Menteri Keuangan yang baru telah dilantik oleh di saat Indonesia tengah menghadapi situasi stagnasi ekonomi yang diperparah oleh ketidakpastian ekonomi global. Tekanan eksternal seperti konflik geopolitik, perlambatan ekonomi di negara-negara maju, serta volatilitas harga komoditas dunia telah menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Di tengah kondisi yang tidak menentu ini, pendapatan masyarakat, khususnya rakyat biasa, terus mengalami tekanan, sementara ketimpangan penghasilan antara kaum elit pejabat dan masyarakat kelas bawah semakin mencolok dan melahirkan gejolak social di tengah masyarakat. Tantangan yang dihadapi Menteri Keuangan Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, dalam memperbaiki kondisi ekonomi nasional sangatlah kompleks, setidaknya ada beberapa hal yang harus menjadi fokus dalam menganalisis tantangan ini seperti pertama soal “Ketidakpastian Ekonomi Global’.
Pelambatan ekonomi global yang dipicu oleh berbagai faktor seperti konflik geopolitik, pandemik, dan perubahan kebijakan moneter di negara-negara besar, dapat mempengaruhi perdagangan dan investasi. Purbaya perlu merancang strategi yang adaptif untuk mengatasi dampak dari fluktuasi ekonomi global sama agar pertumbuhan ekonomi domestik tetap terjaga.
Yang kedua soal “Pembangunan Infrastruktur dan Investasi”. Salah satu pilar penting untuk menggerakkan ekonomi nasional adalah investasi, terutama dalam infrastruktur. Menteri Keuangan perlu mengoptimalkan anggaran untuk proyek-proyek yang produktif dan menarik investasi asing. Memastikan bahwa investasi tepat guna dan berkelanjutan adalah tantangan besar, terutama dalam kondisi anggaran yang terbatas dan kebijakan efisiensi keuangan negara.
Ketiga mengenai “Reformasi Kebijakan Fiskal”. Dalam rangka meningkatkan pendapatan negara dan mendukung pengeluaran untuk program-program sosial serta pembangunan, reformasi perpajakan menjadi sangat penting. Purbaya harus mampu merumuskan kebijakan yang mendorong kepatuhan pajak tanpa membebani masyarakat, serta memperluas basis pajak untuk menciptakan sumber pendapatan yang lebih stabil.
Selanjutnya keempat tentang “Pemberdayaan Sektor UMKM”, Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia. Tantangan bagi Menteri Keuangan adalah memberikan dukungan yang memadai melalui akses ke pendanaan, pelatihan, dan pemasaran agar UMKM dapat beradaptasi dan bertahan di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Kelima soal “Kebijakan Sosial dan Perlindungan Masyarakat”. Dalam menghadapi kemungkinan dampak negatif dari stagnasi ekonomi, penting bagi Purbaya untuk melanjutkan program-program perlindungan sosial yang efektif. Ini akan membantu menjaga daya beli masyarakat dan mengurangi dampak sosial dari krisis ekonomi.
Selanjutnya keenam soal “Penguatan Kolaborasi Lintas Sektor”, Yaitu Keterlibatan berbagai pemangku kepentingan termasuk sektor swasta, lembaga internasional, dan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ekonomi menjadi krusial. Menteri Keuangan harus bisa menciptakan sinergi untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Jadi secara keseluruhan, tantangan yang dihadapi tidak hanya memerlukan kebijakan yang tepat, tetapi juga penciptaan inovasi, adaptasi yang cepat terhadap perubahan, dan keberanian untuk melakukan reformasi yang mungkin dapat menghadapi penolakan.
Di Jakarta dan kota-kota besar lainnya. Ekonomi Indonesia, yang sebelumnya menunjukkan tren pertumbuhan positif, kini terjebak dalam fase stagnasi. Ketidakpastian ekonomi dunia, seperti dampak konflik Ukraina-Rusia, kebijakan suku bunga tinggi oleh bank sentral AS (The Fed), dan gangguan rantai pasok global, telah menyebabkan pelemahan nilai tukar rupiah, tingginya inflasi, serta penurunan daya beli masyarakat. Sektor-sektor vital seperti manufaktur, perdagangan, dan jasa mengalami perlambatan, yang berujung pada pengurangan tenaga kerja dan pendapatan masyarakat.
Di tengah situasi ini, masyarakat kelas menengah dan bawah menjadi kelompok yang paling terdampak. Buruh pabrik, pekerja informal, hingga pelaku UMKM menghadapi tantangan berat untuk bertahan hidup di tengah kenaikan harga bahan pokok dan biaya hidup yang terus melambung. Sementara itu, lapangan pekerjaan baru sulit diciptakan, dan upah minimum yang ditetapkan pemerintah sering kali tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup masyarakat di kota-kota besar.
Di sisi lain, ketimpangan penghasilan antara kaum elit pejabat termasuk direksi BUMN dan pimpinan lembaga negara dengan rakyat biasa semakin mencolok. Di Jakarta, misalnya, penghasilan pejabat tinggi BUMN yang mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah per bulan, termasuk berbagai fasilitas mewah seperti kendaraan dinas, rumah dinas untuk pejabat parlemen dan kementerian, hingga tunjangan perjalanan luar negeri, kontras dengan kondisi buruh pabrik yang hanya menerima upah minimum regional (UMR) sekitar Rp 5 juta per bulan atau bahkan di bawah angka tersebut.
Ketimpangan ini tidak hanya terlihat dalam angka, tetapi juga dalam gaya hidup. Pejabat tinggi dan kaum elit menikmati kenyamanan hidup di kawasan elite dengan akses penuh ke layanan terbaik, sementara rakyat biasa berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti biaya pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal. Di kota kota besar lainnya, seperti Surabaya, Bandung, dan Medan, fenomena ini juga terlihat jelas. Banyak pekerja informal, seperti pedagang kaki lima dan pengemudi ojek online, harus bekerja lebih dari 12 jam sehari untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar keluarganya, sementara para elit menikmati kehidupan yang jauh dari kesulitan ekonomi.
Ketimpangan yang semakin tajam ini memicu ketidakpuasan sosial yang berpotensi mengganggu stabilitas politik. Demonstrasi besar-besaran di Jakarta serta kota-kota besar lainnya telah menunjukkan bahwa rakyat mulai mempertanyakan keadilan dalam distribusi kekayaan nasional. Ketimpangan ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan sosial, tetapi juga mengancam rasa solidaritas nasional yang menjadi fondasi keberlangsungan bangsa.
Untuk mengatasi stagnasi ekonomi dan ketimpangan penghasilan ini, kami memberikan saran kepada pemerintah perlu mengambil beberapa langkah strategis, seperti pertama, melakukan rasionalisasi gaji negara dan elit BUMN menyesuaikan gaji dan fasilitas pejabat tinggi agar lebih proporsional dengan kondisi ekonomi nasional, serta mengalokasikan dana tersebut untuk program kesejahteraan rakyat.
Kedua, peningkatan upah buruh dan penghapusan outsourching, meninjau kembali sistem outsourching dan kebijakan UMR agar lebih sesuai dengan kebutuhan hidup layak di kota-kota besar.
Ketiga, penciptaan lapangan kerja dengan memprioritaskan investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja baru, terutama di sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja besar.
Keempat yaitu melakukan penguatan program sosial dengan memperluas bantuan langsung tunai, subsidi pendidikan, beasiswa, dan program kesehatan untuk masyarakat miskin. Ketimpangan ini adalah tantangan yang harus segera diatasi untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga berkembang secara sosial dengan keadilan yang merata.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Tanpa langkah nyata, ketidakpuasan sosial akan terus meningkat, dan mimpi Indonesia sebagai bangsa yang adil dan makmur akan semakin sulit terwujud.
Keadilan ekonomi bukanlah sekadar idealisme sosial, melainkan kebutuhan mendasar untuk membangun bangsa yang maju, stabil, dan berkelanjutan. Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, di mana kesenjangan sosial dan ekonomi masih menjadi tantangan besar, distribusi kesejahteraan yang adil harus menjadi prioritas utama dan penting. Tanpa keadilan ekonomi, pembangunan hanya akan menghasilkan pertumbuhan yang timpang kaya semakin kaya, miskin semakin terpinggirkan dan itu adalah bom waktu bagi stabilitas sosial dan politik.
Keadilan ekonomi berarti memastikan bahwa seluruh rakyat memiliki akses yang setara terhadap sumber daya, peluang kerja, pendidikan, layanan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Ketika distribusi kesejahteraan tidak adil, maka hanya segelintir elit yang akan menikmati hasil pembangunan, sementara mayoritas rakyat tetap hidup dalam kesulitan. Hal ini tidak hanya menciptakan ketimpangan sosial, tetapi juga menghambat potensi besar yang dimiliki bangsa. Itulah kemudian mengapa keadilan ekonomi ini menjadi penting sebagai pilar kemajuan sebuah negara bangsa.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu memanfaatkan seluruh aset manusianya-bukan hanya segelintir kelompok, tetapi semua lapisan masyarakat. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu memiliki peluang untuk berkembang dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Ketika semua orang memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan dasar, maka produktivitas nasional akan meningkat, dan roda ekonomi akan berputar lebih cepat. Sayangnya, ketimpangan ekonomi di Indonesia masih sangat mencolok.
Menurut data terbaru yang sudah menjadi rahasia umum, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai hampir setengah kekayaan nasional, sementara jutaan rakyat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari. Ketimpangan seperti ini tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial. Ketimpangan adalah ancaman bagi stabilitas dan kemajuan.
Ketika sebagian besar rakyat merasa tertinggal dan tidak mendapatkan manfaat dari pembangunan, kepercayaan terhadap pemerintah dan sistem ekonomi akan terkikis. Hal ini bisa memicu ketidakpuasan, protes, bahkan kerusuhan sosial. Dalam jangka panjang, ketimpangan ini akan menjadi penghambat utama bagi kemajuan bangsa, karena stabilitas sosial adalah prasyarat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Distribusi kesejahteraan yang adil adalah solusi untuk mengatasi ketimpangan dan memastikan bahwa hasil pembangunan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Ini bukan berarti semua orang harus memiliki kekayaan yang sama, tetapi memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Karena distribusi kesejahteraan adalah Kunci Mewujudkan Keadilan.
Menurut kami ada Beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemangku kebijakan untuk mewujudkan distribusi kesejahteraan yang lebih adil antara lain melakukan reformasi kebijakan pajak, yaitu Menerapkan sistem pajak yang progresif, di mana kelompok kaya berkontribusi lebih besar untuk mendukung program-program sosial bagi
masyarakat miskin.
Selanjutnya optimalisasi investasi pada pendidikan dan kesehatan untuk memastikan bahwa semua rakyat, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki akses ke pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan yang layak. Kemudian melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat dengan mendukung UMKM, petani, dan nelayan melalui program pelatihan, akses modal, dan pasar yang adil.
Lalu melakukan pembangunan infrastruktur yang merata dengan memastikan pembangunan tidak hanya terpusat di kota-kota besar, tetapi juga menjangkau daerah-daerah terpencil. Terakhir pengendalian monopoli dan oligopoli yaitu mengatur agar kekayaan dan peluang ekonomi tidak hanya terkonsentrasi pada segelintir korporasi besar.
Keadilan ekonomi bukanlah pengeluaran, melainkan investasi jangka panjang. Ketika rakyat sejahtera, daya beli meningkat, pasar domestik tumbuh, dan ekonomi menjadi lebih tangguh terhadap guncangan global. Selain itu, distribusi kesejahteraan yang adil juga akan memperkuat rasa persatuan dan kebanggaan nasional, karena rakyat merasa dilibatkan dalam perjalanan pembangunan bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, tetapi itu hanya bisa terwujud jika keadilan ekonomi dan distribusi kesejahteraan menjadi prioritas. Saatnya pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat bersatu untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan maju.
Seringkali, upaya untuk mewujudkan keadilan ekonomi melalui program bantuan sosial, subsidi, peningkatan upah, atau pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal dipandang sebagai beban anggaran negara. Ini dilihat sebagai ‘pengeluaran’ yang membebani fiskal dan mengurangi ruang gerak pemerintah. Pandangan ini adalah perspektif yang sempit dan keliru. Sesungguhnya, keadilan ekonomi bukanlah pengeluaran, melainkan investasi jangka panjang yang paling strategis bagi masa depan suatu bangsa.
Mengapa demikian? Logika investasi berbicara tentang menanam modal hari ini untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih besar di masa depan. Dalam konteks keadilan ekonomi, “modal” yang ditanam adalah pemerataan kesempatan, akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, serta jaring pengaman sosial. “Imbal hasil” yang didapat adalah sebuah bangsa yang lebih makmur, stabil, dan tangguh.
Kita harus yakin bahwa keadilan ekonomi akan menciptakan mesin pertumbuhan domestik yang tangguh. Ketika seluruh lapisan masyarakat memiliki daya beli yang memadai, permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkat. Petani yang sejahtera akan membeli lebih banyak, UMKM yang tumbuh akan merekrut lebih banyak karyawan, dan keluarga kelas menengah yang kuat akan menjadi penyangga utama perekonomian. Pasar domestik yang kuat inilah yang menjadi benteng pertahanan terbaik terhadap berbagai guncangan global, seperti resesi atau krisis keuangan. Ekonomi yang hanya mengandalkan ekspor atau segelintir konglomerat ibarat bangunan dengan pondasi yang rapuh.
Kemudian, keadilan ekonomi itu juga adalah investasi dalam stabilitas sosial dan persatuan nasional. Kesenjangan yang lebar adalah bibit-bibit perpecahan, kecemburuan sosial, dan kriminalitas. Sebaliknya, ketika setiap warga negara merasakan bahwa mereka memiliki kesempatan yang adil untuk maju dan menikmati hasil pembangunan, maka rasa keadilan dan kebanggaan sebagai satu bangsa akan menguat. Mereka akan merasa dilibatkan, bukan ditinggalkan. Kohesi sosial ini adalah aset tak ternilai yang membuat sebuah bangsa mampu melalui tantangan dengan solid, bukan terpecah belah oleh konflik internal.
Selanjutnya dari sudut pandang bisnis, ekonomi yang adil justru akan membuka pasar dan sumber daya manusia yang lebih luas. Perusahaan dapat menjual produknya ke segmen masyarakat yang lebih besar dan mendapatkan talenta-talenta terbaik dari seluruh penjuru negeri, bukan hanya dari kalangan tertentu yang mampu mengakses pendidikan tinggi. Inovasi lahir dari keragaman pemikiran, dan keragaman ini hanya bisa muncul jika setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi.
Indonesia, dengan segala potensi demografi dan sumber daya alamnya, memiliki peluang emas untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia. Namun, potensi ini tidak akan teraktualisasi maksimal jika kita masih berkubang dalam ketimpangan. Prioritas pada keadilan ekonomi adalah kunci mewujudkannya. Program seperti pembangunan infrastruktur secara merata, perluasan akses pendidikan vokasi, dukungan pada UMKM, dan reformasi sistem perpajakan yang progresif bukanlah biaya, melainkan langkah strategis untuk membangun pondasi ekonomi yang kokoh.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengubah paradigma. Keadilan ekonomi adalah sebuah keharusan moral sekaligus keputusan ekonomi yang paling cerdas. Ini adalah investasi yang akan dibayar lunas dengan kemakmuran, ketahanan, dan persatuan bangsa di masa depan. Pemerintah, sektor swasta, dan seluruh elemen masyarakat harus bersinergi untuk mewujudkannya. Masa depan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan maju dimulai dari komitmen kita hari ini untuk tidak meninggalkan satu pun saudara kita di belakang.
Visi-misi Presiden Prabowo yang tertuang dalam Asta Cita (8 Misi) menjadi kompas yang dinanti-nanti untuk memandu Indonesia ke depan. Di tengah tantangan global dan dalam negeri, salah satu ujian terbesarnya adalah seberapa relevan dan efektif Asta Cita ini dalam mewujudkan keadilan ekonomi, yang merupakan pondasi bagi Indonesia yang maju, sejahtera, dan berkeadilan. Jika kita elaborasi, secara konseptual, banyak poin dalam Asta Cita yang sangat relevan dan berpotensi besar menjawab tantangan ketimpangan ekonomi yang selama ini mengakar.
Pertama soal Asta Cita Presiden Prabowo dalam penguatan UMKM dan koperasi. UMKM adalah penopang utama perekonomian Indonesia dan penyerap tenaga kerja terbesar.
Program Indonesia Bangkit dan komitmen untuk memodernisasi, mempermudah pembiayaan, dan membuka pasar bagi UMKM dan koperasi adalah jantung dari upaya pemerataan. Mengangkat UMKM berarti mengangkat ekonomi rakyat secara langsung, mendistribusikan kesejahteraan ke lebih banyak orang, dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Kedua dalam aspek pembangunan hijau dan inklusif (Misi 7). Misi ini tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi pada pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan menekankan pada industrialisasi hijau, energi terbarukan, dan pariwisata berkelanjutan, misi ini berjanji menciptakan lapangan kerja baru yang lebih hijau dan merata, tidak hanya terpusat di Jawa. Ini adalah investasi jangka panjang untuk keadilan antargenerasi dan antardaerah.
Ketiga dalam hal revolusi pendidikan dan kesehatan (Misi 5 & 6), Keadilan ekonomi dimulai dari kesetaraan akses. Dengan menjanjikan pemerataan dan peningkatan kualitas layanan kesehatan serta pendidikan (termasuk vocational training), Asta Cita menyentuh akar masalah ketimpangan yaitu kesenjangan peluang. Seorang anak di pelosok Indonesia harus memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas seperti anak di kota besar untuk bisa bersaing di masa depan. Ini adalah langkah fundamental untuk memutus mata rantai kemiskinan.
Keempat mengenai pembangunan infrastruktur yang merata. Komitmen ini untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur, termasuk di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), sangat krusial untuk keadilan. Infrastruktur yang baik menghubungkan daerah produsen ke pasar, menekan harga logistik, dan membuka isolasi ekonomi. Jalan, pelabuhan, dan internet yang cepat adalah prasyarat bagi daerah untuk bisa berpartisipasi secara setara dalam percaturan ekonomi nasional.
Namun tentunya, relevansi konsep asta cita dan keadilan ekonomi harus diuji dalam implementasi. Ada beberapa tantangan harus dijawab dalam meweujudkannya, Terutama terkait soal Koordinasi dan Implementasi, yaitu Seberapa mampu pemerintah mengoordinasikan seluruh lini birokrasi untuk menerjemahkan ambisi besar ini menjadi program yang tepat sasaran, efisien, dan bebas dari kebocoran. Kemudian soal sumber pembiayaan Asta Cita ini adalah agenda ambisius yang membutuhkan pendanaan sangat besar. Dari mana sumber pendanaannya? Apakah melalui optimalisasi pajak, reformasi subsidi, atau utang? Kebijakan fiskal harus dikelola dengan sangat hati-hati untuk tidak membebani generasi mendatang. Selanjutnya komitmen pemerintah dalam menjaga sinergi triple helix juga harus di uji, Karena kita semua memahami bahwa keadilan
ekonomi tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah. Kita harus kawal dan pastikan seberapa efektif Prabowo dapat melibatkan sektor swasta untuk berinvestasi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat
Bangsa Indonesia bukanlah bangsa miskin yang kekurangan. Kekayaan alam melimpah, sumber daya manusia muda yang besar, dan keragaman budaya yang menjadi modal sosial yang tak ternilai. Namun, tantangan terbesar yang kita hadapi bersama bukanlah soal kekurangan, melainkan soal keadilan dan pemerataan. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan sebuah gerakan kolektif, sebuah semangat bahu-membahu dimana setiap elemen bangsa berkontribusi sesuai kapasitasnya masing-masing untuk membangun ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Ekonomi yang adil bukanlah tugas pemerintah semata. Ia adalah sebuah proyek nasional yang
harus melibatkan tiga pilar utama yaitu Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Ketiganya bagai tiga kaki pada sebuah tungku, saling menguatkan dan menopang. Peran pemerintah sebagai pengarah dan penjamin keadilan yang sesungguhnya.
Pemerintah memegang peran krusial sebagai perumus kebijakan dan penjamin terciptanya lapangan bermain yang setara. Perannya sebagai regulator yang adil adalah untuk menciptakan regulasi yang tidak hanya memfasilitasi investasi dan usaha besar, tetapi juga melindungi dan memberdayakan UMKM dan koperasi. Pemerintah harus memastikan tidak ada praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Selanjutnya, pemerintah sebagai penyedia infrastruktur dan akses yang berkewajiban membangun infrastruktur fisik (jalan, pelabuhan, listrik) dan digital (internet cepat) hingga ke daerah tertinggal. Ini adalah cara konkret memastikan distribusi kesejahteraan tidak terhambat oleh isolasi geografis.
Dan peran pemerintah lainnya adalah sebagai penjamin dasar kemanusiaan untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses kepada layanan dasar seperti pendidikan berkualitas, kesehatan, dan jaring pengaman sosial. Ini adalah investasi fundamental untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggal dan merata.
Peran pemerintah harus di kolaborasikan dengan masyarakat selaku pelaku aktif serta pengawas dan dengan sektor swasta sebagai mesin inovasi dan pertumbuhan yang bertanggung jawab.
Dunia usaha adalah penggerak utama ekonomi, kontribusi mereka jauh melampaui sekadar mencari keuntungan. Tentunya semua stake holder harus bergerak bersama beriringan. Ketika ketiga pilar ini bersinergi, kita tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata, tetapi membangun ekosistem ekonomi yang berkeadilan. Distribusi kesejahteraan adalah buah yang pasti dari ekosistem semacam ini. Mari kita tinggalkan paradigma lama yang memandang ekonomi sebagai arena persaingan individualistik. Kini saatnya kita bersama-sama merajut tenun ekonomi Indonesia yang kuat, Dengan semangat gotong royong, kita pastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam perjalanan menuju Indonesia yang sejahtera. Wallahu a’lamu
Tantan Taufiq Lubis, Wakil Rektor Universitas Jakarta, Ketua Umum DPP KNPI, Founder OIC Youth dan Asian African Youth Government
Urgensi keadilan ekonomi dan distribusi kesejahteraan
Keadilan ekonomi adalah investasi masa depan
Relevansi Asta Cita Prabowo dengan cita-cita keadilan ekonomi Indonesia
Penutup
Ketimpangan ini tidak hanya terlihat dalam angka, tetapi juga dalam gaya hidup. Pejabat tinggi dan kaum elit menikmati kenyamanan hidup di kawasan elite dengan akses penuh ke layanan terbaik, sementara rakyat biasa berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, seperti biaya pendidikan, kesehatan, dan tempat tinggal. Di kota kota besar lainnya, seperti Surabaya, Bandung, dan Medan, fenomena ini juga terlihat jelas. Banyak pekerja informal, seperti pedagang kaki lima dan pengemudi ojek online, harus bekerja lebih dari 12 jam sehari untuk sekadar memenuhi kebutuhan dasar keluarganya, sementara para elit menikmati kehidupan yang jauh dari kesulitan ekonomi.
Ketimpangan yang semakin tajam ini memicu ketidakpuasan sosial yang berpotensi mengganggu stabilitas politik. Demonstrasi besar-besaran di Jakarta serta kota-kota besar lainnya telah menunjukkan bahwa rakyat mulai mempertanyakan keadilan dalam distribusi kekayaan nasional. Ketimpangan ini tidak hanya mencederai prinsip keadilan sosial, tetapi juga mengancam rasa solidaritas nasional yang menjadi fondasi keberlangsungan bangsa.
Untuk mengatasi stagnasi ekonomi dan ketimpangan penghasilan ini, kami memberikan saran kepada pemerintah perlu mengambil beberapa langkah strategis, seperti pertama, melakukan rasionalisasi gaji negara dan elit BUMN menyesuaikan gaji dan fasilitas pejabat tinggi agar lebih proporsional dengan kondisi ekonomi nasional, serta mengalokasikan dana tersebut untuk program kesejahteraan rakyat.
Kedua, peningkatan upah buruh dan penghapusan outsourching, meninjau kembali sistem outsourching dan kebijakan UMR agar lebih sesuai dengan kebutuhan hidup layak di kota-kota besar.
Ketiga, penciptaan lapangan kerja dengan memprioritaskan investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja baru, terutama di sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja besar.
Keempat yaitu melakukan penguatan program sosial dengan memperluas bantuan langsung tunai, subsidi pendidikan, beasiswa, dan program kesehatan untuk masyarakat miskin. Ketimpangan ini adalah tantangan yang harus segera diatasi untuk memastikan bahwa Indonesia tidak hanya tumbuh secara ekonomi, tetapi juga berkembang secara sosial dengan keadilan yang merata.
Tanpa langkah nyata, ketidakpuasan sosial akan terus meningkat, dan mimpi Indonesia sebagai bangsa yang adil dan makmur akan semakin sulit terwujud.
Keadilan ekonomi bukanlah sekadar idealisme sosial, melainkan kebutuhan mendasar untuk membangun bangsa yang maju, stabil, dan berkelanjutan. Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, di mana kesenjangan sosial dan ekonomi masih menjadi tantangan besar, distribusi kesejahteraan yang adil harus menjadi prioritas utama dan penting. Tanpa keadilan ekonomi, pembangunan hanya akan menghasilkan pertumbuhan yang timpang kaya semakin kaya, miskin semakin terpinggirkan dan itu adalah bom waktu bagi stabilitas sosial dan politik.
Keadilan ekonomi berarti memastikan bahwa seluruh rakyat memiliki akses yang setara terhadap sumber daya, peluang kerja, pendidikan, layanan kesehatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Ketika distribusi kesejahteraan tidak adil, maka hanya segelintir elit yang akan menikmati hasil pembangunan, sementara mayoritas rakyat tetap hidup dalam kesulitan. Hal ini tidak hanya menciptakan ketimpangan sosial, tetapi juga menghambat potensi besar yang dimiliki bangsa. Itulah kemudian mengapa keadilan ekonomi ini menjadi penting sebagai pilar kemajuan sebuah negara bangsa.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang mampu memanfaatkan seluruh aset manusianya-bukan hanya segelintir kelompok, tetapi semua lapisan masyarakat. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu memiliki peluang untuk berkembang dan berkontribusi pada kemajuan bangsa. Ketika semua orang memiliki akses yang sama terhadap pendidikan, pekerjaan, dan layanan dasar, maka produktivitas nasional akan meningkat, dan roda ekonomi akan berputar lebih cepat. Sayangnya, ketimpangan ekonomi di Indonesia masih sangat mencolok.
Urgensi keadilan ekonomi dan distribusi kesejahteraan
Menurut data terbaru yang sudah menjadi rahasia umum, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai hampir setengah kekayaan nasional, sementara jutaan rakyat masih berjuang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka sehari-hari. Ketimpangan seperti ini tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga berpotensi memicu konflik sosial. Ketimpangan adalah ancaman bagi stabilitas dan kemajuan.
Ketika sebagian besar rakyat merasa tertinggal dan tidak mendapatkan manfaat dari pembangunan, kepercayaan terhadap pemerintah dan sistem ekonomi akan terkikis. Hal ini bisa memicu ketidakpuasan, protes, bahkan kerusuhan sosial. Dalam jangka panjang, ketimpangan ini akan menjadi penghambat utama bagi kemajuan bangsa, karena stabilitas sosial adalah prasyarat untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Distribusi kesejahteraan yang adil adalah solusi untuk mengatasi ketimpangan dan memastikan bahwa hasil pembangunan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Ini bukan berarti semua orang harus memiliki kekayaan yang sama, tetapi memastikan bahwa tidak ada yang tertinggal dalam menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi. Karena distribusi kesejahteraan adalah Kunci Mewujudkan Keadilan.
Menurut kami ada Beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemangku kebijakan untuk mewujudkan distribusi kesejahteraan yang lebih adil antara lain melakukan reformasi kebijakan pajak, yaitu Menerapkan sistem pajak yang progresif, di mana kelompok kaya berkontribusi lebih besar untuk mendukung program-program sosial bagi
masyarakat miskin.
Selanjutnya optimalisasi investasi pada pendidikan dan kesehatan untuk memastikan bahwa semua rakyat, tanpa memandang latar belakang ekonomi, memiliki akses ke pendidikan berkualitas dan layanan kesehatan yang layak. Kemudian melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat dengan mendukung UMKM, petani, dan nelayan melalui program pelatihan, akses modal, dan pasar yang adil.
Lalu melakukan pembangunan infrastruktur yang merata dengan memastikan pembangunan tidak hanya terpusat di kota-kota besar, tetapi juga menjangkau daerah-daerah terpencil. Terakhir pengendalian monopoli dan oligopoli yaitu mengatur agar kekayaan dan peluang ekonomi tidak hanya terkonsentrasi pada segelintir korporasi besar.
Keadilan ekonomi bukanlah pengeluaran, melainkan investasi jangka panjang. Ketika rakyat sejahtera, daya beli meningkat, pasar domestik tumbuh, dan ekonomi menjadi lebih tangguh terhadap guncangan global. Selain itu, distribusi kesejahteraan yang adil juga akan memperkuat rasa persatuan dan kebanggaan nasional, karena rakyat merasa dilibatkan dalam perjalanan pembangunan bangsa. Bangsa yang maju adalah bangsa yang tidak meninggalkan siapa pun di belakang. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, tetapi itu hanya bisa terwujud jika keadilan ekonomi dan distribusi kesejahteraan menjadi prioritas. Saatnya pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat bersatu untuk menciptakan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan maju.
Seringkali, upaya untuk mewujudkan keadilan ekonomi melalui program bantuan sosial, subsidi, peningkatan upah, atau pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal dipandang sebagai beban anggaran negara. Ini dilihat sebagai ‘pengeluaran’ yang membebani fiskal dan mengurangi ruang gerak pemerintah. Pandangan ini adalah perspektif yang sempit dan keliru. Sesungguhnya, keadilan ekonomi bukanlah pengeluaran, melainkan investasi jangka panjang yang paling strategis bagi masa depan suatu bangsa.
Mengapa demikian? Logika investasi berbicara tentang menanam modal hari ini untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih besar di masa depan. Dalam konteks keadilan ekonomi, “modal” yang ditanam adalah pemerataan kesempatan, akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang berkualitas, serta jaring pengaman sosial. “Imbal hasil” yang didapat adalah sebuah bangsa yang lebih makmur, stabil, dan tangguh.
Kita harus yakin bahwa keadilan ekonomi akan menciptakan mesin pertumbuhan domestik yang tangguh. Ketika seluruh lapisan masyarakat memiliki daya beli yang memadai, permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkat. Petani yang sejahtera akan membeli lebih banyak, UMKM yang tumbuh akan merekrut lebih banyak karyawan, dan keluarga kelas menengah yang kuat akan menjadi penyangga utama perekonomian. Pasar domestik yang kuat inilah yang menjadi benteng pertahanan terbaik terhadap berbagai guncangan global, seperti resesi atau krisis keuangan. Ekonomi yang hanya mengandalkan ekspor atau segelintir konglomerat ibarat bangunan dengan pondasi yang rapuh.
Keadilan ekonomi adalah investasi masa depan
Kemudian, keadilan ekonomi itu juga adalah investasi dalam stabilitas sosial dan persatuan nasional. Kesenjangan yang lebar adalah bibit-bibit perpecahan, kecemburuan sosial, dan kriminalitas. Sebaliknya, ketika setiap warga negara merasakan bahwa mereka memiliki kesempatan yang adil untuk maju dan menikmati hasil pembangunan, maka rasa keadilan dan kebanggaan sebagai satu bangsa akan menguat. Mereka akan merasa dilibatkan, bukan ditinggalkan. Kohesi sosial ini adalah aset tak ternilai yang membuat sebuah bangsa mampu melalui tantangan dengan solid, bukan terpecah belah oleh konflik internal.
Selanjutnya dari sudut pandang bisnis, ekonomi yang adil justru akan membuka pasar dan sumber daya manusia yang lebih luas. Perusahaan dapat menjual produknya ke segmen masyarakat yang lebih besar dan mendapatkan talenta-talenta terbaik dari seluruh penjuru negeri, bukan hanya dari kalangan tertentu yang mampu mengakses pendidikan tinggi. Inovasi lahir dari keragaman pemikiran, dan keragaman ini hanya bisa muncul jika setiap anak bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi.
Indonesia, dengan segala potensi demografi dan sumber daya alamnya, memiliki peluang emas untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia. Namun, potensi ini tidak akan teraktualisasi maksimal jika kita masih berkubang dalam ketimpangan. Prioritas pada keadilan ekonomi adalah kunci mewujudkannya. Program seperti pembangunan infrastruktur secara merata, perluasan akses pendidikan vokasi, dukungan pada UMKM, dan reformasi sistem perpajakan yang progresif bukanlah biaya, melainkan langkah strategis untuk membangun pondasi ekonomi yang kokoh.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mengubah paradigma. Keadilan ekonomi adalah sebuah keharusan moral sekaligus keputusan ekonomi yang paling cerdas. Ini adalah investasi yang akan dibayar lunas dengan kemakmuran, ketahanan, dan persatuan bangsa di masa depan. Pemerintah, sektor swasta, dan seluruh elemen masyarakat harus bersinergi untuk mewujudkannya. Masa depan Indonesia yang lebih adil, sejahtera, dan maju dimulai dari komitmen kita hari ini untuk tidak meninggalkan satu pun saudara kita di belakang.
Visi-misi Presiden Prabowo yang tertuang dalam Asta Cita (8 Misi) menjadi kompas yang dinanti-nanti untuk memandu Indonesia ke depan. Di tengah tantangan global dan dalam negeri, salah satu ujian terbesarnya adalah seberapa relevan dan efektif Asta Cita ini dalam mewujudkan keadilan ekonomi, yang merupakan pondasi bagi Indonesia yang maju, sejahtera, dan berkeadilan. Jika kita elaborasi, secara konseptual, banyak poin dalam Asta Cita yang sangat relevan dan berpotensi besar menjawab tantangan ketimpangan ekonomi yang selama ini mengakar.
Pertama soal Asta Cita Presiden Prabowo dalam penguatan UMKM dan koperasi. UMKM adalah penopang utama perekonomian Indonesia dan penyerap tenaga kerja terbesar.
Program Indonesia Bangkit dan komitmen untuk memodernisasi, mempermudah pembiayaan, dan membuka pasar bagi UMKM dan koperasi adalah jantung dari upaya pemerataan. Mengangkat UMKM berarti mengangkat ekonomi rakyat secara langsung, mendistribusikan kesejahteraan ke lebih banyak orang, dan memperkuat ketahanan ekonomi nasional.
Kedua dalam aspek pembangunan hijau dan inklusif (Misi 7). Misi ini tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi semata, tetapi pada pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan menekankan pada industrialisasi hijau, energi terbarukan, dan pariwisata berkelanjutan, misi ini berjanji menciptakan lapangan kerja baru yang lebih hijau dan merata, tidak hanya terpusat di Jawa. Ini adalah investasi jangka panjang untuk keadilan antargenerasi dan antardaerah.
Relevansi Asta Cita Prabowo dengan cita-cita keadilan ekonomi Indonesia
Ketiga dalam hal revolusi pendidikan dan kesehatan (Misi 5 & 6), Keadilan ekonomi dimulai dari kesetaraan akses. Dengan menjanjikan pemerataan dan peningkatan kualitas layanan kesehatan serta pendidikan (termasuk vocational training), Asta Cita menyentuh akar masalah ketimpangan yaitu kesenjangan peluang. Seorang anak di pelosok Indonesia harus memiliki akses yang sama terhadap pendidikan berkualitas seperti anak di kota besar untuk bisa bersaing di masa depan. Ini adalah langkah fundamental untuk memutus mata rantai kemiskinan.
Keempat mengenai pembangunan infrastruktur yang merata. Komitmen ini untuk melanjutkan pembangunan infrastruktur, termasuk di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal), sangat krusial untuk keadilan. Infrastruktur yang baik menghubungkan daerah produsen ke pasar, menekan harga logistik, dan membuka isolasi ekonomi. Jalan, pelabuhan, dan internet yang cepat adalah prasyarat bagi daerah untuk bisa berpartisipasi secara setara dalam percaturan ekonomi nasional.
Namun tentunya, relevansi konsep asta cita dan keadilan ekonomi harus diuji dalam implementasi. Ada beberapa tantangan harus dijawab dalam meweujudkannya, Terutama terkait soal Koordinasi dan Implementasi, yaitu Seberapa mampu pemerintah mengoordinasikan seluruh lini birokrasi untuk menerjemahkan ambisi besar ini menjadi program yang tepat sasaran, efisien, dan bebas dari kebocoran. Kemudian soal sumber pembiayaan Asta Cita ini adalah agenda ambisius yang membutuhkan pendanaan sangat besar. Dari mana sumber pendanaannya? Apakah melalui optimalisasi pajak, reformasi subsidi, atau utang? Kebijakan fiskal harus dikelola dengan sangat hati-hati untuk tidak membebani generasi mendatang. Selanjutnya komitmen pemerintah dalam menjaga sinergi triple helix juga harus di uji, Karena kita semua memahami bahwa keadilan
ekonomi tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah. Kita harus kawal dan pastikan seberapa efektif Prabowo dapat melibatkan sektor swasta untuk berinvestasi secara berkelanjutan dan bertanggung jawab, serta mendorong partisipasi aktif masyarakat
Bangsa Indonesia bukanlah bangsa miskin yang kekurangan. Kekayaan alam melimpah, sumber daya manusia muda yang besar, dan keragaman budaya yang menjadi modal sosial yang tak ternilai. Namun, tantangan terbesar yang kita hadapi bersama bukanlah soal kekurangan, melainkan soal keadilan dan pemerataan. Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan sebuah gerakan kolektif, sebuah semangat bahu-membahu dimana setiap elemen bangsa berkontribusi sesuai kapasitasnya masing-masing untuk membangun ekonomi yang inklusif dan berkeadilan. Ekonomi yang adil bukanlah tugas pemerintah semata. Ia adalah sebuah proyek nasional yang
harus melibatkan tiga pilar utama yaitu Pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Ketiganya bagai tiga kaki pada sebuah tungku, saling menguatkan dan menopang. Peran pemerintah sebagai pengarah dan penjamin keadilan yang sesungguhnya.
Pemerintah memegang peran krusial sebagai perumus kebijakan dan penjamin terciptanya lapangan bermain yang setara. Perannya sebagai regulator yang adil adalah untuk menciptakan regulasi yang tidak hanya memfasilitasi investasi dan usaha besar, tetapi juga melindungi dan memberdayakan UMKM dan koperasi. Pemerintah harus memastikan tidak ada praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat. Selanjutnya, pemerintah sebagai penyedia infrastruktur dan akses yang berkewajiban membangun infrastruktur fisik (jalan, pelabuhan, listrik) dan digital (internet cepat) hingga ke daerah tertinggal. Ini adalah cara konkret memastikan distribusi kesejahteraan tidak terhambat oleh isolasi geografis.
Dan peran pemerintah lainnya adalah sebagai penjamin dasar kemanusiaan untuk memastikan setiap warga negara memiliki akses kepada layanan dasar seperti pendidikan berkualitas, kesehatan, dan jaring pengaman sosial. Ini adalah investasi fundamental untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggal dan merata.
Peran pemerintah harus di kolaborasikan dengan masyarakat selaku pelaku aktif serta pengawas dan dengan sektor swasta sebagai mesin inovasi dan pertumbuhan yang bertanggung jawab.
Dunia usaha adalah penggerak utama ekonomi, kontribusi mereka jauh melampaui sekadar mencari keuntungan. Tentunya semua stake holder harus bergerak bersama beriringan. Ketika ketiga pilar ini bersinergi, kita tidak hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata, tetapi membangun ekosistem ekonomi yang berkeadilan. Distribusi kesejahteraan adalah buah yang pasti dari ekosistem semacam ini. Mari kita tinggalkan paradigma lama yang memandang ekonomi sebagai arena persaingan individualistik. Kini saatnya kita bersama-sama merajut tenun ekonomi Indonesia yang kuat, Dengan semangat gotong royong, kita pastikan bahwa tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam perjalanan menuju Indonesia yang sejahtera. Wallahu a’lamu
Tantan Taufiq Lubis, Wakil Rektor Universitas Jakarta, Ketua Umum DPP KNPI, Founder OIC Youth dan Asian African Youth Government