Paus Leo XIV Mengirim Pesan Penting Lewat Kata dan Perbuatan

Posted on

Paus sebelumnya, Fransiskus (2013-2025), tidak pernah berlibur ke Castel Gandolfo, dan dengan itu tidak menjalankan tradisi yang sudah berlangsung selama berabad-abad. Hal ini mengecewakan penduduk setempat , dan juga berdampak pada menurunnya pariwisata lokal. Tapi sekarang, Paus Leo datang!

Sejak pemilihannya oleh para kardinal, banyak yang membuat perbandingan: Apa yang dilakukan Paus Leo secara berbeda dari paus sebelumnya? Berlibur ke Castel Gandolfo hanyalah salah satu contohnya. Contoh yang paling terlihat adalah penampilan pria asal Amerika Serikat ini setelah terpilih sebagai Paus dalam konklaf.

Saat terpilih menjadi Paus, Fransiskus tampil sederhana dengan jubah putih polos pada 13 Maret 2013, Sementara Paus Leo tampil dengan pakaian megah tradisi kepausan setelah terpilih pada 8 Mei 2025. Sebagai paus, ia mengenakan jubah yang dirancang secara elegan. Mobil kepausan Fiat putih yang biasa digunakan Fransiskus untuk berkeliling Roma dan saat bepergian ke luar negeri, tidak lagi terlihat.

Banyak yang berharap Paus Leo akan pindah ke Istana Apostolik setelah musim panas. Ini berarti tradisi lama akan kembali dilanjutkan.

Namun, terlepas dari beberapa simbol yang menggambarkan citra konservatif, Paus Leo telah mengekspresikan dirinya selama 70 hari pertamanya lewat gagasan konkrit yang “mencuatkan” euforia sejumlah umat Katolik konservatif terutama di Amerika Serikat. Keputusan Paus Leo dalam penunjukan beberapa uskup turut mendukung hal ini.

Minggu pertama Paus di Castel Gandolfo menarik banyak perhatian, terutama setelah sebelumnya Vatikan mengumumkan rencana Paus Leo berlibur. Tidak ada audiensi dan pidato penting yang diekspektasikan terjadi di sana.

Namun kemudian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky datang ke Bukit Alban untuk menemui Paus. Paus Leo lebih vokal daripada pendahulunya tentang penderitaan penduduk sipil Ukraina, menegaskan kembali kesediaannya untuk menerima perwakilan Rusia dan Ukraina untuk berunding di Vatikan. Berkali-kali, Paus Leo menyerukan perdamaian dunia, tak hanya berpidato ia pun memprogram kerja konkrit menciptakan perdamaian di dunia.

Selain itu, selama hari-hari liburannya di Castel Gandolfo, Paus Leo mengirimkan pesan untuk konferensi “AI for Good Summit 2025″ di Jenewa, yang membahas regulasi global dan etika kecerdasan buatan (AI). Paus Leo memperingatkan, dalam menggunakan kecerdasan buatan, diperlukan prinsip-prinsip yang jelas, seperti pengakuan bersama martabat dan kebebasan fundamental manusia yang tidak dapat diganggu gugat”. Tema ini sepertinya menjadi perhatian utama Paus Leo.

Paus Leo melanjutkan kontroversi teologis di Castel Gandolfo, dengan membahas kepemimpinan AS. Dalam khotbah Minggu di gereja desa setempat, ia berkothbah tentang, “Perumpamaan tentang Orang Samaria yang Baik Hati”. Namun, justru khotbah inilah yang melambangkan kontroversi antara Gereja Katolik dan Wakil Presiden AS, JD Vance, yang menjadi anggota Gereja Katolik beberapa tahun yang lalu.

Paus Fransiskus menentang pandangan Vance, yang menganggap seorang migran bukanlah “sesama” yang perlu diberi bantuan. Vence menekankan bahwa keluarga, dan orang terdekatnya sajalah yang pantas dipedulikan, kepedulian terhadap para migran dan kaum yang terpinggirkan tidak diperlukan. Leo XIV tidak setuju bahwa hanya orang-orang satu keluarga, bangsa, dan agama yang dapat disebut sesama. Baginya, belas kasih Kristiani tidak memandang latar belakang.

Sinyal paling penting dalam lingkungan Gereja Katolik di bulan-bulan pertama Paus Leo menjabat, disampaikan bersamaan dengan keberangkatan ke Castel Gandolfo. Paus Leo meretui kelanjutan Proyek Paus Fransiskus. Vatikan mengumumkan, proyek reformasi Sinode Dunia, yang bertujuan untuk menciptakan dialog antar lapisan dalam Gereja, akan dilanjutkan hingga tahun 2028.

Jörg Ernesti, Sejarawan Gereja dari Augsburg, Jerman, dalam wawancara dengan DW menjelaskan, Paus Leo XIV sejak awal kepausannya berkomitmen untuk melanjutkan warisan pendahulunya, yang secara khusus mewujudkan semangat sinodalitas, yaitu keterlibatan bersama dalam pengambilan keputusan Gereja.

Namun, Ernesti juga mengatakan, ini bukan hal yang lazim, sebab secara aturan, semua proses sinode (pertemuan uskup dan juga perwakilan awam) atau konsili (pertemuan resmi uskup Gereja katolik sedunia), biasanya ditangguhkan atau dibatalan jika seorang paus wafat. Tidak ada paus yang wajib meneruskan program atau proses yang sudah dimulai oleh pendahulunya.

Ernesti menyebut hal yang menarik bahwa “Pertemuan Gerejawi” di Vatikan direncanakan pada tahun 2028 sebagai acara puncak. Ia menambahkan, pertemuan “Konsili dan sinode merupakan momen yang penting” dalam penentuan arah gereja ke depannya.

Jadwal yang akan dilakukan pada tahun 2026 dan 2027.adalah kembali melakukan dialog dan konsultasi dengan keterlibatan eksplisit kaum awam di tingkat keuskupan masing-masing, dan konferensi para uskup nasional. Dilanjutkan konferensi gereja antar benua pada awal 2028 dan puncaknya konferensi gereja sedunia di Vatikan bulan Oktober 2028,

Namun sejumlah tema tetap menjadi bahan perdebatan terbuka, seperti pertanyaan tentang kemungkinan jabatan tahbisan bagi perempuan. Selama masa kepausannya, Paus Fransiskus terlihat semakin berhati-hati bahkan cenderung menghindar dalam memberikan ruang bagi perempuan untuk ditahbiskan dalam jabatan gerejawi. Kini, persoalan tersebut akan menjadi salah satu tantangan yang harus dibahas paus penerusnya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Agus Setiawan

(ita/ita)

Paus Fransiskus vs. Paus Leo

Momen-momen penting pada minggu pertama di Castel Gandolfo

“Bukan hal yang lazim”