Korps Pemberantasan Tindak Pidana Polri telah menerima laporan hasil investigasi (LPH) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI terkait perhitungan kerugian negara di kasus korupsi proyek di PT Perkebunan Nusantara (PTPN) XI ke Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Polri. Kerugian negara di kasus tersebut mencapai Rp 645 M.
“Dengan temuan telah terjadi kerugian negara sebesar Rp 645 miliar,” kata Kakortas Tipikor Polri Irjen Cahyono Wibowo dalam keterangannya, Kamis (20/11/2025).
Ia menyebutkan hasil laporan investigatif itu juga telah diserahkan oleh auditor BPK kepada penyidik Kortas Tipikor Polri pada Rabu (19/11) kemarin. Nantinya laporan audit yang telah dilakukan BPK itu akan digunakan sebagai salah satu barang bukti di kasus tersebut.
“Selanjutnya, penyidik Kortas Tipikor Polri akan menindaklanjuti Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif untuk kepentingan penyidikan,” ujarnya.
Cahyono menambahkan, Kortas Tipikor Polri berkomitmen untuk terus menindak tindak pidana korupsi. Pihaknya berkoordinasi dengan stakeholder terkait untuk melakukan penindakan.
“Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia dan Kortas Tipikor Polri berkomitmen untuk meningkatkan sinergi dan kolaborasi yang telah terjalin dengan baik selama ini dalam rangka untuk bersama-sama melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi,” jelasnya.
Sebagai informasi, dugaan korupsi itu terkait proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi engineering, procurement, construction, and commissioning (EPCC) pada 2016. Kortas Tipikor Polri sendiri telah menetapkan dua orang sebagai tersangka terkait kasus itu.
Kedua tersangka ini ialah Direktur Utama PTPN XI Dolly Pulungan serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI Aris Toharisman. Keduanya menjalankan proyek tanpa sesuai studi kelayakan.
Kasus korupsi ini berawal pada 2015 saat PTPN XI mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 650 miliar dari Kementerian BUMN. Total anggaran Rp 650 miliar itu lalu diperuntukkan PTPN XI untuk pabrik gula yang ada di bawah kendalinya yaitu Pabrik Gula Djatiroto sebesar Rp 400 miliar dan Pabrik Gula Asembagoes sebesar Rp 250 miliar.
Cahyono mengatakan, khusus Pabrik Gula Djatiroto, PTPN XI memanfaatkan anggaran tersebut untuk proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi engineering, procurement, construction, and commissioning tahun 2016. Nilai proyek itu sebesar Rp 871 miliar di mana KSO PT Hutama Karya-PT Eurroasiatic-uttam Sucrotech PVT.LTD (KSO HEU) ditunjuk sebagai pelaksana proyek.
Dalam pelaksanaan proyek itu PTPN XI mengalami kekurangan anggaran. Cahyono mengatakan PTPN XI lalu mengajukan kredit tambahan ke Bank BRI sebesar Rp 271 miliar dan PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 200 miliar.
Sebagai informasi, dugaan korupsi itu terkait proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi engineering, procurement, construction, and commissioning (EPCC) pada 2016. Kortas Tipikor Polri sendiri telah menetapkan dua orang sebagai tersangka terkait kasus itu.
Kedua tersangka ini ialah Direktur Utama PTPN XI Dolly Pulungan serta mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI Aris Toharisman. Keduanya menjalankan proyek tanpa sesuai studi kelayakan.
Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.
Kasus korupsi ini berawal pada 2015 saat PTPN XI mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp 650 miliar dari Kementerian BUMN. Total anggaran Rp 650 miliar itu lalu diperuntukkan PTPN XI untuk pabrik gula yang ada di bawah kendalinya yaitu Pabrik Gula Djatiroto sebesar Rp 400 miliar dan Pabrik Gula Asembagoes sebesar Rp 250 miliar.
Cahyono mengatakan, khusus Pabrik Gula Djatiroto, PTPN XI memanfaatkan anggaran tersebut untuk proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi engineering, procurement, construction, and commissioning tahun 2016. Nilai proyek itu sebesar Rp 871 miliar di mana KSO PT Hutama Karya-PT Eurroasiatic-uttam Sucrotech PVT.LTD (KSO HEU) ditunjuk sebagai pelaksana proyek.
Dalam pelaksanaan proyek itu PTPN XI mengalami kekurangan anggaran. Cahyono mengatakan PTPN XI lalu mengajukan kredit tambahan ke Bank BRI sebesar Rp 271 miliar dan PT Sarana Multi Infrastruktur sebesar Rp 200 miliar.







