Sikap Fraksi-fraksi DPRD DKI soal Rencana PAM Jaya Jadi Perseroda

Posted on

DPRD DKI Jakarta menggelar rapat paripurna hari ini. Dalam rapat tersebut, setiap fraksi menyampaikan pandangan umum terhadap Ranperda tentang APBD Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2026 dan rencana perubahan bentuk badan hukum dari perumda menjadi perseroda.

Rapat paripurna berlangsung di Gedung DORD DKI Jakarta, pada Senin (8/9/2025). Penyampaian pandangan rencana perubahan bentuk badan hukum PAM Jaya dari perumda menjadi perseroda menjadi pembahasan di setiap fraksi.

Sebagian fraksi memberikan dukungan bersyarat, sementara yang lain menolak dengan alasan pelayanan publik harus tetap menjadi prioritas terhadap rencana PAM Jaya menjadi perseroda. Fraksi PKS menilai PAM Jaya sebaiknya tidak terburu-buru berubah status hukum.

PKS menekankan agar perusahaan lebih dulu fokus membenahi pelayanan dasar kepada pelanggan, mulai dari menurunkan tingkat kebocoran air (Non-Revenue Water/NRW), menjaga konsistensi suplai, serta meningkatkan kualitas air yang sampai ke masyarakat.

“Kalau pelayanan sudah konsisten, kualitas air baik, tarif adil dan keluhan pelanggan berkurang, barulah PAM Jaya bisa melangkah ke perubahan badan hukum,” kata Anggota DPRD Fraksi PKS, Muhammad Subki.

Gerindra Nilai Jangan Sampai Bebani Warga

Fraksi Partai Gerindra pun menolak jika perubahan status menjadi perseroda justru menggeser orientasi dari pelayanan publik ke profit oriented. Gerindra mengingatkan air adalah barang publik sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.

“Cakupan layanan PAM Jaya saat ini baru 70%. Target 100% pada 2030 akan mustahil tercapai tanpa roadmap teknis yang jelas. Jangan sampai proyek Rp18,9 triliun pembangunan jaringan pipa membebani masyarakat,” kata Anggota DPRD Fraksi Gerindra, Alief Bintang Haryadi.

“Pemerintah bersama PAM Jaya harus memprioritaskan pembangunan jaringan pipa di wilayah padat penduduk dan rawan krisis air, bukan hanya di kawasan bisnis. Proyeksi Investasi Rp18,9 triliun untuk pembangunan jaringan 7.000 km pipa dan instalasi pengolahan air perlu dikawal dengan akuntabilitas ketat agar tidak membebani masyarakat,” lanjutnya.

NasDem Sebut Layanan Masih Rendah

Selain itu, Fraksi NasDem mempertanyakan rencana strategis PAM Jaya dalam menghadapi tantangan ke depan. NasDem menyoroti cakupan layanan yang baru 67,65% per 2023, kualitas air yang masih rendah (Indeks Kualitas Air 41,22 dari 100 pada 2024), serta kebocoran air (NRW) sebesar 45% yang merugikan hingga Rp2,5 triliun.

“Apakah PAM Jaya sudah mengantisipasi pertumbuhan penduduk dan kebutuhan air bersih yang terus meningkat? Jangan sampai masalah mendasar ini diabaikan,” ujar Anggota DPRD Fraksi NasDem Fatimah Nadia.

“Fraksi NasDem mendorong agar PAM Jaya lebih teliti lagi dalam melakukan rencana bisnis yang dapat memitigasi permasalahan- permasalahan dalam mewujudkan pelayanan air bersih kepada warga DKI Jakarta,” sambungnya.

Golkar Minta Jangan Terburu-Buru IPO

Fraksi Partai Golkar menegaskan rencana IPO PAM Jaya tidak boleh dilakukan terburu-buru. Menurut Golkar, prioritas tetap pada peningkatan cakupan layanan, keterjangkauan tarif, serta transparansi pengelolaan.

“IPO baru bisa dipertimbangkan bila prasyarat terpenuhi: cakupan minimal 83%, layanan publik membaik, tarif transparan, dan kajian opsi pembiayaan lain seperti obligasi daerah atau KPBU sudah dilakukan,” jelas Anggota DPRD DKI Fraksi Golkar, Sardi Wahab.

PAN Harap Tak Ada Kenaikan Tarif

Fraksi PAN mengingatkan agar perubahan status tidak menimbulkan kenaikan tarif air bersih yang membebani masyarakat kecil. PAN menyinggung kasus protes penghuni rusun bersubsidi yang tarif airnya justru lebih mahal dari rumah mewah.

“Siapapun warga DKI Jakarta, laki perempuan, tua maupun muda, kaya ataupun miskin, wajib mendapatkan air bersih dan sehat dengan cukup, dengan harga yang terjangkau, serta berkeadilan. Ini menjadi salah satu prioritas utama tugas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PDAM dalam pelayanan terhadap warga Jakarta,” kata Anggota Fraksi PAN, Bambang Kusumanto.

Demokrat-Perindo Singgung 3 Risiko

Fraksi Demokrat-Perindo menyatakan hampir setengah air produksi PAM Jaya hilang akibat kebocoran dan inefisiensi. Jika masalah ini tak diatasi, perubahan status menjadi perseroda dinilai sia-sia.

Pihaknya juga mengingatkan tiga risiko besar yang bakal dihadapi jika PAM Jaya berbentuk perseroda, yaitu potensi komersialisasi dan kenaikan tarif, privatisasi terselubung melalui joint venture dengan swasta, serta ketimpangan akses air bersih di wilayah padat penduduk.

“Saat ini, masih banyak warga di Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang tidak memiliki akses layanan perpipaan dan terpaksa membeli air dengan harga lebih mahal. Transformasi kelembagaan tidak akan menjawab ketimpangan ini jika pemerintah tidak memiliki peta jalan pembangunan jaringan yang jelas dan memprioritaskan wilayah-wilayah padat penduduk dan kawasan kumuh,” kata Fraksi Demokrat-Perindo.

PSI Nilai Bertentangan Aturan

Fraksi PSI menolak rencana perubahan status, dengan dasar hukum. PSI menilai rencana privatisasi atau IPO bertentangan dengan PP 54 Tahun 2017 Pasal 118 huruf b yang melarang privatisasi perseroda bila menjalankan tugas khusus pelayanan publik.

Pihaknya berpandangan bahwa PAM Jaya wajib dipertahankan dalam bentuk perumda sebagaimana ketentuan Pasal 8 dan Penjelasan Pasal 8 PP 54Tahun 2017, yang mengamanatkan BUMD yang menyelenggarakan kemanfaatan umum seperti usaha pelayanan air minum, agar dibentuk dalam badan hukum Perumda.

“Fraksi PSI menegaskan bahwa sekalipun PAM Jaya diubah menjadi perseroda, rencana privatisasi atau Initial Public Offering PAM Jaya tetap bertentangan dengan Pasal 118 huruf b PP Nomor 54 Tahun 2017,” kata Sekretaris Fraksi PSI Elva Farhi Qolbina.

PDIP Sebut Perlu Kajian Mendalam

Fraksi PDI Perjuangan meminta kajian lebih komprehensif mencakup aspek finansial, risiko, tata kelola, dan pengalaman masa lalu dengan Palyja dan Aetra. PDIP juga mengingatkan masih banyak warga berpenghasilan rendah (MBR) dan penghuni rusun yang mengeluhkan akses serta tarif air bersih.

“Serta kebutuhan antisipasi serta penindakan secara tegas jika masih ditemukannya penggunaan Air Tanah khususnya di Pusat-pusat perbelanjaan, Kantor, Perumahan Elite dan kawasan komersil lainnya,” kata Dwi Rio Sambodo.

PKB Dukung Bersyarat

Fraksi PKB menyatakan prinsipnya mendukung perubahan status menjadi perseroda, namun bersyarat. Syarat itu adalah Pemerintah Jakarta harus tetap menjaga keberpihakan kepada rakyat, dan pada waktunya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah yang adil, akuntabel, dan berkelanjutan.

“Raperda ini perlu dibahas lebih lanjut bersama eksekutif, dengan catatan tetap berpihak kepada rakyat, adil, akuntabel, dan berkelanjutan,” ujar Tri Waluyo.

Dengan beragam sikap tersebut, keputusan akhir soal perubahan bentuk hukum PAM Jaya akan kembali dibahas lebih lanjut bersama pihak eksekutif. Namun yang jelas, hampir semua fraksi sepakat bahwa pelayanan publik harus tetap menjadi prioritas utama dalam penyediaan air bersih bagi warga Jakarta.

Golkar Minta Jangan Terburu-Buru IPO

Fraksi Partai Golkar menegaskan rencana IPO PAM Jaya tidak boleh dilakukan terburu-buru. Menurut Golkar, prioritas tetap pada peningkatan cakupan layanan, keterjangkauan tarif, serta transparansi pengelolaan.

“IPO baru bisa dipertimbangkan bila prasyarat terpenuhi: cakupan minimal 83%, layanan publik membaik, tarif transparan, dan kajian opsi pembiayaan lain seperti obligasi daerah atau KPBU sudah dilakukan,” jelas Anggota DPRD DKI Fraksi Golkar, Sardi Wahab.

PAN Harap Tak Ada Kenaikan Tarif

Fraksi PAN mengingatkan agar perubahan status tidak menimbulkan kenaikan tarif air bersih yang membebani masyarakat kecil. PAN menyinggung kasus protes penghuni rusun bersubsidi yang tarif airnya justru lebih mahal dari rumah mewah.

“Siapapun warga DKI Jakarta, laki perempuan, tua maupun muda, kaya ataupun miskin, wajib mendapatkan air bersih dan sehat dengan cukup, dengan harga yang terjangkau, serta berkeadilan. Ini menjadi salah satu prioritas utama tugas Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan PDAM dalam pelayanan terhadap warga Jakarta,” kata Anggota Fraksi PAN, Bambang Kusumanto.

Demokrat-Perindo Singgung 3 Risiko

Fraksi Demokrat-Perindo menyatakan hampir setengah air produksi PAM Jaya hilang akibat kebocoran dan inefisiensi. Jika masalah ini tak diatasi, perubahan status menjadi perseroda dinilai sia-sia.

Pihaknya juga mengingatkan tiga risiko besar yang bakal dihadapi jika PAM Jaya berbentuk perseroda, yaitu potensi komersialisasi dan kenaikan tarif, privatisasi terselubung melalui joint venture dengan swasta, serta ketimpangan akses air bersih di wilayah padat penduduk.

“Saat ini, masih banyak warga di Jakarta Utara dan Jakarta Barat yang tidak memiliki akses layanan perpipaan dan terpaksa membeli air dengan harga lebih mahal. Transformasi kelembagaan tidak akan menjawab ketimpangan ini jika pemerintah tidak memiliki peta jalan pembangunan jaringan yang jelas dan memprioritaskan wilayah-wilayah padat penduduk dan kawasan kumuh,” kata Fraksi Demokrat-Perindo.

PSI Nilai Bertentangan Aturan

Fraksi PSI menolak rencana perubahan status, dengan dasar hukum. PSI menilai rencana privatisasi atau IPO bertentangan dengan PP 54 Tahun 2017 Pasal 118 huruf b yang melarang privatisasi perseroda bila menjalankan tugas khusus pelayanan publik.

Pihaknya berpandangan bahwa PAM Jaya wajib dipertahankan dalam bentuk perumda sebagaimana ketentuan Pasal 8 dan Penjelasan Pasal 8 PP 54Tahun 2017, yang mengamanatkan BUMD yang menyelenggarakan kemanfaatan umum seperti usaha pelayanan air minum, agar dibentuk dalam badan hukum Perumda.

“Fraksi PSI menegaskan bahwa sekalipun PAM Jaya diubah menjadi perseroda, rencana privatisasi atau Initial Public Offering PAM Jaya tetap bertentangan dengan Pasal 118 huruf b PP Nomor 54 Tahun 2017,” kata Sekretaris Fraksi PSI Elva Farhi Qolbina.

PDIP Sebut Perlu Kajian Mendalam

Fraksi PDI Perjuangan meminta kajian lebih komprehensif mencakup aspek finansial, risiko, tata kelola, dan pengalaman masa lalu dengan Palyja dan Aetra. PDIP juga mengingatkan masih banyak warga berpenghasilan rendah (MBR) dan penghuni rusun yang mengeluhkan akses serta tarif air bersih.

“Serta kebutuhan antisipasi serta penindakan secara tegas jika masih ditemukannya penggunaan Air Tanah khususnya di Pusat-pusat perbelanjaan, Kantor, Perumahan Elite dan kawasan komersil lainnya,” kata Dwi Rio Sambodo.

PKB Dukung Bersyarat

Fraksi PKB menyatakan prinsipnya mendukung perubahan status menjadi perseroda, namun bersyarat. Syarat itu adalah Pemerintah Jakarta harus tetap menjaga keberpihakan kepada rakyat, dan pada waktunya ditetapkan menjadi Peraturan Daerah yang adil, akuntabel, dan berkelanjutan.

“Raperda ini perlu dibahas lebih lanjut bersama eksekutif, dengan catatan tetap berpihak kepada rakyat, adil, akuntabel, dan berkelanjutan,” ujar Tri Waluyo.

Dengan beragam sikap tersebut, keputusan akhir soal perubahan bentuk hukum PAM Jaya akan kembali dibahas lebih lanjut bersama pihak eksekutif. Namun yang jelas, hampir semua fraksi sepakat bahwa pelayanan publik harus tetap menjadi prioritas utama dalam penyediaan air bersih bagi warga Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *