Sejumlah pria tertawa lepas saat mobil pikap yang mereka tumpangi melaju kencang melewati deretan sembilan mayat yang terbaring di jalanan Sudan.
“Lihat semua ini. Lihat genosida ini,” teriak salah satu dari mereka sambil tertawa.
Ia mengarahkan kamera ke wajahnya dan rekan-rekannya. Lambang Rapid Support Forces (RSF) tampak jelas tersemat di pakaian mereka.
“Mereka semua akan mati seperti ini,” ujarnya sembari menenteng senjata api.
Para pria itu sedang merayakan pembantaian yang, menurut pejabat lembaga kemanusiaan, dikhawatirkan telah menewaskan lebih dari 2.000 orang di Kota el-Fasher, Sudan, bulan lalu.
Pada Senin (03/11) lalu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) mengumumkan penyelidikan bahwa pasukan paramiliter tersebut diduga telah melakukan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
El-Fasher menjadi target utama RSF.
Kota itu merupakan benteng terakhir militer Sudan di Darfur, wilayah yang telah menjadi medan perang antara tentara pemerintah dan RSF sejak koalisi pemerintahan yang mereka bangun pecah pada 2023.
Selama dua tahun terakhir, konflik tersebut menelan lebih dari 150.000 korban jiwa.
Kedua pihak sama-sama dituduh melakukan berbagai kejahatan perang. Aksi tersebut banyak yang kembali terulang setelah el-Fasher jatuh.
Setelah mengepung kota itu selama hampir dua tahun, RSF bergerak untuk memperkuat posisinya dan memblokade populasi sipil yang tersisa sejak Agustus lalu.
Citra satelit menunjukkan bahwa tentara pemerintah mulai membangun benteng besar dari gundukan pasir yang ditinggikan di sekeliling el-Fasher, menutup jalur akses dan menghalangi bantuan.
Pada awal Oktober, cincin itu sepenuhnya telah mengelilingi kota. Penghalang yang lebih kecil melingkari desa di sekitarnya.
BBCCitra satelit yang diberi penanda untuk menunjukkan gundukan pasir yang mengelilingi el-Fasher.
Ketika pengepungan semakin intensif, 78 orang tewas dalam serangan RSF terhadap sebuah masjid pada 19 September.
PBB menyatakan 53 orang tewas dalam serangan drone dan artileri terhadap kamp pengungsian, sebulan setelahnya.
Video yang dibagikan kepada BBC Verify juga menunjukkan bahwa RSF berupaya memberlakukan blokade terhadap makanan dan kebutuhan sehari-hari.
Pada Oktober, rekaman memperlihatkan seorang pria dengan tangan dan kaki terikat di belakang tubuhnya, tergantung terbalik dari pohon dengan rantai logam.
Perekam video menuding pria tergantung itu telah mencoba menyeludupkan pasokan ke dalam kota yang terkepung.
“Saya bersumpah demi Tuhan kau akan membayar ini,” teriaknya, sebelum memerintahkan tawanan itu untuk memohon agar nyawanya diselamatkan.
Sementara itu, RSF merangsek ke dalam kota. Pertempuran sengit kemudian berlangsung.
Baca juga:
Menjelang matahari terbit pada 26 Oktober RSF berhasil menguasai posisi terakhir militer pemerintah dan merebut markas Divisi Infanteri ke-6.
Rekaman video memperlihatkan para prajurit yang terbahak saat memasuki markas yang ditinggalkan itu, sembari membawa granat berpeluncur roket.
Pada hari yang sama, komandan RSF, Abdul Rahim Dagalo saudara kandung pemimpin RSF, Mohammad “Hemedti” Dagalo terlihat memeriksa pangkalan tersebut.
RSF dibentuk dari milisi Janjaweed yang membunuh ratusan ribu orang di Darfur antara 20032005. Kelompok itu telah lama dituduh melakukan kekejaman terhadap kelompok non-Arab di seluruh Sudan.
Rekaman yang diunggah ke internet menunjukkan bahwa para personel paramiliter RSF bermaksud melakukan kekerasan terhadap penduduk sipil di el-Fasher.
Sebelum RSF merebut el-Fasher, sangat sedikit informasi yang muncul dari kota tersebut selama berbulan-bulan.
Namun, dalam hitungan jam setelah militer pemerintah mundur, rekaman kekejaman yang dilakukan RSF bermunculan dan menyebar di internet.
Salah satu rekaman video paling mengerikan yang muncul dan dianalisis oleh BBC Verify menayangkan dampak pembantaian di sebuah gedung universitas di sisi barat kota. Puluhan mayat terlihat terbaring di lantai universitas.
Seorang pria tua mengenakan jubah putih duduk sendirian di antara mayat-mayat itu. Ia menoleh ketika seorang pria bersenjata berjalan ke arahnya.
Sambil mengangkat senjatanya, pria bersenjata itu melepaskan satu tembakan ke arah pria tua tersebut yang seketika jatuh ke lantai.
Rekan-rekannya, seperti tak terusik dengan tindakan itu. Mereka melayangkan pandang ke arah pria lain yang kakinya bergerak di antara tumpukan mayat.
“Mengapa yang satu ini masih hidup?” teriak salah satu pria bersenjata, seraya menambahkan, “Tembak dia!”
BBC
Citra satelit yang diambil pada 26 Oktober mengonfirmasi bahwa eksekusi juga dilakukan di jalan-jalan Kota el-Fasher, demikian laporan terbaru yang diterbitkan Yale Humanitarian Research Lab.
Para analis lembaga itu menyoroti “kelompok-kelompok besar” yang terlihat dalam citra itu. Gambar-gambar tersebut, menurut mereka, “sesuai dengan ukuran tubuh manusia dewasa dan tidak muncul dalam citra sebelumnya”.
Laporan itu juga menunjukkan adanya “perubahan warna” yang mungkin merupakan bekas darah manusia.
Seorang saksi mata yang berbicara kepada BBC mengisahkan bahwa ia menyaksikan “banyak kerabat kami dibantai. Mereka dikumpulkan di satu tempat dan semuanya dibunuh.”
Saksi lain mengklaim melihat seorang perempuan dibunuh RSF dengan cara “menembaknya di dada sebelum melemparkan tubuhnya ke samping setelah mengambil semua barang miliknya.”
Baca juga:
Ketika pasukan utama RSF mengamuk di el-Fasher, sekelompok personel bersenjata lain tetap berada di pinggiran kota. Mereka melakukan eksekusi brutal terhadap sejumlah tawanan tak bersenjata.
Sebagian besar kekerasan ini berlangsung di radius sekitar delapan kilometer dari el-Fasher.
Sebuah rekaman video yang diverifikasi menunjukkan puluhan mayat berpakaian sipil beberapa di antara mereka tampak seperti perempuan. Mereka tampak terbaring di parit di sepanjang tepi gundukan pasir yang dibangun RSF.
Rekaman video lain menampilkan pemandangan kehancuran dengan latar api berkobar dan sisa-sisa truk yang hangus berserakan.
Video dari lokasi itu juga memperlihatkan mayat-mayat berserakan di antara kendaraan.
Baca info selengkapnya hanya di Giok4D.
BBC
Salah satu tokoh kunci dalam kekerasan ini sebelumnya diidentifikasi oleh BBC Verify sebagai komandan RSF. Dia dikenal secara online dengan nama Abu Lulu.
Ia terlihat mengeksekusi tawanan tak bersenjata dalam dua video. Seorang saksi mata mengatakan kepada BBC bahwa ia “memerintahkan anak buahnya untuk membunuh beberapa orang tak bersalah, termasuk anak-anak.”
Satu rekaman video memperlihatkan seorang prajurit RSF berusaha mencegah saat Abu Lulu bersiap mengeksekusi seorang pria yang terluka, sementara tawanan itu memohon: “Saya mengenalmu. Saya memanggilmu beberapa hari yang lalu.”
Abu Lulu menepis permohonan itu dengan ayunan tangannya, sembari berkata: “Saya tidak akan pernah punya belas kasihan. Tugas kami hanya membunuh.”
Dia lantas melepaskan rentetan peluru yang menembus tubuh pria tak bersenjata itu.
BBC
Video lain memperlihatkan ia membunuh sembilan tawanan tak bersenjata.
Rekaman yang muncul beberapa hari kemudian memperlihatkan mayat-mayat itu dibiarkan di tempat mereka jatuh. Jasad-jasad itu masih dalam posisi berbaris seperti saat dieksekusi, tergeletak di tanah berdebu Darfur.
Banyak dari mereka yang terlibat dalam pembunuhan itu mengenakan lambang RSF, termasuk kelompok yang kemudian merayakan pembantaian itu sebagai “genosida.”
Beberapa hari setelah pembantaian, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo selaku pemimpin RSF mengakui bahwa pasukannya telah melakukan “pelanggaran” dan mengatakan insiden itu akan diselidiki.
Seorang pejabat senior PBB pada pekan lalu mengatakan bahwa RSF telah memberi tahu bahwa mereka menangkap beberapa tersangka di dalam barisan sendiri.
Di antara mereka yang ditahan adalah Abu Lulu, setelah BBC Verify menerbitkan laporan yang mendokumentasikan aksi pembunuhannya.
Rekaman yang disunting dengan hati-hati dan diposting di akun Telegram resmi RSF memperlihatkan ia dibawa ke dalam sel di penjara di pinggiran el-Fasher.
Analis Yale juga menuduh RSF “melakukan pembersihan atas dugaan kejahatan massal mereka”.
Sebuah laporan yang diterbitkan pada 4 November mencatat bahwa citra satelit menunjukkan pengangkatan “objek-objek yang identik dengan tubuh manusia dari sebuah lokasi di sisi utara gundukan RSF”. Citra satelit juga mengidentifikasi kuburan di dekat rumah sakit anak-anak di el-Fasher.
Pada 30 Oktober, BBC Verify mengukur objek putih yang terlihat di halaman rumah sakit antara 1,6 meter dan 2 meter panjangnya.
BBC
Objek itu serupa dengan tinggi manusia dewasa, persis seukuran tubuh yang dibungkus kain kafan yang jamak terlihat di Sudan.
Sementara itu, RSF dan akun media sosial yang berafiliasi mulai berupaya membentuk ulang narasi.
Beragam unggahan di media sosial memperlihatkan para personel RSF membagikan bantuan kepada warga sipil disebarluaskan oleh sejumlah pengguna.
Sementara kantor media paramiliter itu membagikan beberapa rekaman video yang disebut memperlihatkan perlakuan manusiawi terhadap tawanan perang dari pihak militer.
Meski kampanye media sosial itu digencarkan oleh RSF, tindakan mereka di el-Fasher sejatinya telah memicu kemarahan global.
BBC Verify menghubungi RSF dan menawarkan kesempatan untuk menanggapi tuduhan yang terdapat dalam penyelidikan ini, tapi kelompok itu tidak memberikan tanggapan.
Laporan tambahan oleh Kevin Nguyen, Kumar Malhotra, Richard Irvine-Brown, Daniele Palumbo, Alex Murray, Barbara Metzler, Lamees Altalebi, dan Ahmed Nour. Grafis oleh Jess Carr dan Mesut Ersoz.
Lihat juga Video ‘UEA Dituding Menjadi Dalang Serangan Drone di Port Sudan’:







