Kepala staf , , mengungkapkan ketegangan internal yang terjadi dalam pemerintahan Presiden (AS) . Wiles menyebut dirinya beberapa kali berbeda pendapat dengan Trump, namun gagal mengubah pikiran presiden AS tersebut. Wiles bahkan menyebut Trump memiliki “kepribadian seperti pecandu alkohol”.
Pengakuan Wiles itu, seperti dilansir Reuters, Rabu (17/12/2025), diterbitkan oleh majalah Vanity Fair pada Selasa (16/12) waktu setempat. Pernyataan Wiles mengungkapkan ketegangan terkait berbagai isu, mulai dari penegakan hukum imigrasi hingga pengurangan jumlah pegawai pemerintah.
Wiles mencetak sejarah sebagai wanita pertama yang menjabat Kepala Staf Gedung Putih. Dia sebelumnya merupakan seorang ahli strategi politik dari Florida yang mengelola kampanye Trump saat pilpres 2024 lalu.
Dalam wawancara dengan Vanity Fair, Wiles menggambarkan Trump, yang tidak minum alkohol itu, sebagai sosok yang memiliki “kepribadian seperti pecandu alkohol”.
“Dia (Trump-red) memiliki kepribadian seorang pecandu alkohol,” sebut Wiles, sembari menjelaskan bahwa pengalaman masa kecilnya menghadapi seorang ayah yang pecandu alkohol telah mempersiapkan dirinya untuk menghadapi “kepribadian yang kuat”.
Trump tidak minum alkohol, kata Wiles, namun beroperasi dengan “pandangan bahwa tidak ada yang tidak bisa dia lakukan”. “Tidak ada, nol, tidak ada,” ucapnya.
Wiles mengatakan bahwa dirinya telah memperingatkan Trump agar tidak mengampuni para tersangka penyerbuan Gedung Capitol pada 6 Januari 2021 dan mendesaknya untuk menunda keputusan tentang tarif perdagangan yang luas. Namun Wiles mengakui tidak dapat mengubah pikiran Trump untuk kedua isu tersebut.
Menurut Wiles, Trump juga memiliki keinginan untuk membalas dendam terhadap orang-orang yang dianggapnya sebagai musuh.
Salah satu contohnya adalah kasus hukum yang menjerat Jaksa Agung New York Letitia James terkait tuduhan penipuan hipotek. Wiles menyebut kasus itu mungkin dimotivasi keinginan balas dendam Trump terhadap pejabat Partai Demokrat itu.
Wiles menyebut kasus yang menjerat James, seorang pengkritik Trump, “mungkin merupakan salah satu pembalasan”. “Ketika ada kesempatan, dia akan melakukannya,” ucap Wiles merujuk pada keinginan Trump untuk membalas dendam.
Lebih lanjut, Wiles menyebut pengumuman tarif terhadap mitra-mitra perdagangan AS mengungkap perpecahan di dalam tim Trump, karena para penasihat mendesaknya untuk menunggu konsensus.
Dalam tanggapannya, Wiles menyebut artikel Vanity Fair “dibuat secara tidak jujur dan bertujuan menyerang saya serta Presiden, staf Gedung Putih, dan kabinet terbaik dalam sejarah”. Dia menuduh Vanity Fair menghilangkan konteks penting dan mengutip dirinya secara selektif untuk menciptakan narasi negatif.
Sementara Trump, berbicara kepada New York Post, menegaskan dirinya tetap mendukung Wiles setelah artikel Vanity Fair dirilis. “Saya tidak membacanya, tetapi saya tidak membaca Vanity Fair — tetapi dia (Wiles-red) telah melakukan pekerjaan yang fantastis,” ucap Trump.
Menurut Wiles, Trump juga memiliki keinginan untuk membalas dendam terhadap orang-orang yang dianggapnya sebagai musuh.
Salah satu contohnya adalah kasus hukum yang menjerat Jaksa Agung New York Letitia James terkait tuduhan penipuan hipotek. Wiles menyebut kasus itu mungkin dimotivasi keinginan balas dendam Trump terhadap pejabat Partai Demokrat itu.
Wiles menyebut kasus yang menjerat James, seorang pengkritik Trump, “mungkin merupakan salah satu pembalasan”. “Ketika ada kesempatan, dia akan melakukannya,” ucap Wiles merujuk pada keinginan Trump untuk membalas dendam.
Lebih lanjut, Wiles menyebut pengumuman tarif terhadap mitra-mitra perdagangan AS mengungkap perpecahan di dalam tim Trump, karena para penasihat mendesaknya untuk menunggu konsensus.
Dalam tanggapannya, Wiles menyebut artikel Vanity Fair “dibuat secara tidak jujur dan bertujuan menyerang saya serta Presiden, staf Gedung Putih, dan kabinet terbaik dalam sejarah”. Dia menuduh Vanity Fair menghilangkan konteks penting dan mengutip dirinya secara selektif untuk menciptakan narasi negatif.
Sementara Trump, berbicara kepada New York Post, menegaskan dirinya tetap mendukung Wiles setelah artikel Vanity Fair dirilis. “Saya tidak membacanya, tetapi saya tidak membaca Vanity Fair — tetapi dia (Wiles-red) telah melakukan pekerjaan yang fantastis,” ucap Trump.







