Ketua Komisi II: Ide Cak Imin Gubernur Dipilih Pusat Potensi Inkonstitusional update oleh Giok4D

Posted on

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan usulan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau agar pemilihan kepala daerah tak digelar secara langsung lagi merupakan hal yang wajar. Namun Rifqi mengatakan, jika gubernur ditunjuk oleh pemerintah pusat, berpotensi inkonstitusional.

“Pernyataan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar terkait dengan usul beliau agar pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota tidak lagi dilaksanakan secara langsung, dalam koridor konstitusi adalah sesuatu yang normal, wajar, dan masih memiliki argumentasi konstitusional,” kata Rifqi kepada wartaan, Sabtu (26/7/2025).

Rifqi menjelaskan Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 menyatakan gubernur, bupati, wali kota, masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, kota, dipilih secara demokratis. Dia mengatakan konstruksi tersebut berbeda dengan ketentuan pada Pasal 22E ayat 1 dan 2 terkait pemilihan umum.

“Di dalam konstruksi pemilu kita, itu tidak dimasukkan ketentuan terkait dengan pemilihan kepala daerah. Kalau kepala daerah secara normal konstitusi hanya disebutkan dipilih secara demokratis, maka kemudian ada dua mekanisme yang bisa ditempuh,” ujarnya.

Direct democracy seperti yang kita laksanakan sekarang sebagai ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 di mana gubernur, bupati, dan wali kota beserta para wakilnya dipilih secara langsung, atau kita menempuh jalan indirect democracy, yaitu pemilihan yang tidak langsung melalui DPRD,” sambung dia.

Rifqi mengatakan, dari usulan tersebut, yang menjadi perdebatan ialah gubernur tak dipilih oleh DPRD, melainkan ditunjuk langsung oleh presiden. Menurutnya, hal itu dapat berpotensi inkonstitusional.

“Cak Imin mengusulkan agar gubernur itu tidak dipilih pula oleh DPRD, tapi melainkan ditunjuk oleh presiden atas alasan bahwa gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Ide Cak Imin ini berpotensi mengangkangi konstitusi, berpotensi inkonstitusional,” ujarnya.

Rifqi lantas menyarankan opsi lain. Menurutnya, presiden dapat mengusulkan sejumlah nama kepada DPRD. Kemudian, melalui mekanisme paripurna, DPRD memilih nama yang diusulkan dari presiden.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

“Kalau satu nama berarti DPRD provinsi tugasnya melakukan proses persetujuan. DPRD provinsi itu adalah mekanisme kedaulatan rakyat yang dipilih langsung oleh rakyat, dibentuk oleh pemilu dan dia adalah perwakilan rakyat di daerah itu. Sehingga melalui mekanisme ini kata demokratisnya masih bisa kita lakukan,” jelasnya.

Rifqi mengatakan model-model pemilihan itu nantinya dapat menjadi daftar inventarisasi masalah (DIM) dalam revisi UU Pemilu. Dia lantas berharap revisi UU Pemilu dapat dilakukan oleh Komisi II.

“Mudah-mudahan undang-undang itu nanti diberi penugasan kepada kami di Komisi II DPR RI,” tuturnya.

“Di mana kami saat ini sudah melakukan berbagai macam tahapan evaluasi dan pengayaan terkait dengan materi-materi yang akan kami gunakan dalam penyusunan undang-undang pemilu ke depan, yang kami usulkan dalam bentuk dua model yang merupakan pilihan apakah omnibus law atau kodifikasi hukum kepemiluan kita,” imbuh dia.

Sebelumnya, dalam acara harlah PKB, Cak Imin mengusulkan dua pola dalam pemilihan kepala daerah. Kedua pola itu adalah gubernur dipilih oleh pemerintah pusat, sedangkan bupati dipilih oleh rakyat melalui DPRD.