Korea Utara mengecam keras serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga situs nuklir utama Iran, sebagai pelanggaran terhadap kedaulatan wilayah dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
“Masyarakat internasional yang adil harus menyuarakan kecaman dan penolakan bulat terhadap tindakan konfrontatif AS dan Israel,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Korea Utara seperti dikutip kantor berita Yonhap.
Pyongyang sebelumnya juga telah menyebut serangan rudal Israel terhadap Iran sebagai “tindakan keji.”
Korea Utara yang bersenjata nuklir selama ini menjalin hubungan erat dengan Iran. Selama puluhan tahun, kedua negara diduga mengadakan kerja sama militer, termasuk dalam pengembangan rudal balistik.
Ilmuwan Iran diketahui telah meningkatkan teknologi hasil kolaborasi tersebut.
Sekitar dua dekade lalu, Korea Utara mulai mengirimkan tenaga ahli spesialis terowongan bawah tanah ke Iran. Pengalaman mereka berasal dari Perang Korea yang berlangsung pada 1950, di mana Korea Utara membangun banyak fasilitas militer strategis di bawah tanah untuk menghindari deteksi dan serangan musuh.
Kini, Pyongyang diyakini mengkaji efektivitas desain perlindungan fasilitas bawah tanahnya menyusul penggunaan senjata GBU-57 “massive ordnance penetrator” oleh AS dalam Operation Midnight Hammer terhadap fasilitas nuklir bawah tanah Fordow di Iran.
“Mereka pasti sangat memperhatikan apa yang terjadi di Iran,” ujar Chun In-bum, mantan letnan jenderal Angkatan Darat Korea Selatan yang kini menjabat sebagai peneliti senior di National Institute for Deterrence Studies.
“Saya percaya kesimpulan yang akan diambil Korea Utara adalah bahwa mereka harus mempercepat kemampuan senjata nuklir dan semakin memperkuat lokasi penyimpanan mereka,” lanjutnya.
Chun juga mengatakan bahwa Korea Utara kemungkinan akan menambah pertahanan udara serta opsi balasan serangan sebagai langkah perlindungan tambahan.
Ketika ditanya apakah serangan tersebut dapat mendorong Pyongyang kembali ke meja perundingan, Chun menjawab tegas, “Sama sekali tidak. Itu bukan sifat mereka.”
Namun dia menambahkan, Korea Utara kemungkinan besar juga terkejut dengan ketegasan pemerintahan Donald Trump.
“Ini adalah Amerika yang belum pernah kita lihat selama bertahun-tahun, dan jelas mengejutkan Korea Utara,” ujarnya. “Prioritas Korut sekarang adalah memastikan hal serupa tidak terjadi terhadap mereka, dan karena itu Pyongyang akan mengamati dengan seksama dan mempercepat program senjata mereka.”
Leif-Eric Easley, profesor studi internasional di Universitas Ewha Womans, Seoul, mengatakan bahwa Pyongyang memahami situasinya berbeda dengan Teheran, baik secara geografis, dukungan sekutu, maupun kemajuan program nuklir.
“Program nuklir Korea Utara jauh lebih maju, dengan senjata yang mungkin sudah siap diluncurkan melalui berbagai sistem, termasuk ICBM,” kata Easley, merujuk pada rudal balistik atarbenua.
“Rezim Kim dapat mengancam wilayah dataran AS, dan Seoul berada dalam jangkauan berbagai jenis senjata Korea Utara.”
Sementara dalam kasus Iran, Israel memanfaatkan keunggulan intelijen, teknologi, dan pelatihan, untuk melumpuhkan pertahanan udara, mengeliminasi personel penting, dan kemampuan serangan balik Iran.
“Korea Utara akan belajar dari kesalahan Iran. Korea Selatan lebih berhati-hati daripada Israel, dan Cina serta Rusia berada dalam posisi lebih baik untuk membantu Pyongyang dibanding posisi Iran saat ini,” ujar Easley.
Easley menambahkan bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong Un juga akan semakin bergantung pada aliansinya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk memperoleh teknologi senjata terbaru dalam jumlah cukup guna mempertahankan rezimnya.
“Tidak mengherankan jika Moskow segera menjamu menteri luar negeri Iran setelah serangan AS, dan Putin mengirim Sergei Shoigu untuk bertemu Kim Jong Un saat para pemimpin G7 berkumpul di Kanada,” katanya.
“Koordinasi Rusia dengan Iran dan Korea Utara menunjukkan bahwa isu keamanan di berbagai kawasan kini semakin saling terkait.”
Meski begitu, Chun menegaskan bahwa prioritas utama Kim tetaplah keselamatannya sendiri serta kelangsungan satu-satunya dinasti komunis di dunia.
Kim dikabarkan sangat terkejut ketika Presiden Trump memberi isyarat bahwa militer AS mengetahui lokasi persembunyian pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, dan mendukung perubahan rezim di Teheran.
“Kim kini sangat terlindungi dari ancaman ‘serangan asasinasi’, dengan sistem kerahasiaan tinggi atas lokasi dan pergerakannya,” kata Chun.
“Saya yakin dia akan mempertahankan tingkat kerahasiaan itu, dan memastikan informasi tentang keberadaannya sangat terbatas.”
Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris
Diadaptasi oleh Rizki Nugraha
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.
Editor: Yuniman Farid
Tonton juga “Kenapa Ya Kim Jong Un Selalu Mengenakan Jaket Kulit?” di sini: