atau UU Nomor 1 Tahun 2023 akan berlaku mulai 2 Januari 2026. Salah satu yang diatur dalam KUHP baru itu ialah pidana kerja sosial. Lalu, siapa yang bisa dijatuhi hukuman kerja sosial itu?
Dikutip dari KUHP baru, Selasa (30/12/2025), ada sejumlah jenis hukuman atau pidana pokok yang diatur Pasal 65, yakni:
1. Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a terdiri atas:
a. pidana penjara;
b. pidana tutupan;
c. pidana pengawasan;
d. pidana denda; dan
e. pidana kerja sosial.
(2) Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menentukan berat atau ringannya pidana.
KUHP juga mengatur siapa yang dapat dijatuhi pidana kerja sosial. Pasal 85 ayat 1 menyebut pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana dengan ancaman kurang dari 5 tahun atau denda paling banyak kategori II (Rp 10 juta).
Berikut bunyinya:
(1) Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara kurang dari 5 tahun dan hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
KUHP mengharuskan hakim mempertimbangkan sejumlah hal sebelum menjatuhkan pidana kerja sosial pada seorang terdakwa. Antara lain, pengakuan terdakwa atas tindak pidana yang dilakukan, kemampuan kerja terdakwa, agama, kepercayaan dan keyakinan politik terdakwa, hingga kemampuan terdakwa membayar pidana denda.
KUHP juga menegaskan pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan. KUHP menyebut pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 jam dan paling lama 240 jam.
“Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 jam dalam 1 hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat,” demikian bunyi Pasal 85 ayat (5).
KUHP menyatakan terpidana mangkir dari pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah harus mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut, menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut atau membayar seluruh atau sebagian denda yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut.
KUHP mengatur pengawasan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan pembimbing kemasyarakatan. Berikutnya, KUHP juga mengharuskan putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial untuk memuat:
a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim;
b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan
c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.
Dalam penjelasan Pasal 85, pidana kerja sosial dapat diterapkan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek dan denda yang ringan. KUHP menyatakan pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya, dengan sebanyak mungkin disesuaikan dengan profesi terpidana. Penjelasan KUHP juga menegaskan pidana kerja sosial tidak dibayar karena sifatnya sebagai pidana.
MA Jelaskan Mekanisme Putusan Kerja Sosial
Mahkamah Agung (MA) telah menjelaskan mengenai peran hakim ketika memutus hukuman pidana kerja sosial saat KUHP baru berlaku. MA menyebut hakim akan membacakan amar yang salah satunya berisi durasi hukuman pidana kerja sosial bagi terdakwa yang bersalah.
“Mengacu kepada Pasal 85 KUHP tersebut, dikatakan bahwa kerja sosial itu tidak boleh lebih dari 6 bulan masanya. Oleh karenanya, hakim dalam menjatuhkan pidana kerja sosial harus menyebutkan dalam satu hari itu berapa jam. Kemudian dalam satu minggu itu berapa hari terdakwa harus melakukan kerja sosial dan menyebutkan di mana tempat kerja sosial itu dilakukan. Apakah di rumah sakit, apakah di rumah-rumah ibadah, gitu ya,” kata Ketua Kamar Pidana MA, Prim Haryadi, di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Prim mengatakan MA dan Kejagung telah berkoordinasi soal putusan pidana kerja sosial. Dia mengatakan Kejagung berharap MA hanya mengatur soal durasi, sementara lokasi kerja sosial akan disesuaikan kondisi daerah.
Prim mengatakan pihaknya belum mengambil keputusan soal itu. Dia mengatakan mekanisme lebih lanjut masih dalam pembahasan.
KUHP mengharuskan hakim mempertimbangkan sejumlah hal sebelum menjatuhkan pidana kerja sosial pada seorang terdakwa. Antara lain, pengakuan terdakwa atas tindak pidana yang dilakukan, kemampuan kerja terdakwa, agama, kepercayaan dan keyakinan politik terdakwa, hingga kemampuan terdakwa membayar pidana denda.
KUHP juga menegaskan pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh dikomersialkan. KUHP menyebut pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 jam dan paling lama 240 jam.
“Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama 8 jam dalam 1 hari dan dapat diangsur dalam waktu paling lama 6 bulan dengan memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan mata pencahariannya dan/atau kegiatan lain yang bermanfaat,” demikian bunyi Pasal 85 ayat (5).
KUHP menyatakan terpidana mangkir dari pidana kerja sosial tanpa alasan yang sah harus mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut, menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut atau membayar seluruh atau sebagian denda yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut.
KUHP mengatur pengawasan pidana kerja sosial dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan pembimbing kemasyarakatan. Berikutnya, KUHP juga mengharuskan putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial untuk memuat:
a. lama pidana penjara atau besarnya denda yang sesungguhnya dijatuhkan oleh hakim;
b. lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan
c. sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.
Dalam penjelasan Pasal 85, pidana kerja sosial dapat diterapkan sebagai alternatif pidana penjara jangka pendek dan denda yang ringan. KUHP menyatakan pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di rumah sakit, rumah panti asuhan, panti lansia, sekolah, atau lembaga-lembaga sosial lainnya, dengan sebanyak mungkin disesuaikan dengan profesi terpidana. Penjelasan KUHP juga menegaskan pidana kerja sosial tidak dibayar karena sifatnya sebagai pidana.
MA Jelaskan Mekanisme Putusan Kerja Sosial
Mahkamah Agung (MA) telah menjelaskan mengenai peran hakim ketika memutus hukuman pidana kerja sosial saat KUHP baru berlaku. MA menyebut hakim akan membacakan amar yang salah satunya berisi durasi hukuman pidana kerja sosial bagi terdakwa yang bersalah.
“Mengacu kepada Pasal 85 KUHP tersebut, dikatakan bahwa kerja sosial itu tidak boleh lebih dari 6 bulan masanya. Oleh karenanya, hakim dalam menjatuhkan pidana kerja sosial harus menyebutkan dalam satu hari itu berapa jam. Kemudian dalam satu minggu itu berapa hari terdakwa harus melakukan kerja sosial dan menyebutkan di mana tempat kerja sosial itu dilakukan. Apakah di rumah sakit, apakah di rumah-rumah ibadah, gitu ya,” kata Ketua Kamar Pidana MA, Prim Haryadi, di gedung MA, Jakarta Pusat, Selasa (30/12/2025).
Prim mengatakan MA dan Kejagung telah berkoordinasi soal putusan pidana kerja sosial. Dia mengatakan Kejagung berharap MA hanya mengatur soal durasi, sementara lokasi kerja sosial akan disesuaikan kondisi daerah.
Prim mengatakan pihaknya belum mengambil keputusan soal itu. Dia mengatakan mekanisme lebih lanjut masih dalam pembahasan.







