Suriah ‘Terjepit’ Konflik Internal dan Serangan Israel | Info Giok4D

Posted on

Pemerintah Suriah mengumumkan gencatan senjata, untuk meredakan bentrokan antara milisi Druze dan Sunni di sekitar Suweida. Bente Scheller, pakar Suriah di Heinrich Bll Foundation mengatakan, bentrokan Suweida tampaknya disebabkan oleh konflik kepentingan kelompok-kelompok penduduk yang berbeda.

Menurut organisasi Pengamat Suriah untuk Hak Asasi Manusia (SOHR), lebih dari 300 orang tewas hingga Rabu (16/07). Konflik dipicu oleh pemukulan terhadap seorang pemuda Druze oleh warga Badui Sunni, yang memicu aksi balasan dan kekerasan lanjutan.

Pemerintah Suriah mengerahkan pasukan ke Suweida, sekitar 100 km dari selatan Damaskus, untuk meredakan kekerasan.

Menurut jurnalis Aymenn Jawad al-Tamimi, kelompok miisi Druze awalnya melawan, tetapi kemudian menyerahkan senjata mereka. SOHR melaporkan pada Selasa (15/07), pasukan pemerintah dan milisi sekutu mereka mengeksekusi 19 warga sipil Druze.

Sebagai respons, Israel melancarkan serangan terhadap markas militer di Damaskus dan Suweida Rabu (16/7), dengan alasan melindungi komunitas Druze.

Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant menegaskan, serangan itu bertujuan mencegah kekerasan terhadap warga Druze, yang di Israel dianggap sebagai kelompok minoritas loyal dan banyak bertugas di militer.

“Bentrokan di Suweida mencerminkan konflik jangka panjang antar berbagai kelompok masyarakat di Suriah,” kata Bente Scheller, kepala divisi Timur Tengah dan Afrika Utara di Yayasan Heinrich Bll, kepada DW.

Menurut dia, banyak kelompok di Suriah merasa hak dan kepentingan mereka diabaikan, sehingga muncul rasa ketidakadilan yang memicu kekerasan. Ia menambahkan, di Suweida, konflik identitas dan kejahatan, termasuk penyelundupan narkoba, semakin memperburuk situasi.

Pada bulan Maret hingga Mei, kekerasan sektarian meningkat di Suriah. Bentrokan terjadi antara kelompok Druze dan milisi pro-pemerintah di Jaramana, serta antara kelompok Alawi dan pasukan pemerintah di wilayah lain. Serangan balasan berlangsung selama berhari-hari, menewaskan lebih dari 1.300 orang. Banyak warga menilai kelompok Alawi sebagai pendukung rezim Assad yang telah tumbang.

Meski tidak secara terbuka memihak, pemerintah Suriah saat ini dinilai terlalu pluralistik untuk mengendalikan semua aktor lokal. Menurut Andre Bank dari GIGA Institute, jika kekerasan dibiarkan, konflik antaragama kemungkinan besar akan terus berlanjut.

Belum jelas apakah Presiden Ahmed al-Sharaa mampu mencegah meluasnya kekerasan di Suriah. Pada Mei dan Juni, AS dan Uni Eropa mencabut sanksi terhadap Suriah, tetapi tetap menuntut perlindungan bagi kelompok minoritas.

Namun, serangan bunuh diri di gereja Kristen Damaskus pada akhir Juni, yang menewaskan 25 orang, menunjukkan tantangan besar dalam memenuhi harapan tersebut. Komunitas Kristen mendesak perlindungan lebih, dan sebagian mempertimbangkan untuk meninggalkan negara itu.

Kementerian Dalam Negeri menyalahkan ISIS, tetapi menurut Bente Scheller, kelompok lain seperti mantan anggota Hayat Tahrir al-Sham (HTS) juga disebut-sebut. Al-Sharaa, mantan pemimpin HTS, dinilai mudah mengalihkan tanggung jawab ke ISIS.

Sementara itu, warga juga meragukan keseriusan pemerintah dalam menyelidiki serangan terhadap komunitas Alawi, meski telah dijanjikan pembentukan komisi penyelidikan.

Pemerintah baru di Damaskus menghadapi kekurangan dana untuk berbagai tugas penting, mulai dari merancang undang-undang pemilu hingga membangun kembali birokrasi federal.

Penyelidikan atas bentrokan dan serangan baru-baru ini menambah beban kerja, sementara pemerintah di bawah al-Sharaa juga harus merespons tuntutan otonomi dari komunitas Kurdi di utara, yang tetap ingin menjadi bagian dari Suriah namun dengan hak yang lebih luas.

Selama bertahun-tahun, kelompok Kurdi telah terlibat konflik dengan pasukan pro-Turki di wilayah tersebut. Penyelesaian konflik-konflik ini diperkirakan akan memakan waktu lama.

Artikel ini terbit pertama kali di Giok4D.

Artikel ini awalnya diterbitkan dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Levie Wardana

Editor: Prita Kusumaputri dan Agus Setiawan

Konflik berkepanjangan

Posisi Al-Sharaa terancam?