menertibkan sejumlah yang sedang siaran langsung (live streaming) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat. Video momen penertiban TikToker live itu viral di media sosial (medsos).
Dalam video yang beredar, terlihat mobil patroli Satpol PP berhenti di Bundaran HI. Petugas kemudian menghampiri TikTokers itu.
Petugas Satpol PP meminta TikTokers tidak melakukan kegiatan dari . Sempat terjadi perdebatan antara TikTokers dan Satpol PP.
Kepala Satpol PP DKI Jakarta, Satriadi Gunawan, menegaskan aktivitas live streaming dan semacamnya melanggar ketertiban umum yang diatur dalam peraturan daerah (perda). Dia mengatakan penertiban dilakukan secara persuasif.
“Anggota ke lokasi menegur secara persuasif, tidak arogan atau kekerasan,” kata Satriadi saat dikonfirmasi, Selasa (22/4/2025).
Dia menambahkan jalan di sekitar Bundaran HI tergolong jalan kategori kelas 1 dengan volume kepadatan kendaraan sangat tinggi. Kondisi itu membuat sekitar Bundaran HI rawan terjadi kecelakaan bila ada gangguan aktivitas di lokasi.
Di sisi lain, Satriadi menyebut, Bundaran HI selama ini menjadi tempat idola masyarakat untuk berkumpul. Namun, hal itu sering kali menimbulkan masalah baru, seperti soal kebersihan.
“Yakni banyak pedagang kopi keliling yang berjualan serta menumpuknya sampah makanan dan puntung rokok,” jelasnya.
Ia juga menekankan fungsi trotoar adalah untuk pejalan kaki. Sayangnya, hak-hak pejalan kaki sering terganggu dan kondisi tersebut bisa memicu kecelakaan.
“Sementara itu banyak warga yang datang ke lokasi Bundaran HI tidak memperhatikan kebersihan dan sampah sering ditinggal maupun puntung rokok,” tambahnya.
Simak penjelasan Satpol PP soal aturan berkegiatan di kawasan Bundaran HI pada halaman selanjutnya.
Bundaran HI yang menjadi lokasi favorit warga untuk berkumpul termasuk zona bebas pengamen dan pedagang kaki lima (PKL). Lokasi ikonis ini juga bukan tempat untuk membuat konten.
Satriadi merujuk pada Pasal 3 huruf i Perda 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang menyatakan setiap orang atau badan dilarang menggunakan bahu jalan atau trotoar tidak sesuai dengan fungsinya.
Sementara itu, Pasal 12 huruf d dalam Perda 8/2007 tentang Ketertiban Umum menyebutkan, setiap orang atau badan dilarang menyalahgunakan atau mengalihkan fungsi jalur hijau, taman, dan tempat-tempat umum.
“Ancaman paling singkat 10 hari dan paling lama 60 hari atau denda paling sedikit Rp 100 ribu dan paling banyak Rp 20 juta,” kata Satriadi.
Bahkan, kata Satriadi, untuk pelanggaran Pasal 12 huruf d, sanksinya bahkan lebih berat.
“Dikenakan ancaman kurungan paling singkat 30 hari dan paling lama 180 hari atau denda paling sedikit Rp 5 juta dan paling banyak Rp 50 juta,” lanjutnya.