Polda Riau: Kasus JS Ketua Ormas Adalah Pemerasan, Korban Tak Bisa Dipidana

Posted on

menegaskan bahwa kasus yang melibatkan Ketua Umum Ormas Pemuda Tri Karya (Petir), Jekson Sihombing adalah pidana pemerasan, bukan perkara suap-menyuap. Dalam hal ini korban tidak bisa dijerat dengan pidana.

“Ini tindak pidana pemerasan, bukan suap-menyuap. Kalau suap-menyuap, yang menyuap maupun yang disuap bisa dipidana,” kata Wadirreskrimum Polda Riau AKBP Sunhot Silalahi, Jumat (17/10/2025).

Pernyataan tersebut disampaikan Sunhot menanggapi sejumlah pertanyaan publik terkait posisi hukum pihak yang menjadi korban pemerasan, dalam hal ini pria inisial R.

Sunhot menjelaskan, tindak pidana pemerasan sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP menekankan adanya unsur paksaan atau ancaman yang membuat korban tidak memiliki kebebasan untuk menolak. Karena itu, pihak yang menyerahkan uang akibat tekanan atau ancaman tidak dapat dikategorikan sebagai pelaku tindak pidana.

“Pemberian uang dalam konteks pemerasan tidak dapat dipandang sebagai tindakan sukarela. Justru itu menjadi bukti adanya ancaman dan tekanan yang dilakukan pelaku. Jadi, korban tidak bisa dijerat pidana,” jelas Sunhot.

Dasar hukumnya juga diperkuat oleh yang menyatakan bahwa “seseorang tidak dapat dihukum jika melakukan perbuatan di bawah pengaruh daya paksa.”

Dengan demikian, uang yang diserahkan korban kepada tersangka Jekson yang mengatasnamakan Ormas Petir tidak menghapus unsur kejahatan dalam tindak pidana pemerasan.

“Korban dalam kasus ini kita posisikan sebagai saksi pelapor. Perannya penting untuk menguatkan alat bukti, bukan untuk diproses sebagai tersangka,” ujarnya.

Lebih lanjut, AKBP Sunhot menjelaskan, penetapan tersangka terhadap Ketua Ormas Petir Jekson Sihombing dilakukan sesuai prosedur, setelah penyidik memperoleh bukti yang cukup terkait tindakan pemaksaan dan ancaman yang dilakukan terhadap sejumlah pihak dengan motif memperoleh keuntungan pribadi.

“Penyidik bekerja berdasarkan fakta hukum. komunikasi, serta keterangan saksi yang menunjukkan adanya unsur paksaan dan ancaman dalam kasus ini,” tambahnya.

Dalam kasus ini, lanjutnya, penyidik juga masih melakukan pengembangan, hal ini dikarenakan alat bukti yang berhasil diperoleh mengarah pada kemungkinan pemerasan yang dilakukan Jekson bukan kali pertama, dan tidak dilakukan sendiri.

“Bukan tidak mungkin jumlah tersangka bertambah karena patut diduga Jekson sebagai ketua ormas tidak bergerak sendiri dalam melancarkan aksinya,” ujar lulusan Akpol 1999 ini.

Polda Riau juga mengimbau masyarakat untuk tidak takut melapor apabila mengalami tindakan serupa. Ia menambahkan, pihak kepolisian berkomitmen memberikan perlindungan hukum kepada setiap warga yang menjadi korban pemerasan atau intimidasi, terutama yang dilakukan dengan mengatasnamakan organisasi atau kelompok tertentu.

“Tidak ada satu pun pihak yang kebal hukum. Setiap tindakan pemerasan akan kami tindak tegas, apalagi jika mengatasnamakan organisasi kemasyarakatan,” tegasnya.

Kasus ini, menurutnya, menjadi pembelajaran bersama bahwa kebebasan berorganisasi tidak dapat disalahgunakan untuk menekan, mengintimidasi, atau mengambil keuntungan dari pihak lain.

“Polri menghormati kebebasan berserikat, tapi tidak ada ruang bagi siapa pun untuk memeras, mengancam, atau menakut-nakuti masyarakat dengan kedok ormas. Itu sudah melanggar hukum,” tutup AKBP Sunhot.

Sesuai Prosedur