Pendidikan Indonesia kini berdiri di persimpangan jalan, dihadapkan pada tantangan besar sekaligus peluang emas yang dibawa oleh derasnya gelombang revolusi industri 4.0. Era disrupsi teknologi ini menuntut adaptasi fundamental terhadap cara kita belajar dan juga mengajar. Namun di tengah derasnya inovasi isu-isu klasik seperti pemerataan akses, kualitas guru, dan relevansi kurikulum masih menjadi pekerjaan rumah yang tak kunjung usai.
Laporan terbaru dari Programme for International Student Assessment (PISA), misalnya, menunjukkan bahwa skor literasi, numerasi dan sains pelajar Indonesia masih berada di bawah rata-rata Organisasi Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), sebuah alarm terhadap mendesaknya transformasi mendalam pada sistem pendidikan Indonesia.
Di tengah kompleksitas ini, dua inisiatif besar muncul sebagai disruptor positif yang saling melengkapi: implementasi Pembelajaran Mendalam (Deep Learning) sebagai pendekatan pedagogis yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Kurikulum Berbasis Cinta yang digagas oleh kementerian Agama yang rencananya sudah akan diterapkan pada Tahun Ajaran 2025-2026.
Tulisan ini berupaya memberikan uraian bagaimana sinergi antara pendekatan Pembelajaran Mendalam dan ke dalam filosofis Kurikulum Berbasis Cinta dapat menjadi katalisator bagi revolusi belajar di Indonesia, membangun pendidikan yang tidak sekedar cerdas secara intelektual, tetapi juga inklusif, berkarakter, dan berfondasi pada nilai-nilai kemanusiaan yang kuat.
Pembelajaran Mendalam: Meresapi Ilmu, Menumbuhkan Makna
Pembelajaran Mendalam merupakan pendekatan pedagogis yang diusung oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah yang berfokus pada kualitas pemahaman dan relevansi aplikasi dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran Mendalam merupakan antitesis dari surfaces learning, yaitu pembelajaran dangkal yang cenderung menekankan pada hafalan dan cakupan materi luas tanpa pemahaman substansial nan mendalam. Pendekatan ini mendorong penguasaan konsep dan kompetensi secara menyeluruh, serta menumbuhkan kemampuan berpikir tingkat tinggi, penerapan pengetahuan dalam konteks dunia nyata, dan pengalaman belajar yang bermakna.
Pembelajaran Mendalam ditopang oleh tiga pilar esensial. Pertama, Pembelajaran Berkesadaran (Mindful Learning), di mana siswa diajak untuk sepenuhnya sadar akan proses belajar. Mereka diajak memahami tujuan setiap pembelajaran, menghubungkan materi dengan pengalaman nyata, serta secara jujur merefleksikan apa yang sudah dan belum mereka kuasai. Guru di sini berperan sebagai fasilitator kesadaran, mendorong siswa untuk menjadi agen aktif yang bertanggungjawab atas perjalanan belajarnya sendiri.
Kedua, Pembelajaran Bermakna (Meaningful Learning), sebuah upaya untuk memastikan bahwa materi yang diajarkan tidak hanya dihafalkan, tetapi dipahami secara mendalam dan dapat diterapkan dalam berbagai situasi kehidupan. Guru di sini ditantang untuk menjelaskan “mengapa” di balik setiap pembelajaran dan menunjukkan relevansinya dengan fenomena yang terjadi di dunia nyata, sehingga meningkatkan motivasi dan keterlibatan siswa secara siginifikan.
Ketiga, Pembelajaran mengembirakan (Joyful Learning), pilar yang menegaskan pentingnya menciptakan suasana belajar yang menarik dan menyenangkan, pendekatan ini bertujuan agar proses pembelajaran tidak lagi menjadi beban, melainkan sebuah pengalaman yang memuaskan dan berkesan serta memicu semangat ingin tahu dan eksplorasi mendalam.
Implementasi Pembelajaran Mendalam diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dengan mendorong kemandirian dan kreativitas siswa, sekaligus membekali guru dengan metode pembelajaran yang lebih fleksibel dan berpusat pada siswa. Tantangan dalam penerapannya meliputi pergeseran paradigma pembelajaran, kebutuhan pelatihan guru secara masif, dan pengembangan materi ajar yang secara inheren mendukung ketiga pilar tersebut.
Kurikulum Berbasis Cinta: Akar Pendidikan Karakter Bangsa
DI tengah gempuran modernisasi dan potensi dehumanisasi akibat teknologi, Kementerian Agama dengan bijak memperkenalkan kurikulum berbasis cinta, inisiatif ini hadir untuk merespon kebutuhan akan pembentukan karakter bangsa yang kokoh, berfokus pada penanaman nilai-nilai kasih sayang, empati, toleransi, gotong royong, dan kemanusiaan sebagai inti dari seluruh proses pendidikan. Kurikulum ini melampaui dimensi kognitif semata, melainkan berupaya membentuk peserta didik yang utuh dan berakhlak mulia sebagai penyeimbang terhadap polarisasi sosial dan potensi pengikisan nilai-nilai kemanusiaan.
Kurikulum Berbasis Cinta memiliki enam prinsip utama yang menjadi fondasinya. Pertama, Cinta Kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang mengajarkan siswa untuk menghargai ciptaan dan bersyukur atas anugerah ilahi. Kedua, Cinta kepada Rasululloh SAW, Menyadarkan siswa untuk meneladani akhlak dan ajaran Rasululloh SAW sebagai suri tauladan. Ketiga, Cinta Kepada Diri Sendiri, mendorong siswa untuk memahami dan menerima potensi serta kekurangan dirinya, dalam rangka membentuk pribadi yang percaya diri dan berintegritas. Keempat, Cinta kepada Sesama Manusia, yang berfokus pada pengembangan empati, toleransi, dan kemampuan bekerja sama dalam keberagaman, dan membangun harmoni sosial. Kelima, Cinta kepada Lingkungan, mendorong kesadaran siswa akan pentingnya tanggungjawab ekologis sebagai sebuah warisan anak cucu yang harus terjaga dan terlindungi. Keenam, Cinta pada Bangsa dan Negara, menanamkan rasa nasionalisme, patriotisme, dan semangat berkontribusi untuk kemajuan Indonesia.
Filosofi Kurikulum Berbasis Cinta meyakini bahwa pendidikan sejati menciptakan individu yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga peduli, bertanggungjawab, dan memiliki kepekaan sosial yang tinggi. Pilar-pilar ini membentuk fondasi etika dan moral yang kokoh, memastikan bahwa era di mana mesin dapat meniru kecerdasan, manusia tetap memegang nilai-nilai kemanusiaan yang membedakan.
Akar Historis dan Sinergi Revolusioner di Lembaga Pendidikan Keagamaan
Sinergi antara Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum Berbasis Cinta menemukan akar historis yang kuat dalam tradisi pendidikan tradisional Indonesia, khususnya di lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama seperti madrasah dan pondok pesantren. Sejak lama, pendidikan di lembaga-lembaga ini tidak hanya berfokus pada transfer ilmu (kognitif), tetapi juga sangat menekankan pada pembentukan akhlak (afektif) dan keterampilan hidup (psikomotorik).
Tradisi tufaqqul fiddin (pendalaman ilmu agama) di pesantren mencerminkan esensi Pembelajaran Mendalam, di mana santri tidak sekedar menghafal, melainkan menggali pemahaman mendalam tentang ajaran agama dan relevansinya dengan kehidupan. pembelajaran ini seringkali terjadi melalui diskusi intensif (mudzakarah). interaksi langsung dengan kiai (musyawarah), dan penerapan langsung dalam kehidupan sehari-hari yang secara inheren mendorong mindful dan meaningful learning.
Pada saat yang sama, karakter pesantren yang kekeluargaan dan menekankan ukhuwah islamiyah (persaudaraan Islam) dan akhlaqul karimah (akhlak mulia) adalah manifestasi nyata dari nilai-nilai cinta kepada Tuhan, sesama, dan bangsa. Pendidikan di madrasah juga telah lama mengintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama, dengan penekanan pada pembentukan karakter Islami yang universal. Sehingga penerapan Pembelajaran Mendalam dan Kurikulum Berbasis Cinta di lembaga-lembaga ini bukanlah suatu hal yang asing, melainkan kelanjutan evolusi dari warisan pedagogis yang telah terbukti membentuk generasi berilmu dan berakhlak.
Dalam konteks modern, sinergi ini akan menjadi lebih kuat. Pendekatan pembelajaran Mendalam dapat menjadi metode yang ampuh untuk mewujudkan tujuan Kurikulum Berbasis Cinta. Misalnya, melalui proyek-proyek yang mendalam siswa dapat mengeksplorasi konsep toleransi dan empati dalam konteks nyata, tidak hanya sebagai teori, melainkan melalui pengalaman langsung dan refleksi mendalam, sejalan dengan prinsip Cinta kepada Sesama Manusia.
Guru yang terlatih menggunakan pendekatan ini akan lebih siap untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip Kurikulum Berbasis Cinta ke dalam setiap aspek pembelajaran, dari matematika hingga sejarah, menciptakan suasana pembelajaran menggembirakan yang secara alami menanamkan nilai-nilai kasih sayang dan kolaborasi.
Menyongsong Masa Depan Pendidikan yang Inklusif
Untuk mewujudkan visi revolusioner ini, diperlukan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan. Pemerintah harus memimpin dalam menciptakan kerangka kebijakan yang kondusif, menyediakan pelatihan yang memadai bagi guru, dan mendorong pengembangan materi ajar yang mendukung pendekatan ini dilaksanakan. namun yang paling penting adalah, guru dan orang tua harus menjadi garda terdepan dalam merangkul inovasi ini, memahami bahwa pendekatan Pembelajaran Mendalam adalah sebuah cara, sementara Kurikulum Berbasis Cinta merupakan tujuannya.
Revolusi belajar bukanlah tentang mengganti manusia dengan mesin, atau mengubah satu kurikulum dengan yang lain secara drastis, melainkan tentang memberdayakan proses pembelajaran dengan metode terbaik dan nilai-nilai terindah. Dengan memadukan pemahaman yang mendalam melalui Pembelajaran Mendalam dan kehangatan nilai-nilai Kurikulum Berbasis Cinta yang berakar kuat pada tradisi pendidikan bangsa, Indonesia memiliki peluang emas untuk membangun sistem pendidikan inklusif yang melahirkan generasi cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan masa depan dengan hati penuh kasih. Inilah visi yang layak kita perjuangkan bersama demi masa depan bangsa yang lebih cerah.
Muhlis, S.Pd., M.IP. ASN Guru Kementerian Agama Republik Indonesia di MTs Negeri 1 Kota Surabaya. Alumni Magister Ilmu Politik Universitas Airlangga. Tulisan adalah pandangan pribadi penulis.