Mantan ajudan eks Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan, Rahmat Setiawan Tonidaya, menceritakan momen Wahyu kena operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada tahun 2020. Toni mengatakan OTT terjadi saat Wahyu hendak terbang ke Bangka Belitung.
Hal itu disampaikan Toni saat dihadirkan sebagai saksi kasus dugaan suap pengurusan penggantian antarwaktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekjen PDIP . Toni mengatakan OTT terjadi di dalam pesawat.
“Kemudian di 8 Januari pas kejadian OTT, masih ingat saudara?” tanya jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (25/4/2025).
“Masih,” jawab Toni.
Sebagai informasi, Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan usai terjaring OTT tersebut. Dia kemudian diadili dan divonis 7 tahun penjara. Wahyu kini telah bebas dari penjara.
Kembali ke persidangan, jaksa mendalami momen OTT tersebut. Toni mengatakan saat itu ia dan Wahyu menunggu boarding pesawat sekitar pukul 12.00 WIB.
“Bisa diceritakan bagaimana awal mulanya?” tanya jaksa.
“Jadi seperti tadi yang saya sampaikan setengah 12 kalau tidak salah sekitar jam 12 kita ketemu di bandara, Pak wahyu menceritakan sedikit pertemuan dengan teman-teman semalam seperti biasa kami menunggu panggilan dari pesawat, setelah dipanggil masuk Pak Wahyu di kelas bisnis saya di belakang di ekonomi tapi di belakang bisnis,” ujar Toni.
Dia mengatakan jam sudah menunjukkan waktu terbang. Namun saat dia membuka gorden kelas bisnis, Wahyu sudah tak ada di kursinya.
“Setelah itu harusnya jam sudah mulai terbang tapi kok ada kayak sesuatu yang ditunda, setelah saya tengok di gorden bisnis Pak Wahyu sudah nggak ada,” ujarnya.
Toni mengatakan Wahyu memintanya untuk ikut menemani. Lalu, dia ikut penyidik KPK mengikuti perintah Wahyu tersebut.
“Sudah ada tim yang saya tidak tahu tim dari mana terus saya ditanya, ini ada perintah dari Pak Wahyu untuk Pak Toni ikut Pak Wahyu,” kata Toni.
“Karena ada perintah dari Pak Wahyu saya konfirmasi ‘Ton kamu ikut saya’ (dijawab) ‘oh siap’, tapi di tanya kalau memang ikut karena sudah tidak ada perintah HP barang Pak Toni saya pinjam dulu, dan saya izin untuk melakukan panggilan telepon tapi tidak boleh, sudah saya ikut saja,” imbuhnya.
Toni mengaku baru tahu alasan Wahyu diamankan KPK gegara kasus suap Harun Masiku. Dia mengatakan hal itu disampaikan Wahyu di sela jam istirahat pemeriksaan oleh penyidik di KPK.
“Di BAP nomor 16 halaman 5. Itu disebutkan, saudara menjelaskan. Coba saudara jelaskan awalnya tidak mengetahui, ‘mengapa Wahyu Setiawan bersama dengan saya ikut diamankan petugas KPK pada tanggal Januari 2020 pada saat itu pas di KPK itu, saya berjumpa dengan Wahyu Setiawan bisa sambil merokok di dekat musala lantai 2 pada ruang riksa. Pada saat itu Wahyu Setiawan baru menceritakan jika kita diamankan KPK gara-gara kasus anggota caleg PDIP bernama Harun Masiku’. Ini disampaikan ke saudara?” tanya jaksa.
“Iya. Bisa jadi itu benar pak, karena saya dalam posisi tidak tahu,” jawab Toni.
Toni mengatakan Wahyu sempat berbincang dengan eks narapidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri, serta Agustiani Tio dan tersangka lain di kasus ini, Donny Tri Istiqomah. Namun, dia mengaku tak mendengar obrolan tersebut.
“Kalau melihat iya, dipastikan karena beliau berempat berada di musala. Setelah saya merokok dengan Pak Wahyu saya menunggu di ruang tunggu di tengah, di dekat menyimpan tas apa itu, jadi saya bisa melihat posisi musala dan orang-orang tersebut,” jawab Toni.
KPK mendakwa Hasto merintangi penyidikan kasus dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku. Hasto disebut menghalangi KPK menangkap Harun Masiku yang jadi buron sejak 2020.
Hasto disebut memerintahkan Harun Masiku merendam handphone agar tak terlacak KPK saat operasi tangkap tangan (OTT) pada 8 Januari 2020. Hasto juga disebut memerintahkan Harun Masiku stand by di kantor DPP PDIP agar tak terlacak KPK.
Perbuatan Hasto itu disebut membuat Harun Masiku bisa kabur. Harun Masiku pun masih menjadi buron KPK.
Selain itu, Hasto didakwa menyuap mantan komisioner KPU Wahyu Setiawan Rp 600 juta. Jaksa mengatakan suap itu diberikan agar Wahyu Setiawan mengurus penetapan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024 Harun Masiku.
Hasto didakwa memberi suap bersama-sama orang kepercayaannya, Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri kemudian juga Harun Masiku. Donny saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, lalu Saeful Bahri telah divonis bersalah dan Harun Masiku masih menjadi buron.