Legislator Soroti Siswa SD di Inhu Diduga Tewas Dibully: Perlu Penanganan Khusus

Posted on

Anggota Sabam Sinaga menyoroti kasus meninggalnya seorang siswa SD berusia 8 tahun di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, akibat dugaan atau bullying oleh kakak kelasnya. Ia mendengar korban sering mengalami perundungan karena minoritas suku dan agama.

“Itu perlu penanganan secara khusus, ya. Dan yang kedua, bahwa isunya bully ini karena berkaitan dengan agama minoritas di sebuah sekolah,” kata Sabam kepada wartawan lewat pesannya, Sabtu (31/5).

Legislator yang menjabat sebagai Ketua Umum Perkumpulan Kerukunan Umat Pentakosta Indonesia (PERKUPI) ini juga menyoroti kurangnya guru yang mewakili agama minoritas di sekolah-sekolah. “Mungkin saja karena keterbatasan pendidik yang berkaitan dengan agama minoritas, maka anak-anak ini tidak tertangani dengan baik, terutama ketika jam belajar agama,” imbuh dia.

Ia lantas mengusulkan agar sekolah-sekolah di seluruh Indonesia mengacu pada UUD 1945 Pasal 28 tentang Kebebasan Beragama dengan menyediakan guru-guru dari agama minoritas. Dan hal ini perlu dituangkan dalam RUU Sisdiknas. Sabam menilai dengan kehadiran guru agama di setiap sekolah juga bisa membatasi adanya perundungan karena anak-anak yang saling berbeda keyakinan dilindungi oleh guru.

“Maka perlu dalam usulan ke depan, bahwa sekolah-sekolah di mana pun di seluruh Indonesia ini merujuk kepada Pasal 28 Kebebasan Beragama, sebaiknya ada juga guru-guru yang minoritas itu ditempatkan,” kata legislator dapil Sumatera Utara II ini.

Lebih lanjut, Sabam juga menekankan pentingnya peran Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dalam melakukan sosialisasi kepada anak-anak dan pendidik agar tidak terjadi lagi perundungan di sekolah. Selain itu, ia menyoroti perlunya kehadiran guru-guru, pimpinan, dan konselor di sekolah untuk menangani anak-anak yang menjadi korban perundungan secara proaktif. Bukan hanya menerima laporan siswa atau orang tua, tetapi mereka harus melihat kondisi faktual sosial anak-anak di sekolah.

“Di sekolah itu perlu juga ada guru-guru, pimpinan, konseling untuk menangani anak-anak yang korban bully. Karena korban bully ini perlu ditangani, akan mengganggu mental mereka ke depan,” tutur dia.

“Dengan hadirnya guru-guru minoritas, sekolah apa pun itu, ya kan? Itu menandakan hadirnya pemerintah, satu. Yang kedua, menandakan bahwa implementasi undang-undang itu terwujud,” lanjutnya.

Sebelumnya, dilansir infoSumut, Seorang pelajar di Indragiri Hulu, Riau, inisial K (8) diduga meninggal dunia tidak wajar. Orang tua korban yang tak terima atas kematian anaknya melapor ke pihak kepolisian.

Dalam laporan, orang tua pelajar kelas dua SD itu mengambil langkah hukum dengan melaporkan teman-teman sebaya korban. Sebab, sebelumnya diduga terlibat cekcok hingga terjadi penganiayaan.

“Jenazah K telah menjalani proses autopsi pada malam tadi. Proses ini dilakukan untuk mengungkap penyebab pasti kematian korban,” kata Kapolres Indragiri Hulu AKBP Fahrian Saleh Siregar, Selasa (27/5).

Fahrian mengungkap laporan orang tua korban menyebut anaknya dibuli dan mengalami kekerasan fisik. Namun kasus itu masih ditangani oleh Satreskrim Polres Indragiri Hulu.

“Belum diketahui pasti korban meninggal akibat apa. Tetapi yang jelas kita selidiki laporan orang tua korban yang mengaku anaknya mengalami bullying, ini sejumlah saksi-saksi kami periksa,” tambah Fahrian.