, berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) DKI Jakarta Nomor 89 Tahun 2020 tentang Pembatasan Lalu Lintas Kendaraan Angkutan Barang, terdapat ketentuan yang mengatur waktu operasional truk di wilayah Jakarta. Peraturan ini mencakup beberapa hal penting sebagai berikut:
Jam Larangan Operasional di Jalan Tol Dalam Kota:
Pagi Hari: Truk dilarang melintas di jalan tol dalam kota pada pukul 06.00 – 09.00 WIB.
Sore Hari: Truk dilarang melintas di jalan tol dalam kota pada pukul 16.00 – 20.00 WIB.
Jam Larangan Operasional di Jalan Non-Tol:
Pagi Hari: Truk dilarang melintas di jalan non-tol utama pada pukul 06.00 – 09.00 WIB.
Sore Hari: Truk dilarang melintas di jalan non-tol utama pada pukul 16.00 – 20.00 WIB.
Kategori Truk yang Terkena Pembatasan
Pembatasan ini berlaku khususnya untuk truk dengan jumlah sumbu lebih dari dua. Truk jenis ini umumnya berukuran besar dan membawa beban berat yang dapat memperlambat arus lalu lintas. Selain itu, truk pengangkut barang berbahaya juga dikenakan pembatasan khusus untuk memastikan keselamatan.
Pengecualian
Namun, terdapat beberapa pengecualian dalam peraturan ini. Truk yang mengangkut barang kebutuhan pokok seperti sembako, bahan bakar, dan barang yang sifatnya darurat diperbolehkan beroperasi di luar ketentuan jam larangan. Hal ini untuk memastikan ketersediaan barang-barang penting tetap terjaga dan tidak mengganggu aktivitas ekonomi yang vital.