Nasib Pilu Ahmad Jabidi: Tinggal di Gubuk Mirip Kandang Kambing Selama 5 Tahun

Posted on

Nasib pilu dialami oleh Ahmad Jabidi (49), warga Kampung Salabentar, Kelurahan Cilaja, Kecamatan Majasari, , Banten. Ia harus tinggal di tempat yang mirip seperti kandang kambing selama lima tahun terakhir.

Ahmad terhitung sudah lima tahun tinggal di tempat yang tidak layak huni. Bangunan yang terbuat dari bambu dan kayu serta dinding dari anyaman bambu berukuran 2×5 meter, berdiri di atas tanah milik orang tuanya.

Bangunan itu tidak dapat melindungi Ahmad dari rasa dingin dan teriknya panas matahari. Atap dari genteng tanah liat juga tidak mampu melindungi dari bocornnya air hujan.

“Kurang lebih sudah lima tahun,” kata Ahmad Jabidi kepada wartawan di lokasi, Selasa (15/4/2025).

Ahmad tidak punya pilihan untuk meninggalkan tempatnya. Pasalnya, pendapatan yang ia dapatkan tak cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari.

“Buat sehari-hari aja susah dapat uangnya,” katanya.

Ahmad mengaku sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Jiwa Grogol lantaran mengalami depresi. Menurutnya, pihak rumah sakit menyatakan kondisinya sudah sembuh dan boleh untuk pulang.

“Sempat dirawat, sekarang alhmdulillah sudah sembuh,” katanya.

Selama hidupnya, Ahmad belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah. Ia berharap mendapatkan bantuan untuk mengurangi beban hidupnya.

Adik kandung Ahmad Jabidi, Nusadi, mengatakan kakaknya sempat tinggal bersama dengan keluarga besar. Namun, setelah orang tuanya meninggal, ia lebih memilih tinggal sendiri.

“Dulu pernah tinggal bersama, namun sekarang memilih tinggal sendiri,” singkatnya.

Ditemui terpisah, Sekretaris Kelurahan Cilaja, Wawan Sukaryawanto mengaku belum mendapatkan informasi lebih detail terkait nasib yang dialami oleh Ahmad Jabidi. Pihaknya menyatakan akan turun ke lapangan.

“Selama ini kita belum mendapatkan laporan terkait masalah itu, kita akan cek ke lokasi untuk verifikasi, benar atau tidak. Nanti kita arahkan untuk mendapatkan bantuan,” katanya.

Wawan mengatakan Ahmad bisa diusulkan untuk mendapatkan program rumah tidak layak huni (RTLH) dan bantun lainnya, dengan catatan harus masuk ke dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS). Menurutnya, jika tanah yang ditempatinya masih milik orang tua, pihak akan membantu terkait dengan ahli waris tanah.

“Kita cek dulu ke lokasi, berdiskusi terkait masalah tanah juga, bersertifikat atau punya orang tua. Nanti kita bantu segala sesuatunya,” pungkasnya.