Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menjelaskan bahwa termasuk dalam salah satu bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi dalam peristiwa . Ketua Komnas HAM Anis Hidayah mengatakan pemerkosaan menjadi satu dari lima bentuk tindakan kejahatan yang terjadi saat itu, yakni pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, dan persekusi.
Anis menjelaskan, hal itu merupakan temuan Tim Ad Hoc Penyelidikan Pelanggaran HAM yang Berat Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998 yang dibentuk Komnas HAM pada Maret 2003. Tim ad hoc tersebut menyelesaikan penyelidikan pada September 2003.
“Berdasarkan hasil penyelidikan Komnas HAM, peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 dinyatakan sebagai pelanggaran HAM yang berat, yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM,” kata Anis, dilansir Antara, Senin (16/6/2025).
Menurut Anis, hasil penyelidikan tersebut telah diserahkan oleh Komnas HAM kepada Jaksa Agung selaku penyidik pada 19 September 2003 melalui Surat Nomor 197/TUA/IX/2003.
Lebih lanjut ia menjelaskan, pemerintah pada 2022 telah mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat Masa Lalu (Tim PPHAM).
Setelah menerima laporan akhir Tim PPHAM pada 11 Januari 2023, Joko Widodo selaku Presiden RI saat itu mengakui peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 dan 11 peristiwa lainnya sebagai pelanggaran HAM yang berat. Menindaklanjuti hal itu, Presiden kemudian mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat.
“Selanjutnya, pada 11 Desember 2023, keluarga korban peristiwa kerusuhan 13-15 Mei 1998 mendapatkan layanan dari pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” tutur Anis.
Penjelasan tersebut disampaikan Ketua Komnas HAM menanggapi pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon bahwa pemerkosaan massal pada tragedi Mei 1998 tidak memiliki fakta kuat.
“Pernyataan Menteri Kebudayaan Fadli Zon yang menyatakan tidak ada perkosaan dalam peristiwa kerusuhan Mei 1998 tidak tepat karena peristiwa kerusuhan Mei 1998 telah diakui oleh pemerintah dan sebagian korban dan keluarga korban telah mendapatkan layanan,” demikian penjelasan Anis.
Fadli Zon sebelumnya menyampaikan klarifikasi soal pernyataannya yang menuai kritik publik. Dia menegaskan mengutuk dan mengecam keras berbagai bentuk perundungan dan kekerasan seksual pada perempuan yang terjadi pada masa lalu dan bahkan masih terjadi hingga kini.
“Apa yang saya sampaikan tidak menegasikan berbagai kerugian ataupun menihilkan penderitaan korban yang terjadi dalam konteks huru-hara 13-14 Mei 1998,” kata Fadli Zon.
Menurut dia, peristiwa huru-hara pada 13-14 Mei 1998 memang menimbulkan sejumlah silang pendapat dan beragam perspektif, termasuk ada atau tidak adanya ‘perkosaan massal’.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
“Bahkan liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal ‘massal’ ini,” ujarnya.
Demikian pula, menurut Fadli, laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) ketika itu hanya menyebutkan angka tanpa data pendukung yang solid baik nama, waktu, peristiwa, tempat kejadian, atau pelaku.
Simak Video ‘Amnesty: Pernyataan Menbud soal Pemerkosaan 1998 Itu Keliru yang Fatal!’: