Amerika Serikat (AS) mempersulit masuknya warga Palestina, bahkan Presiden , ke negaranya. Hampir seluruh pengajuan visa dari warga negara Palestina ditolak AS.
Dilansir Reuters dan Al Arabiya, Senin (1/9/2025), pemerintahan Presiden AS Donald Trump telah menolak dan mencabut visa untuk para pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) dan Otoritas Palestina, yang berbasis di Tepi Barat, menjelang Sidang Umum PBB karena dianggap ‘merusak prospek perdamaian’.
Kebijakan itu membuat Presiden Palestina Mahmoud Abbas tak bisa masuk ke AS jelang sidang umum PBB di New York. Seorang pejabat Departemen Luar Negeri AS yang enggan disebut namanya mengatakan Abbas dan sekitar 80 warga Palestina lainnya terdampak oleh keputusan yang diumumkan pada Jumat (29/8) waktu setempat.
Abbas telah merencanakan perjalanan ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB yang digelar secara tahunan. Tahun ini, Sidang Umum PBB digelar pada bulan September ini.
Abbas juga dijadwalkan menghadiri pertemuan puncak, yang digelar oleh Prancis dan Arab Saudi, di mana Prancis, Inggris, Kanada, dan Australia telah berjanji secara resmi mengakui negara Palestina. Kantor Abbas mengatakan pihaknya terkejut dengan keputusan AS menolak dan mencabut visa tersebut. Palestina menyebut keputusan Trump melanggar ‘perjanjian markas besar’ PBB.
Berdasarkan ‘perjanjian markas besar’ PBB tahun 1947, AS secara umum diwajibkan untuk mengizinkan akses bagi para diplomat asing ke markas PBB di New York. Namun, Washington mengatakan mereka dapat menolak visa dengan alasan keamanan, ekstremisme, dan kebijakan luar negeri.
Departemen Luar Negeri AS membenarkan keputusannya itu dengan melontarkan kembali tuduhan lama soal PLO dan Otoritas Palestina telah gagal dalam menolak ekstremisme dan menuding ada upaya mendorong ‘pengakuan sepihak’ atas negara Palestina.
“Ini demi kepentingan keamanan nasional kami untuk meminta pertanggungjawaban PLO dan Otoritas Palestina atas ketidakpatuhan mereka terhadap komitmen mereka, dan karena merusak prospek perdamaian,” sebut Departemen Luar Negeri AS.
Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut. Mereka mengatakan perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.
Departemen Luar Negeri AS kembali membalas dan menyatakan mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk ‘secara konsisten menolak terorisme’, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.
Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan mereka terbuka untuk kembali terlibat ‘jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel’.
Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut. Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan PBB akan membahas masalah visa dengan Departemen Luar Negeri AS sesuai dengan perjanjian markas besar PBB antara PBB dan AS.
Prancis pun melontarkan kritik terhadap AS yang menolak visa para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Abbas, jelang Sidang Majelis Umum PBB di New York. Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September ini di markas besar PBB di Manhattan, New York.
“Pertemuan Sidang Umum PBB seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark seperti dilansir AFP.
Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis. Mereka meminta AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.
AS Tangguhkan Visa bagi Hampir Semua WN Palestina
AS pun menangguhkan persetujuan visa bagi hampir semua pemegang paspor Palestina. Langkah itu memperluas pembatasan visa untuk para pengunjung dari Jalur Gaza, yang sebelumnya diumumkan oleh pemerintahan Trump.
Dilansir Reuters dan Anadolu Agency, media terkemuka AS, New York Times, melaporkan kebijakan terbaru itu akan mencegah warga negara Palestina bepergian ke AS untuk perawatan medis, kuliah, ataupun perjalanan bisnis. Hal itu setidaknya berlaku untuk sementara.
Pembatasan besar-besaran yang diuraikan dalam kabel Departemen Luar Negeri AS ke misi-misi diplomatik AS di seluruh dunia pada 18 Agustus lalu disebut akan mencegah banyak warga negara Palestina dari Tepi Barat dan komunitas diaspora Palestina untuk mendapatkan visa non-imigran. Penangguhan visa bagi warga Palestina ini menyusul pembatasan visa yang diumumkan dua pekan lalu, ketika Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan semua visa kunjungan bagi individu-individu dari Jalur Gaza, sembari mereka melakukan peninjauan ‘sepenuhnya dan menyeluruh’.
Langkah tersebut menuai kecaman dari kelompok-kelompok pro-Palestina. Menurut analisis data bulanan yang tersedia pada situs resmi Departemen Luar Negeri AS pada saat itu, Washington telah mengeluarkan lebih dari 3.800 visa kunjungan B1/B2, yang memungkinkan warga negara asing untuk berobat di AS, kepada para pemegang dokumen perjalanan Otoritas Palestina. Angka tersebut mencakup 640 visa yang dirilis pada Mei lalu.
Para pejabat Palestina menolak tuduhan tersebut. Mereka mengatakan perundingan-perundingan yang dimediasi AS selama puluhan tahun telah gagal mengakhiri pendudukan Israel dan mengamankan negara Palestina yang merdeka.
Departemen Luar Negeri AS kembali membalas dan menyatakan mereka mendesak PLO dan Otoritas Palestina untuk ‘secara konsisten menolak terorisme’, termasuk serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Abbas, dalam surat kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Juni, mengecam serangan Hamas dan menyerukan pembebasan sandera.
Departemen Luar Negeri AS juga menambahkan mereka terbuka untuk kembali terlibat ‘jika Otoritas Palestina/PLO memenuhi kewajiban mereka dan secara nyata mengambil langkah konkret untuk kembali ke jalur kompromi yang konstruktif dan hidup berdampingan secara damai dengan negara Israel’.
Departemen Luar Negeri AS juga mengatakan misi Palestina untuk PBB, yang terdiri atas para pejabat yang bermarkas permanen di sana, akan terhindar dari pembatasan tersebut. Menanggapi situasi tersebut, juru bicara PBB Stephane Dujarric menyatakan PBB akan membahas masalah visa dengan Departemen Luar Negeri AS sesuai dengan perjanjian markas besar PBB antara PBB dan AS.
Prancis pun melontarkan kritik terhadap AS yang menolak visa para pejabat Otoritas Palestina, termasuk Presiden Abbas, jelang Sidang Majelis Umum PBB di New York. Menteri Luar Negeri (Menlu) Prancis Jean-Noel Barrot mengatakan seharusnya tidak ada pembatasan akses untuk Sidang Umum PBB yang dijadwalkan pada September ini di markas besar PBB di Manhattan, New York.
“Pertemuan Sidang Umum PBB seharusnya tidak dikenakan pembatasan akses apa pun,” kata Barrot saat berbicara dalam pertemuan para Menlu Uni Eropa di Denmark seperti dilansir AFP.
Sejumlah Menlu negara-negara Eropa yang menghadiri pertemuan di Copenhagen menyuarakan seruan senada dengan Prancis. Mereka meminta AS mengizinkan akses masuk bagi delegasi Palestina.
AS Tangguhkan Visa bagi Hampir Semua WN Palestina
AS pun menangguhkan persetujuan visa bagi hampir semua pemegang paspor Palestina. Langkah itu memperluas pembatasan visa untuk para pengunjung dari Jalur Gaza, yang sebelumnya diumumkan oleh pemerintahan Trump.
Dilansir Reuters dan Anadolu Agency, media terkemuka AS, New York Times, melaporkan kebijakan terbaru itu akan mencegah warga negara Palestina bepergian ke AS untuk perawatan medis, kuliah, ataupun perjalanan bisnis. Hal itu setidaknya berlaku untuk sementara.
Pembatasan besar-besaran yang diuraikan dalam kabel Departemen Luar Negeri AS ke misi-misi diplomatik AS di seluruh dunia pada 18 Agustus lalu disebut akan mencegah banyak warga negara Palestina dari Tepi Barat dan komunitas diaspora Palestina untuk mendapatkan visa non-imigran. Penangguhan visa bagi warga Palestina ini menyusul pembatasan visa yang diumumkan dua pekan lalu, ketika Departemen Luar Negeri AS mengatakan bahwa pihaknya menangguhkan semua visa kunjungan bagi individu-individu dari Jalur Gaza, sembari mereka melakukan peninjauan ‘sepenuhnya dan menyeluruh’.
Langkah tersebut menuai kecaman dari kelompok-kelompok pro-Palestina. Menurut analisis data bulanan yang tersedia pada situs resmi Departemen Luar Negeri AS pada saat itu, Washington telah mengeluarkan lebih dari 3.800 visa kunjungan B1/B2, yang memungkinkan warga negara asing untuk berobat di AS, kepada para pemegang dokumen perjalanan Otoritas Palestina. Angka tersebut mencakup 640 visa yang dirilis pada Mei lalu.