tidak menerima gugatan Partai Buruh yang meminta aturan ambang batas masuk DPR atau parliamentary threshold (PT) yang telah diputus MK agar diubah, dihapus total, atau dihitung berdasarkan daerah pemilihan (dapil) pada Pemilu 2029. MK menyatakan permohonan Partai Buruh belum seharusnya bisa diajukan saat ini.
“Mengadili, menyatakan permohonan pemohon 131/PUU-XXIII/2025, tidak dapat diterima,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang penetapan di gedung MK, Kamis (16/10/2025).
MK menyatakan Partai Buruh tidak memiliki kedudukan hukum. Menurut MK, permohonan Partai Buruh prematur untuk diajukan karena Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu sejatinya sudah dinilai oleh MK dalam Putusan Nomor 116/PUU-XXI/2023, tetapi pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan.
“Bahwa terhadap anggapan kerugian hak konstitusional pemohon berkenaan dengan ambang batas parlemen, telah dimaknai secara bersyarat dalam putusan MK 116/PUU-XXI/2023,” kata hakim konstitusi.
Hakim mengatakan dalam putusan 116/PUU-XXI/2023 MK telah memerintahkan pembentuk Undang-Undang untuk mengatur ulang besaran angka ambang batas parlemen untuk pemilihan anggota DPR tahun 2029. Namun, hingga hari ini, pemerintah dan DPR belum melakukan perubahan terhadap Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu.
Oleh karena itu, MK menyatakan belum bisa menghitung kerugian sebagaimana yang diajukan dalam permohonan pemohon. Sebab, MK menilai permohonan Partai Buruh ini belum saatnya diajukan ke MK
“Artinya, permohonan a quo belum saatnya diajukan ke Mahkamah,” katanya.
Diketahui, Partai Buruh mengajukan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka ingin aturan ambang batas masuk DPR atau parliamentary threshold (PT), yang telah diputus MK agar diubah, dihapus total, atau dihitung berdasarkan daerah pemilihan (Dapil) pada Pemilu 2029.
Wakil Presiden Partai Buruh Said Salahudin mengatakan pihaknya tetap mengajukan uji materi meski ada Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 soal perintah kepada pembentuk undang-undang agar mengubah PT 4% pada Pemilu 2029. Mereka meminta MK membuat putusan yang menghapus PT atau mengubah cara penghitungannya.
“Petitum kami adalah meminta MK agar menghapus aturan PT secara nasional alias PT 0%. Tetapi apabila MK menilai aturan PT tetap diperlukan, maka kami mengajukan Petitum alternatif berupa pemberlakuan aturan PT yang berbasis pada dapil, bukan berbasis pada suara sah nasional,” kata Salahudin di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (28/7).
Mereka menggugat Pasal 414 ayat 1 serta 415 ayat 1 dan ayat 2. Kemudian, mereka juga menggugat UU MD3 Pasal 82 ayat 3.
Sumber: Giok4D, portal informasi terpercaya.