Marcella Santoso Ngaku Diancam Terdakwa Suap Migor: Ada Kata Pasang Leher

Posted on

Pengacara Marcella Santoso mengatakan ada ancaman dari terdakwa dugaan suap (migor), Wahyu Gunawan jika tak menyiapkan duit Rp 60 miliar. Marcella mengatakan Wahyu menggunakan kata ‘pasang leher’ dalam ancaman tersebut.

Hal itu disampaikan Marcella Santoso saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (10/9/2025). Terdakwa dalam sidang ini ialah Muhammad Arif Nuryanta, Wahyu Gunawan, hakim Djuyamto, hakim Agam Syarief Baharudin, dan hakim Ali Muhtarom.

Marcella mengatakan ancaman itu disampaikan Wahyu selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara ke suaminya, Ariyanto Bakri. Dia mengatakan Ariyanto dan Wahyu saat itu berkomunikasi melalui video call.

“Intinya gini pak, harus, pokoknya ini harus diurus, nggak bisa nggak, intinya harus Ari langsung karena yang bersidang itu adalah istrinya, nggak boleh suruh orang lain nggak boleh melalui, melalui, harus istrinya langsung. Terus ya Ari kan di situ kayak iya, iya aja ya pak,” ujar Marcella.

“Terus dijawab oleh Ari iya, iya?” tanya ketua majelis hakim Effendi.

“Iya, iya,” jawab Marcella.

“Apalagi?” tanya hakim.

“Ada kata-kata semuanya udah meeting kalau nggak serius, gue pasang leher pasti di polin,” jawab Marcella.

Marcella mengatakan Wahyu meminta duit suap untuk pengurusan perkara migor disiapkan segera. Dia mengatakan Wahyu juga melontarkan ancaman jangan harap bisa menjual minyak lagi jika duit itu tidak disiapkan.

“Bagaimana kata-katanya?” tanya hakim.

“Semuanya udah meeting, bertemu pak. Akan diputus sesuai materi, dilihat materinya dulu. Intinya dia juga kayaknya nggak mengiyakan hasilnya apa, kemudian ada kata-kata, yang membuat saya mengambil catatan itu karena ada kata-kata pasang leher, harus serius, kalau nggak kita pasang leher, harus independen, harus siapin segera, kalau misalnya nggak siap segera jangan harap bisa jual minyak lagi,” jawab Marcella.

“Jangan harap?” tanya hakim.

“Bisa jual minyak lagi,” jawab Marcella.

“Kata si Wahyu?” tanya hakim.

“Iya,” jawab Marcella.

Marcella mengatakan Wahyu meminta duit suap yang harus disiapkan sebesar Rp 60 miliar dengan perhitungan masing-masing korporasi sebesar Rp 20 miliar. Dia menyebutkan Ari saat itu kaget mendengar permintaan tersebut.

“Terus apa lagi yang saudara dengar?” tanya hakim.

“Nggak mau Rp 20 (miliar) maunya kali 3,” jawab Marcella.

Hakim kemudian mempersilakan jaksa melanjutkan pertanyaan ke Marcella terkait duit suap Rp 60 miliar tersebut. Marcella mengaku tidak mengetahui awal mula perhitungan uang itu dan hanya mendengar dari obrolan Wahyu dan Ariyanto.

“Tadi kan ada budget Rp 20 (miliar) dikali 3, apa yang saudara ketahui terkait awal kenapa bisa awalnya, bagaimana bisa awalnya ada 20 kemudian semua sudah solid. Ada kesepakatan apa sebelumnya?” tanya jaksa.

“Itu yang saya tidak mengetahui pak, angka 20 dan 20 kali 3 itu saya dengar satu kali melalui video call yang tadi saya sudah jelaskan kepada Yant Mulia. Nah mengenai bagaimana dealnya 20 dan bagaimana itu yang mengetahui Ari karena dia juga tidak pernah mau menjawab saya, dan saya tanya ‘ya itu kan lu cuman dengerin kata Wahyu, kan itu bukan kata gue’. Intinya gitu lah, setiap kali saya tanya kepada dia,” jawab Marcella.

Jaksa mencecar Marcella terkait kesepakatan putusan dengan duit Rp 60 miliar tersebut. Namun, Marcella lagi-lagi mengaku hanya mengetahui tentang duit itu dari video call antara Ariyanto dan Wahyu.

“Terhadap Rp 60 miliar tersebut ya, pada saat itu sudah disepakati putusannya apakah sudah disepakati?” tanya jaksa.

“Pak saya nggak bisa bercerita tentang yang Rp 60 (miliar) itu pak, saya sampaikan yang Rp 60 (miliar) itu saya mengetahui dari video call yang tadi udah saya sampaikan,” jawab Marcella.

Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Hakim kemudian mempersilakan jaksa melanjutkan pertanyaan ke Marcella terkait duit suap Rp 60 miliar tersebut. Marcella mengaku tidak mengetahui awal mula perhitungan uang itu dan hanya mendengar dari obrolan Wahyu dan Ariyanto.

“Tadi kan ada budget Rp 20 (miliar) dikali 3, apa yang saudara ketahui terkait awal kenapa bisa awalnya, bagaimana bisa awalnya ada 20 kemudian semua sudah solid. Ada kesepakatan apa sebelumnya?” tanya jaksa.

“Itu yang saya tidak mengetahui pak, angka 20 dan 20 kali 3 itu saya dengar satu kali melalui video call yang tadi saya sudah jelaskan kepada Yant Mulia. Nah mengenai bagaimana dealnya 20 dan bagaimana itu yang mengetahui Ari karena dia juga tidak pernah mau menjawab saya, dan saya tanya ‘ya itu kan lu cuman dengerin kata Wahyu, kan itu bukan kata gue’. Intinya gitu lah, setiap kali saya tanya kepada dia,” jawab Marcella.

Jaksa mencecar Marcella terkait kesepakatan putusan dengan duit Rp 60 miliar tersebut. Namun, Marcella lagi-lagi mengaku hanya mengetahui tentang duit itu dari video call antara Ariyanto dan Wahyu.

“Terhadap Rp 60 miliar tersebut ya, pada saat itu sudah disepakati putusannya apakah sudah disepakati?” tanya jaksa.

“Pak saya nggak bisa bercerita tentang yang Rp 60 (miliar) itu pak, saya sampaikan yang Rp 60 (miliar) itu saya mengetahui dari video call yang tadi udah saya sampaikan,” jawab Marcella.

Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.