Dukungan dari berbagai elemen masyarakat dalam penulisan sejarah nasional semakin meningkat. Kali ini sejumlah sejarawan yang bernaung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Sejarah (FKMPS) melakukan dialog bersama Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon di Gedung Kemenbud, Jakarta, untuk menyampaikan aspirasi sekaligus dukungan dan kesediaan berkolaborasi dengan pemerintah dalam hal penulisan sejarah nasional.
“Selain uji publik, kami juga menerima audiensi dari berbagai organisasi, termasuk TNI, Polri, ormas Islam sepertiMuhammadiyah, NU, dan Persis, serta lembaga-lembaga masyarakat lainnya. Mereka memberikan catatan dan sumber-sumber penting yang akan dipertimbangkan untuk dimasukkan ke dalam penulisan,” jelas Fadli, dalam keterangan tertulis, Selasa (5/8/2025).
Fadli menyambut baik kedatangan FKMPS dan menyampaikan harapan Kemenbud menargetkan buku sejarah ini akan diterbitkan sebagai bagian dari peringatan 80 Tahun Indonesia Merdeka. FKMPS menyampaikan beberapa hal yang menjadi fokus utama diskusi, yakni pada pentingnya pendidikan sejarah yang akurat, narasi nasional yang netral, dan pelestarian warisan budaya dalam berbagai format media.
Pada kesempatan tersebut, Fadli turut menyampaikan ihwal pembentukan kembali Direktorat Sejarah dan Museum, serta diskusi mengenai proyek besar penulisan sejarah nasional. Proyek ini mencakup penyusunan 10 volume buku sejarah Indonesia dari masa peradaban awal hingga masa kini.
Proses ini melibatkan para sejarawan dan ahli dari berbagai universitas di Indonesia, dan tengah dalam tahap uji publik dengan mengumpulkan masukan dari berbagai pemangku kepentingan. Selanjutnya, Fadli turut menjelaskan tim penulis penulisan sejarah nasional terdiri dari lebih dari 113 akademisi dan ahli yang tersebar di 34 universitas serta lembaga penelitian.
Kemudian, Fadli menyampaikan jika masukan-masukan dari sesi uji publik ini akan dimasukkan ke dalam naskah final, yang direncanakan untuk diterbitkan tepat waktu dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan RI.
“Saya berharap FKMPS juga dapat memberikan masukan tambahan dan perspektif historis. Penulisan sejarah ini juga akan dipastikan mengedepankan perspektif Indonesia-sentris dan relevan bagi generasi muda, serta dilengkapi dengan materi pelengkap seperti film dokumenter, komik sejarah, dan tutorial interaktif,” kata Fadli.
Fadli kemudian menyampaikan jika selama sekitar 26 tahun, Indonesia tidak menulis sejarah nasional secara menyeluruh. Menurutnya, jika merujuk pada dokumen resmi pemerintah penulisan sejarah besar terakhir adalah Seri Nasional Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1975 dan diperbarui pada tahun 1984.
Fadli menjelaskan memang sempat dilakukan pemutakhiran pada 2008, tetapi hanya mencakup enam topik, dan bahkan tidak sampai pada pemilu 1999.
“Memang ada karya lain seperti Indonesia dalam Arus Sejarah (IDAS), namun penyusunannya bersifat tematik dan tidak mengikuti alur sejarah secara kronologis. Oleh karena itu, Presiden Prabowo, memandang penting untuk kembali menulissejarah Indonesia secara komprehensif dan berkesinambungan,” kata Fadli.
Fadli menyampaikan jika ini adalah bagian dari upaya untuk menulis dan menegaskan identitas peradaban Indonesia yang tua dan kaya. Menurut Fadli, sejarah tidak boleh dihapus, justru harus dibangkitkan dan diperkuat dengan Indonesia-sentris.
“Penulisan ini adalah tanggung jawab kita bersama, dan oleh karena itu kami membuka ruang diskusi, kritik, dan masukan dari masyarakat luas agar hasil akhirnya benar-benar merepresentasikan perjalanan bangsa Indonesia,” kata Fadli.
Sebelumnya, Ketua FKMPS Batara Hutagalung menyampaikan sejumlah harapannya di forum diskusi kepada Fadli akan penulisan sejarah nasional.
“Kami mengharapkan proses (penulisan) ini dijalankan dengan hati-hati, proper, dan hasilnya tidak menjadi polemik di tengah masyarakat,” harap Batara.
Sebagai informasi, forum ini juga turut dihadiri oleh Staf Ahli Menteri Bidang Hubungan Antar Lembaga, Ismunandar, dan Direktur Direktorat Sejarah dan Permuseuman, Agus Mulyana. Sementara dari pihak FKMPS hadir Ketua Batara Hutagalung; Dewan Pembina Dr (HC) Heppy Trenggono; dan Dewan Pakar Prof Taufik Abdullah, Prof Dr Yuddy Chrisnandi, serta sejumlah tokoh lainnya.