Majelis hakim panel gugatan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta mengingatkan pemohon untuk menjelaskan kerugian konstitusional dari gugatan peraturan tersebut. Hakim ketua panel, , mengingatkan para penggugat yang merupakan para musisi juga harus bisa menjelaskan permohonan secara jelas seperti saat bernyanyi di atas panggung.
“Harus jelas kerugian hak konstitusionalnya, adakah di antara pelaku seni atau pelaku pertunjukan itu pemohon yang di sini jumlahnya 29 orang, di sini ada 6 orang yang sudah pernah terkena langsung dari pasal-pasal yang diajukan ini. Kalau ada itu diuraikan berarti kerugiannya sudah aktual,” kata Saldi dalam sidang di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Ada dua gugatan terkait UU Hak Cipta yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Salah satu gugatan itu dilayangkan oleh 29 musisi tenar Indonesia mulai dari Armand Maulana, Ariel NOAH, BCL, Titi DJ, Raisa, Bernadya, Vidi Aldiano, Afgan, Rossa hingga Ghea Indrawari. Pemohonan itu tercatat dengan nomor akta pengajuan permohonan elektronik (AP3) nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025.
Saldi mengingatkan pemohon untuk bisa memberikan penjelasan terkait adanya kerugian konstitusional yang dirasakan pemohon atau berpotensi dirasakan pemohon dari keberadaan pasal-pasal yang digugat. Penjelasan detail itu diharapkan membuat penilaian MK tidak keliru dalam menindaklanjuti gugatan yang diajukan pemohon.
“Jadi clear supaya kami nanti melihat terpenuhi atau tidak legal standing pemohon. Kalau ini tidak terpenuhi, kami tidak akan masuk ke pokok permohonan. Jadi berhenti di legal standing, maka permohonan itu tidak dapat diterima karena tidak ada kerugian atau potensi kerugian yang dialami pemohon,” tutur Saldi.
Saldi juga menjelaskan tahapan gugatan bergulir di MK. Permohonan itu akan ditelaah mulai dari syarat formil hingga bisa dilanjutkan dibahas ke pokok permohonan.
Menurut Saldi, saat gugatan itu telah dianggap layak untuk dibahas secara substansi, maka sembilan hakim MK akan saling silang pendapat dalam memberikan penilaian. Dia menyebut MK juga terbuka mengundang DPR dan Presiden selaku pembentuk Undang-Undang dalam meminta pandangan dari keberadaan UU Hak Cipta.
“Kalau misalnya semua mengatakan ini kita sudah paham tidak perlu ke pleno ini naskahnya kita putus sendiri tanpa mendengarkan pembentuk undang-undang. Tapi kalau nanti kami merasa perlu pendalaman maka ini akan diminta DPR dan Presiden sebagai pembentuk undang-undang menjelaskan norma-norma yang diuji,” kata Saldi.
Hakim MK mengingatkan pemohon dan tim pengacaranya untuk memberikan penjelasan yang jelas kepada MK terkait gugatan yang diajukan. Saldi menyentil para penggugat yang terdiri dari musisi itu harus bisa menerangkan permohonan mereka secara jelas seperti saat mereka pentas.
“Jadi kalau yang kita minta yang kita persoalkan tidak jelas apa yang mau diterangkan oleh orang lain? Jangan nyanyi aja yang jelas, ini menjelaskan permohonan ke Mahkamah Konstitusi harus jelas juga,” tutur Saldi.
“Tugas para kuasa hukum adalah memberikan elaborasi yang clear kepada Mahkamah agar Mahkamah tidak salah dalam mengambil sikap karena ini penting sekali para pekerja seni ini, kalau dunia tidak ada seninya dunia akan kaku banget, membosankan. Tapi kalau pekerja seni berkelahi jadi repot juga kita,” sambungnya.
Seperti diketahui, sejumlah musisi top Indonesia mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Total ada tujuh petitum yang disampaikan Ariel Cs dalam gugatannya ke MK, berikut rinciannya:
1. Menerima dan mengabulkan pengujian Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta yang diajukan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan pasal 9 ayat 3 UU RI Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta, dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut.
3 Menyatakan Pasal 23 Ayat 5 UU Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai frasa “setiap orang” bisa dimaknai sebagai orang atau badan hukum sebagai penyelenggara acara pertunjukan, kecuali ada perjanjian berbeda dari pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti dan sepanjang dimaknai pembayaran royalti yang dapat dilakukan sebelum dan sesudah penggunaan komersial suatu ciptaan di pertunjukan.
4. Menyatakan Pasal 81 UU RI Nomor 81 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta konstitusional sepanjang dimaknai bahwa karya yang memiliki hak cipta yang digunakan secara komersial dalam pertunjukan tidak perlu lisensi dari pencipta, dengan kewajiban membayar royalti untuk pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).
5. Menyatakan Pasal 87 Ayat 1 UU Hak Cipta inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai pencipta, pemegang hak cipta, atau pemilik hak terkait melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara non-kolektif dan/atau memungut secara diskriminatif.
6. Menyatakan ketentuan huruf f Pasal 113 Ayat 2 UU Hak Cipta bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak berkekuatan hukum.
7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara Republik Indonesia